Syaikh Ruzbihan al-Baqli

Beliau adalah Abu Muhammad bin Abi Nashr al-Baqli al-Fasawi asy-Syirazi. Beliau dikenal dengan sebutan Sultan kaum makrifat, Bukti kecerdasan para ulama, Panutan orang-orang yang cinta kepada Allah Ta’ala. Di awal-awal kondisi rohaninya memuncak, beliau pergi ke Irak, pergi ke Hijaz, pergi ke Syiria.

Beliau menyimak Shahih al-Bukhari bersama Syaikh Abu Najib as-Suhrawardi ketika waktu kecil di Iskandariah, Mesir. Beliau mengenakan kain sufi yang dikenal dengan khirqah dari Syaikh Sirajuddin Mahmud bin Khalifah bin ‘Abdissalam bin Ahmad bin Salibah.

Beliau dikenal sebagai sufi yang menekuni riyadhah-riyadhah yang berat di tengah masyarakat Syiraz, juga di atas gunung-gemunung yang menjulang di Syiraz. Sering sekali beliau merasakan Allah Ta’ala. Bahkan sampai tenggelam. Yang partikular tenggelam ke dalam diri yang universal, yang juz’i tenggelam dalam diri yang kulli.

Beliau mengalami cinta yang abadi, cinta yang selamanya. Cinta yang dibawa sampai mati. Duka derita karena cinta tidak pernah tentram. Air matanya senantiasa meleleh. Terus meleleh. Tidak ada waktu bagi beliau yang berlalu tanpa ketidakketenangan. Beliau menikmatinya sendirian. Menikmati air matanya seorang diri.

Tidak ada waktu yang berlalu tanpa rintihan. Tidak ada yang berlalu tanpa erangan. Setiap malam kelihatan menangis. Setiap malam kelihatan merintih. Beliau memiliki ungkapan yang tidak dipahami banyak orang. Ungkapan yang dipahami oleh dirinya atau yang sepadan dengan dirinya sendiri.

Dan di antara ungkapannya yang tidak dipahami banyak orang itu adalah sebagaimana berikut ini: “Setiap orang yang tidak pernah didengar oleh telinga-telinga, yang tidak pernah dilihat oleh mata-mata zaman di alam semesta ini, dia berada di tanah liatku yang qadim. Berdirilah dan pandang tanah liatku, kau akan kukuh dengan keyakinan.”

Syaikh Ruzbihan al-Baqli memiliki banyak karya. Di antaranya yang terpenting adalah tafsirnya tentang al-Qur’an yang terdiri dari tiga jilid tebal-tebal. Tafsir ini merupakan tafsir tasawuf yang sekelas dengan Kitab Tafsir Ibn ‘Arabi. Dari segi referensi, lebih mentereng ketimbang kitab yang kedua tersebut.

Dalam salah satu tafsirnya tentang basmalah diungkapkan, lewat keterhubungan denganKu, tinggalkan keterhubunganmu dengan Nabi Adam. Artinya adalah bahwa kita lebih bernisbat kepada Allah Ta’ala secara langsung ketimbang kita bernisbat kepada Nabi Adam. Bernisbat kepada Nabi Adam lebih bertele-tele. Juga rumit.

Bernisbat kepada Allah Ta’ala lebih gampang. Bukankah di atas alam semesta langsung Allah? Seluruh alam semesta mumkinat al-wujud. Mungkin ada, mungkin tidak ada, tergantung kehendakNya. Hanya Allah satu-satunya yang Wajib al-Wujud. Allah yang wajib ada. KeberadaanNya tidak didahului oleh ketiadaan. Sedangkan seluruh makhluk pastilah keberadaannya didahului oleh ketiadaan.

Itulah sebabnya, Syaikh Junaid al-Baghdadi menyatakan bahwa ahli makrifat meniadakan dari dalam hati mereka apa pun yang selain Allah Ta’ala, sepenuhnya tiada. Karena walaupun mereka ada, mutlak sepenuhnya bergantung kepada Allah Ta’ala. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!