Syaikh Abubakar as-Saqqa

Saya adalah orang yang paling tidak tahu tentang beliau. Tidak tahu di mana beliau dilahirkan. Tidak tahu di mana beliau wafat. Tidak tahu beliau bertetangga dengan siapa. Tidak tahu beliau berguru kepada siapa. Tidak tahu beliau memiliki murid siapa. Dan lain sebagainya.

Kitab utama yang merupakan tumpuan saya di dalam menuliskan tentang biografi para sufi, Nafahat al-Unsi min Hadharat al-Qudsi karya Mulla ‘Abdurrahman al-Jami, sama sekali tidak menyebutkan lebih dari apa yang saya sampaikan di atas, mutlak tidak.

Akan tetapi bagi saya pribadi, hal itu sama sekali tidak penting. Yang terpenting bagi saya tidak lain adalah seutas perjalanan rohani beliau yang telah sanggup menenteramkan orang-orang di kapal saat diterjang oleh gelombang yang binal dan seperti tidak mengenal siapa pun.

Tentang siapa sebenarnya beliau, seseorang pernah bercerita. “Kami berada di sebuah kapal. Angin berembus begitu besar. Terciptalah gelombang lautan yang tidak kepalang. Orang-orang pada sibuk mencari tumpuan doa. Dan di dalam kapal itu ada seorang sufi yang mengenakan pakaian dari bulu domba.

Orang-orang datang ke sisinya. Mereka berkata kepadanya: ‘Kau tidak gila. Kenapa kau tidak berdoa sebagaimana mereka yang berdoa?’ Dia mengeluarkan kepalanya dari pakaian dan membaca sepenggal bait dari puisi berikut ini: ‘Aku heran pada hatimu bagaimana mungkin ia berpaling.’

Beliau lalu menyimpan wajahnya ke dalam pakaian. Orang-orang kemudian bilang kepada beliau: ‘Wahai gila, tolong berdoalah untuk kami, jangan malah membaca puisi.’ Beliau mengeluarkan kepalanya lagi dari pakaian dan membaca sepenggal bait puisi lagi untuk semua orang di dalam kapal tersebut.

‘Sangat membahagiakan cintamu bagiku, bagaimana mungkin ia bisa pergi.’ Sungguh sangat mengagumkan. Bagaimana mungkin tidak, setelah pembacaan dua bait puisi itu, angin dan gelombang sama sekali tidak lagi gaduh. Tinggal jejak-jejaknya yang barusan telah dimainkan.”

Sungguh betul-betul menakjubkan. Bagaimana mungkin tidak, bukankah dia yang bercerita tentang hal tersebut tidak dengan sungguh-sungguh bisa kita ketahui? Tidak ada kitab yang menyebutkan siapa dia sesungguhnya. Atau dari mana dia sebenarnya. Sungguh, dia tidak benar-benar diketahui. Sebagaimana si gila itu juga.

Atau kalau kita mau menelaah lebih dalam lagi, bagaimana mungkin dua bait puisi itu bisa menenteramkan angin dan gelombang? Bukankah mestinya doa yang memiliki kesanggupan untuk meredakan keduanya? Bukankah suasana lautan di waktu itu memang sangat menakutkan?

Entahlah. Tuhan semesta alam memiliki kuasa yang mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di dalam kehidupan ini. Siapa pun yang lain harus minggir. Kecuali mendapatkan perkenan dari hadiratNya. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!