Beliau termasuk pembesar di kalangan para sufi Irak. Ilmu yang dimilikinya melimpah ruah. Karamah-karamahnya begitu nyata. Kondisi rohaninya sedemikian cemerlang dan indah. Bersahabat dengan Syaikh Yahya al-Jala’ dan para sufi yang lain. Sezaman dengan Syaikh Junaid al-Baghdadi, Syaikh Ahmad an-Nuri, Syaikh Ruwaim al-Baghdadi, dan lain sebagainya. Wafat pada tahun 299 Hijriah.
Sufi yang memiliki semangat rohani yang sangat tinggi itu meyakini bahwa setiap perjalanan keilahian yang ditempuh oleh para salik mesti diawali dengan heroisme spiritual yang dibangun di atas fondasi kejujuran dan ketulusan. Bagi beliau, hal tersebut merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Tidak boleh tidak. Karena, dengan tidak memenuhi syarat itu, para penempuh lorong-lorong rohani akan dengan sangat mudah terkulai dan terhempas di tengah perjalanan oleh berbagai macam rintangan dan ancaman yang menghadang.
Akan tetapi, jika syarat itu terpenuhi dengan sempurna, maka berbagai macam amal kebaikan dari para salik akan dengan sangat mudah meluncur dengan deras menjadi perhiasan yang begitu indah tidak saja bagi mereka sendiri, tapi juga untuk lingkungan dan masyarakat di mana mereka tinggal. Mereka akan menjadi kebun-kebun rohani yang akan senantiasa menyajikan bernampan-nampan kedamaian, cinta, dan kasih sayang pada kehidupan.
Kesalehan yang sangat sakral dalam konteks kehidupan sosial seperti itu, bagi sang sufi, haruslah merupakan efek dari adanya puncak ketauhidan yang sangat kukuh dan menjulang sekaligus. Yaitu, kesanggupan menggugurkan makhluk-makhluk dari pandangannya karena sedemikian tertarik dan makrifat kepada Allah Ta’ala.
Artinya adalah bahwa makrifat itu akan mengantarkan seseorang yang mengalaminya pada suatu penglihatan yang nyalang bahwa selain hadiratNya, tidak ada satu pun makhluk yang sanggup untuk memberikan manfaat dan mudarat bagi sesama. Itulah yang menjadi alasan kenapa makhluk-makhluk harus gugur dari pandangannya. Dengan gugurnya makhluk-makhluk itu, fokus dari pandangannya hanya tertuju kepada Sang Esa belaka.
Dapat dipastikan bahwa di saat itu seluruh persoalan hidup yang menggelayuti dirinya hanya akan dipasrahkan kepada hadiratNya setelah sebelumnya berikhtiar yang diniatkan semata untuk melaksanakan perintah, bukan untuk merealisasikan keyakinan bahwa ikhtiar itu akan merubah nasibnya, sama sekali tidak.
Seseorang yang telah menikmati karunia rohani seperti dia akan senantiasa siaga menjaga kesucian batinnya dari rasa tertarik dan berpegang kepada segala sesuatu yang selainNya. Atau bahkan dengan karunia spiritual itu dia menjadi sama sekali tidak tertarik kepada yang lain. Sehingga merasa tidak perlu untuk mengeluarkan energi ekstra di dalam menjaga kecemerlangan batinnya. Hidupnya berada di dalam benteng perlindungan yang sangat kuat dari Tuhannya.
Dalam rangka mengukuhkan benteng perlindungan itu, beliau pernah menyatakan dengan tegas dan penuh keyakinan sebagaimana dikutip oleh Abu Nu’aim al-Ashfihani di dalam kitab Hilyah al-Awliya: “Seandainya engkau mengumpulkan hikmah dari orang-orang bijak terdahulu dan kemudian dan engkau mengaku menguasai kondisi rohani para wali, engkau tetap tidak akan sampai pada derajat orang-orang makrifat hingga batinmu tenteram di dalam kepasrahan kepada Allah Ta’ala dan engkau percaya bahwa keseluruhan dari rangkaian hidupmu ditanggung oleh hadiratNya.”
Dengan kalimat lain bahwa penguasaan literer semata terhadap berbagai ilmu rohani yang dimiliki orang-orang suci dari berbagai periode sama sekali bukanlah merupakan jaminan bagi seseorang untuk sampai pada benteng perlindungan rohani yang kuat dan kukuh itu. Bisa tidak ada korelasi antara gudang ilmu tasawuf seseorang dengan kenyataan rohani yang sangat indah dan mengagumkan.
Karena itu, ketenteraman hakiki di dalam kepasrahan batin kepada Allah Ta’ala wajib untuk senantiasa diperjuangkan melalui sejumlah latihan rohani atau riyadhah yang dengan perkenan hadiratNya bisa menjadi perantara bagi para salik untuk mencapai martabat spiritual yang begitu mulia dan luhur itu. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Mayyirah an-Nisaburi - 6 September 2024
- Syaikh ‘Ali Bin Hasan al-Kirmani - 30 August 2024
- Syaikh Musa al-Jirufti - 23 August 2024
Arya
Mantap, saya suka bacaan sufi2