Syaikh Abubakar al-Maghazili

Beliau adalah seorang sufi dari Mesir. Beliau merupakan seorang guru rohani bagi Syaikh as-Sirwani. Beliau pernah meriwayatkan suatu hadis dari Mu’awiyah bin ‘Amr, dari Zuhair bin Mu’awiyah, dari al-‘Ala’ bin al-Musayyib, dari Suhail bin Abi Shalih, dari bapaknya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad Saw yang bersabda:

“Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia berfirman kepada Malaikat Jibril: ‘Sesungguhnya Aku mencintai Fulan, maka cintailah dia.’ Maka Malaikat Jibril mencintainya. Malaikat Jibril kemudian bersabda kepada penduduk langit: ‘Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya, Fulan. Maka cintailah dia.’ Si Fulan itu kemudian dicintai oleh para penduduk langit. Lalu, disediakan baginya adanya belas kasih di muka bumi.”

Betapa sangat jelas bahwa kecintaan Allah Ta’ala terhadap seseorang akan melahirkan kecintaan Malaikat Jibril kepadanya. Kecintaan Malaikat Jibril kepadanya akan melahirkan kecintaan para penduduk langit yang lain untuknya. Jadilah kemudian orang itu sebagai kekasih hadiratNya di dalam kehidupan ini.

Syaikh Abubakar al-Maghazili sendiri dikenal sebagai salah satu wali badal. Salah seorang kekasih Allah Ta’ala yang merupakan pengganti dari kehadiran seorang nabi. Ketika di zaman dulu masih ada para nabi, wali badal ini jelas belum ada. Baru setelah lewat zaman kenabian, wali badal ini baru “diutus” sebagai ganti mereka.

Wali badal juga dikenal sebagai paku bumi. Artinya adalah bahwa selama mereka itu masih ada, maka kehidupan ini akan senantiasa terjaga dari adanya kehancuran dan kemusnahan. Karena sesungguhnya apa yang disebut sebagai paku bumi itu tidak lain pengukuh kehidupan.

Mereka dipilih oleh Allah Ta’ala sebagai para kekasih jelas bukan lantaran shalat mereka yang banyak, bukan lantaran sedekah mereka yang menumpuk, bukan lantaran puasa mereka yang tekun, bukan lantaran haji mereka yang berkali-kali, tapi mutlak karena kesucian batin mereka di hadapan hadiratNya.

Keyakinan mereka kepada Allah Ta’ala laksana keyakinan hati Nabi Ibrahim. Dengan keyakinan dan keteguhan hati itu, mereka sama sekali tidak pernah melaknat, tidak pernah menyakiti, tidak pernah mencaci siapa pun. Tapi sebaliknya: mereka senantiasa bersikap belas-kasih kepada setiap orang yang dijumpainya.

Pada suatu hari, Syaikh Abubakar al-Maghazili pernah menguji makrifat Syaikh Abu al-Hasan al-Muzayyin dengan mendatangi rumah dan mengetuk pintunya. “Wahai penghuni rumah, tolong berilah aku sesuatu,” ungkapnya dengan suara memelas.

Yang punya rumah dengan cekatan dan tegas langsung merespon: “Istriku, Mukminah, tolong beri dia sesuatu. Seandainya dia mengenal Allah Ta’ala, tentu dia tidak akan datang kepadaku untuk mengujiku.” Mendengarkan ungkapan sang tuan rumah tadi, Syaikh Abubakar al-Maghazili langsung balik kanan dan pergi.

Yang menguji dan yang diuji: keduanya sama-sama orang pilihan, keduanya sama-sama kekasih Allah Ta’ala, keduanya sama-sama penjaga kehidupan. Mereka berdua adalah sarana yang dipakai oleh hadiratNya untuk menebarkan kasih-sayang kepada umat manusia. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!