Syaikh Abubakar az-Zaqqaq ash-Shaghir

Beliau adalah salah seorang murid dari Syaikh Abubakar az-Zaqqaq al-Kabir. Di dalam dunia rohani, mula-mula beliau dengan penuh ketekunan mempelajari ilmu hadis. Dan dalam rangka merasakan adanya kedekatan dengan sumber hadis-hadis yang tidak lain adalah Nabi Muhammad Saw, beliau lalu menulis hadis-hadis tersebut.

Dunia rohani beliau terus mengalami peningkatan demi peningkatan yang sangat signifikan. Hari demi hari bagi beliau adalah momen-momen merasakan pengalaman-pengalaman rohani yang begitu mengasyikkan. Sehingga akhirnya beliau betul-betul menyusuri jalan orang-orang hakikat.

Beliau adalah seorang sufi yang bermata satu. Hanya satu mata beliau yang berfungsi bisa melihat. Sementara mata satunya lagi sudah lepas dari tempatnya. “Kenapa matamu yang sebelah itu copot?” tanya Syaikh Abubakar ar-Razi suatu hari pada sang sufi.

“Begini ceritanya. Pada suatu hari, saya memasuki lembah padang pasir dengan berbekal tawakal murni, tidak membawa bekal apa pun selain tawakal itu sendiri. Saya juga berjanji tidak akan makan dari pemberian orang. Nah, lantaran dicekam oleh lapar yang sangat mendera, satu bola mataku kemudian copot.”

Model tawakal yang ekstrem seperti itu, jangan coba-coba dipraktikkan oleh seseorang yang hatinya masih setengah-setengah dalam berpasrah diri kepada Allah Ta’ala, jangan coba-coba dilakukan oleh seseorang yang hatinya masih mudah menoleh terhadap tawaran makanan dan minuman, jangan coba-coba diterapkan oleh seseorang yang hatinya gampang terguncang oleh deraan lapar dan dahaga.

Hanya seseorang yang mata batinnya betul-betul melihat kemahakuasaan Allah Ta’ala untuk menolongnya yang bisa merealisasikan model tawakal yang ekstrem seperti itu. Di hadapan penglihatannya yang tidak mungkin meleset, tidak ada satu pun dari kalangan makhluk yang bisa menimpakan kemanfaatan dan bahaya sekecil apa pun terhadap dirinya, juga terhadap siapa saja, tanpa digerakkan oleh hadiratNya.

Itulah sebabnya kenapa Nabi Muhammad Saw, panutan seluruh umat manusia, tidak merekomendasikan model tawakal yang ekstrem seperti itu. Yang dicontohkan oleh Sang Nabi akhir zaman itu adalah berikhtiar terlebih dahulu, baru kemudian tawakal kepada Allah Ta’ala.

Kenapa model tawakal yang seperti itu yang ditauladankan oleh Sayyid al-Wujud Saw? Tidak lain adalah karena Nabi Pungkasan tersebut merupakan contoh bagi kebanyakan umat manusia yang rata-rata tidak kuat untuk menjalankan model tawakal yang ekstrem sebagaimana telah ditempuh oleh Syaikh Abubakar az-Zaqqaq ash-Shaghir dan beberapa sufi yang lain.

Dengan karunia rohani yang sangat cemerlang, sang sufi senantiasa merasakan berbagai dimensi keilahian melalui sejumlah hikmah yang pernah didengarkan dan dijumpainya di dalam kehidupan. Suatu karunia spiritual yang harganya lebih mahal dibandingkan dunia seisinya. “Aku pernah mendengarkan dari Syaikh Junaid al-Baghdadi,” ungkap sang sufi, “sepotong kalimat tentang fana. Sekarang setelah empat puluh tahun berlalu, rasa nikmat dari kalimat tersebut tidak berkurang sedikit pun.” Waw, begitu dahsyatnya! Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!