Tiada Versus

Judul        : Kreativitas dan Kebernian (Risalah tentang Proses Kreatif dalam Pandangan Eksistensialisme)

Penulis         : Rollo May (Bapak Psikoterapi Eksistensial)

Alih Bahasa : Afthonul Afif

Edisi             : Pertama, Januari 2019

Tebal            : 252 Halaman, 14 x 20 cm

Penerbit        : DIVA Press

ISBN            : 978-602-7696-75-4

Apa jadinya bila hidup manusia tanpa masalah? Mungkin sebagian membayangkan kehidupan yang sangat mudah, ada pula yang berpendapat hidup akan menjadi datar dan membosankan. Faktanya memang dalam menjalani hidup, manusia menghadapi begitu banyak masalah dan beragam. Kita memiliki kualitas-kualitas sebagai alat yang membantu untuk menemukan solusi dalam tiap masalah, walau masalah yang terselesaikan sebenarnya akan menjadi awal permasalahan baru (bisa jadi). Begitulah kehidupan berputar, berdialektika.

Keberanian, salah satu kualitas yang dibutuhkan bagi tiap-tiap manusia. Dalam bukunya, Rollow May meletakkan keberanian sebagai fondasi dasar dari seluruh nilai-nilai personal diri kita seperti cinta atau kesetiaan. Keberanian bukan semata kenekatan seperti orang-orang yang mengaku pejuang dengan bom bunuh diri di beberapa gereja yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu. Keberanian menjadi jantung yang memompa tiap-tiap nilai-nilai personal lebih berdaya dan tak hanya menjadi artifisial semata. Keputusan-keputusan per hari yang melibatkan keberanian menjadi wujud eksistensi kita. Mengenai konsep keberanian dalam praktik-praktik keseharian bukan diletakkan dalam porsi keyakinan yang utuh, justru ketika ada keraguan di dalamnya melahirkan dialektika yang mengakibatkan tidak serta-merta menjadi jemawa pada simpulan paling benar, melainkan membuka pintu lebar-lebar atas kekeliruan-kekeliruan yang kemudian dapat diperbaiki.

Beberapa jenis keberanian diklasifikasi dalam buku ini, salah satunya keberanian kreatif. Dianggap yang paling krusial dalam eksistensi manusia, keberanian kreatif memungkinkan manusia untuk mencipta, melahirkan simbol-simbol baru yang pada akhirnya memengaruhi perjalanan hidup manusia. Aktivitas mencipta lekat bagi praktik-praktik kesenimanan, tidak terbatas pada karya seni belaka melainkan pula pada konteks terciptanya pengetahuan dan penemuan-penemuan baru.

Tentu saja tak mudah melahirkan sesuatu yang baru, untuk itu kreativitas menjadi sangat dibutuhkan. Seperti Archimedes dengan ungkapan “eureka”-nya, kreativitas muncul seakan tiba-tiba, numun sebenarnya tidaklah demikian. Beberapa hal yang dapat menstimulasi munculnya kreativitas.

Rollo May dengan sangat rapi memaparkan bagaimana kreativitas bekerja. Dibutuhkan pertemuan dalam sesuatu yang menarik bagi kita, pertemuan tersebut dimaksudkan sebagai stimulan awal untuk kita “suntuki”, kita gulati setiap saat. Lalu dibutukan jeda dari sesuatu yang kita suntuki tersebut, sebagai aktivitas pengendapan yang kemudian memunculkan gagasan pencerahan (jika boleh dikatakan begitu) yang seakan muncul tiba-tiba, eureka.

Fungsi pertemuan dan intensitas kita pada sesuatu yang selalu kita geluti secara sadar demi satu tujuan tertentu yaitu sebuah penciptaan, akan mengendap pada sisi alam bawah sadar kita, kemudian pada titik tertentu muncul sebagai penawar bagi masalah-masalah yang timbul. Begitulah Rollo May menempatkan  kesadaran dan alam bawah sadar di posisi tanpa berat sebelah.

Bagai Dua Sisi Telapak Tangan

Meminjam konsep semiotika Ferdinand de Saussure tentang oposisi biner, yang dikritik oleh Derrida karena dianggap menempatkan penanda (langue) lebih bermakna daripada petanda (parole). Bagi Derrida letak parole juga penting sebagai pintu masuk awal bagi sebuah makna. Keduanya saling berkaitan, tidak ada yang dilemahkan ataupun melemahkan, tiada versus.

Begitu pula saat bicara mengenai kesadaran dan alam bawah sadar manusia. Keduanya bagai dua sisi telapak tangan dengan berat fungsi yang sama, seimbang. Rollo May, memandang alam bawah sadar kita sangat membantu dalam proses kreatif. Dalam kondisi sadar manusia melakukan proses pencariannya, aktivitas alam bawah sadar yang kemudian menemukan jalan keluarnya. Tak ada yang diberatkan dari dua kondisi tersebut. Dalam proses pencarian pasti kita bertemu dalam kondisi yang jenuh pada akhirnya, atau selayaknya pencarian hingga mencapai jenuh, kemudian kondisi jenuh tersebut diistirahatkan (jeda). Dalam kondisi jeda itulah alam bawah sadar bekerja membuka saraf-saraf wawasan yang telah kita kantongi untuk kemudian diformulasikan menjadi sesuatu, maka terjadilah penemuan jawaban (solusi) atas masalah yang dihadapi.

Dalam mitos-mitos Yunani yang lekat mengenai Athena, patung-patung penuh simbol. Mitos tak ditempatkan sebagai kebohongan-kebohongan melainkan dipenuhi simbol-simbol yang indah agar manusia mampu membuka tabirnya dan memaknainya secara berulang-ulang. Simbol-simbol yang ada menjadi stimulasi pencarian bagi manusia hingga pemaknaan dilahirkan.

Memaknai eksistensial ala Rollo May, kita diajak untuk menggunakan logika terbalik dari sesuatu hal. Sesuatu yang telah biasa digunakan dalam khalayak umum menjadi titik tolak agar mencari opposite-nya, menjadi makna baru yang memungkinkan lahirnya kebaruan-kebaruan.

Gabungan proses logika terbalik, dengan pertemuan-pertemuan intens terhadap sesuatu, maka proses kreativitas dapat diwujutkan.

Antara Teori dan Praksis     

 

Tak banyak buku dengan sangat seimbang memaparkan sebuah teori dengan langkah praksis penerapannya. Bagi saya yang sehari-hari melakukan praktik-praktik mencipta karya seni rupa, buku ini begitu membantu untuk proses-proses penciptaan. Menyajikan sebuah konsep kerja alam bawah sadar yang mudah dimengerti juga langkah-langkah lahirnya kreativitas. Kecenderungan penciptaan karya rupa adalah fokus pada bentuk yang seolah menghadirkan batasan, namun ternyata batasan tersebut dibutuhkan bagi proses kreatif agar ukuran-ukuran kebaruan dapat ditengarai. Pengejawantahan proses kreatif juga pada akhirnya melibatkan bentuk, sehingga ada wujud nyata yang dapat teramati yang kemudian akan berdialektika dengan karya-karya bersinggungan.

 Bahasa yang digunakan Afthonul Afif dalam menerjemakan, ringan dan mengalir, tidak terlampau banyak menggunakan istilah ilmiah seperti buku babon yang berdasar filsafat lainnya.

Rafika D Anggraini
Latest posts by Rafika D Anggraini (see all)

Comments

  1. Nurina Susanti Reply

    Mbakkk Rafikaaaa 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!