Yang Mendamba Perdamaian-Yang Menolak Perang

Anton adalah seorang ahli matematika. Keahliannya pernah membawanya masuk dalam nominasi peraih Fields Medal Once—penghargaan setara Nobel, khusus di bidang matematika. Dia menjalani hidup dengan berprofesi sebagai guru matematika. Matematika dan dunia pendidikan adalah dua perkara di mana perhatiannya tercurah habis. Dia menjalani hari-harinya yang berbahagia sebagai pengajar.

Cveta adalah seorang perempuan yang sangat mencintai anak-anak. Sosoknya yang pengasih membuat anak-anak juga menyayanginya. Kecintaannya itu membuatnya memilih profesi sebagai guru sekolah dasar. Kariernya berjalan baik sehingga akhirnya dipercaya menjadi kepala sekolah.

Anton dan Cveta adalah teman semasa sekolah. Mereka terpisah ketika lulus sekolah menengah dan sejak saat itu tidak pernah bertemu lagi. Menjalani hidup dan masa depan masing-masing hingga terjadinya sebuah peristiwa yang tidak pernah mereka bayangkan, tidak pernah terlintas sedikit pun oleh para warga Pogoren. Sebuah peristiwa yang mengakhiri karier keduanya sebagai guru. Sebuah kejadian yang mengubah wajah kota. Sebuah peristiwa yang mengubah cerita hidup Anton dan Cveta, serta semua warga Pogoren.

Hari itu, kota dipenuhi bising senjata dan suara ledakan menggema bersama sirene ambulans yang hilir mudik. Bangunan satu per satu hancur, roboh, menyisakan puing. Orang-orang berlari kebingungan mencari tempat berlindung, mencari sanak saudara mereka, dalam kesedihan yang penuh. Batas hidup dan mati semakin samar dan terasa dekat. Ketika puing adalah akhir dari tembakan dan ledakan bom. Ketika amarah dan air mata berkecamuk di dada masing-masing orang. Takdir mempertemukan Anton dan Cveta. Pertemuan yang tidak pernah mereka bayangkan. Bertemu sebagai sosok yang berbeda, bertemu dalam perasaan yang sama. Kesedihan dan ketakutan.

Di sebuah bangunan yang telah hancur separuh, menjadi pilihan yang tersedia dari sedikit. Berlindung dari perang yang membuat mereka tidak punya banyak pilihan untuk bertahan hidup. Perang membuat mereka berakhir di tempat seperti itu. Dinding-dinding separuhnya hancur, dinding yang berlubang peluru, adalah selemah-lemahnya perlindungan yang bisa mereka harapkan. Mereka tidak bisa memastikan sampai kapan dan seberapa jauh bisa bertahan. Karena maut terasa sangat dekat di sana. Kematian adalah kenyataan yang lebih dekat dibanding hidup di hari-hari itu.

Meskipun di tengah derita yang sama, Anton dan Cveta masih percaya bahwa kemanusiaan tidak ikut musnah di tengah perang. Beberapa warga berkeliling mengunjungi tempat-tempat perlindungan untuk berbagi dan menawarkan bantuan. Berbagi kelebihan makanan yang jelas lebihnya adalah sedikit saja dan terbatas. Masih ada harapan atas kemanusiaan di situasi ketika hampir semua orang berubah, hanya agar tetap bisa bertahan hidup. Tapi dengan daya batas yang sangat rendah, niat baik yang mereka miliki dibatasi oleh sumber daya yang mereka punya. Kemampuan apa yang bisa dibagikan lagi, ketika yang ditemui dan dimiliki hampir tak ada?

Di saat itu, maut hadir dalam rupa-rupa wajah dengan segala kemungkinannya yang nyata. Dia bisa hadir sebagai sosok-sosok bersenjata yang bisa sewaktu-waktu datang dan menyerang. Peluru tajam dan ledakan bisa menghantam kapan saja. Dia juga bisa muncul dalam rupa-rupa penyakit dan kelaparan. Hidup di bawah reruntuhan, di kondisi bahan makanan yang tidak tersedia. Beberapa kali mereka tidak punya pilihan selain memakan daging tikus hanya untuk mengisi perut-perut mereka yang kosong. Wajah kematian juga bisa hadir dalam wujud putih seperti malaikat. Musim dingin yang membekukan, yang menyerang mereka di bawah reruntuhan, di bawah atap dan dinding menganga. Ajal bisa muncul dalam wajah yang sangat mereka kenali. Wajah-wajah sedih dan ketakutan seperti mereka. Mereka yang tidak punya banyak pilihan. Pilihan sebatas hanya pada membunuh atau dibunuh, merampok dan membunuh, atau mati kelaparan.

Anton dan Cveta menolak kalah. Bertahan semampu dan sebisa mereka. Menjaga agar tetap waras di tengah kegilaan, ketika nyawa terasa murah. Meski mereka tahu semua tidak pernah dan tidak akan mudah. Bayangan bahwa perang pasti berakhir, adalah harapan yang coba mereka rawat dalam jiwa masing-masing, berusaha agar bisa tetap hidup semampu mereka. Meski mereka tahu keahlian mereka masing-masing tidak lagi berarti banyak di kondisi seperti itu. Serangan yang bisa hadir sewaktu-waktu adalah peristiwa yang tidak bisa dikalkulasi menggunakan rumus matematika. Dan menghindari mereka yang menyerang tidak selalu bisa dengan menasihati mereka, layaknya menasihati anak kecil untuk berhenti mengarahkan senjata.

**

Video Game Perang yang Antiperang

Anton dan Cveta adalah dua dari banyak karakter yang bisa ditemui dan dimainkan dalam serial gim This War of Mine (TWOM). Meski hanya sebuah karakter, sosok tersebut memberikan sedikit gambaran tentang kenyataan bernama perang. Diproduksi oleh 11 Bit Studios pada tahun 2014 dan masih bisa dimainkan sampai hari ini. TWOM adalah gim perang yang berbeda. Kita tidak akan mendapati diri memainkan karakter yang berada di garda depan peperangan, yang bertugas menembak atau membunuh dengan cara apa pun musuh agar kita bisa meraih kemenangan. Berperang dan membunuh sebanyak-banyaknya bukan misi utama. Meski membunuh bisa jadi salah satu pilihan tidak terhindarkan agar bisa tetap bertahan.

Karakter yang dimainkan dalam TWOM adalah korban perang yang berkecamuk. Alur ceritanya terinspirasi dari perang saudara di Sarajevo yang pecah pada tahun 1992 hingga 1995. Di milenium ketika Perang Dunia telah berakhir. Alih-alih membutuhkan karakter petarung yang kuat, karakter-karakter yang bisa dimainkan adalah gambaran manusia dengan segala kompleksitas hidup. Dengan segenap emosi berbeda-beda. Membunuh atau menyakiti orang lain bisa berpengaruh terhadap emosi beberapa karakter. Kesedihan dan kekecewaan bisa muncul, dan puncak dari segalanya bisa berujung pada depresi berat yang membuat karakter mungkin saja melakukan bunuh diri atau kabur dari shelter. Ketika permainan berakhir, akan muncul epilog yang menceritakan bagaimana karakter yang kita mainkan, hidup setelah perang berakhir. Atau bagaimana kisah karakter yang mati di tengah permainan, bagaimana pandangan keluarga dan orang-orang terdekat dari mereka yang tidak berhasil melalui perang. Kisah dari mereka yang selamat, akan tergambarkan bahwa ternyata kebanyakan dari mereka merasakan bahwa perang telah menciptakan trauma mendalam dalam hidup, beberapa mungkin tidak bisa lagi bertahan di negara sendiri, memilih pindah demi mencari rasa aman, untuk menghapus luka yang membekas di tengah perang. 

**

Simon Parkin, menulis di New Yorker sebuah artikel berjudul “This War of Mine and the New Combat Aesthetic”. Dia menyebutkan, Michal Drozdowski, Direktur Kreatif 11 Bit Studios, perusahaan di balik This War of Mine, menjelaskan dalam pertemuan dengannya, “Pengalaman utama orang-orang dalam perang biasanya mengintai dan menunggu sesuatu terjadi.

“Seperti tentara, pengemudi bus, kasir, dan warga sipil lainnya harus melakukan apa yang diperlukan untuk bertahan hidup. Dalam permainan ini melibatkan banyak dilema moral. Apakah layak pergi ke supermarket lokal yang telantar, atau haruskah menyerbu rumah pasangan tua berkaki lambat di sebelah tempat Anda? Perjalanan ke gudang mereka yang lengkap, mungkin akan memperpanjang hidup Anda, yang pada gilirannya, akan memberi Anda waktu untuk bertahan hidup. Namun mereka pun bisa melakukan hal yang sama kepada Anda sewaktu-waktu.”

Michal Drozdowski menyebutkan bahwa gim ini hadir setelah melakukan riset panjang selama dua tahun tentang Perang Sarajevo. Mewawancarai para korban perang, mengumpulkan data-data yang tersedia, kemudian meramunya menjadi sebuah permainan untuk menunjukkan kengerian sebuah perang.

Dilema moral yang dihadirkan di tengah kesulitan, menjadi inti dari permainan ini. Posisi 11 bit Studios jelas, mereka menolak perang, bagaimanapun bentuknya. Di awal gim, sebuah kutipan dari Hemingway menjadi pembuka: “In modern war you will die like a dog for no good reason”.

Sejak rilis pada tahun 2014, TWOM meraih lebih dari 100 penghargaan dan telah terjual 6 juta copy sampai hari ini. Penghargaan yang diraih di antaranya Best of PAX, Independent Games Festival Audience Award. Metro UK memberikan komentar positif bahwa gim ini merupakan upaya berani, dan sebagian besar berhasil, untuk menunjukkan sisi lain perang dari sudut pandang sipil, yang berhasil sebagai drama interaktif bahkan ketika kadang-kadang kamu gagal dalam permainan ini.

**

Cerita-Cerita Antiperang

Perang adalah satu dari sedikit bencana yang dilahirkan oleh manusia. Sebuah anomali di tengah kemajuan peradaban, ketika kampanye tentang hak asasi manusia tidak pernah berhenti dikumandangkan. Sampai hari ini, kita masih mendapati korban-korban perang seperti di Palestina misalnya, di banyak negara yang tersebar dari Asia hingga Afrika. Beberapa dari mereka memilih bertahan di tanah mereka, di bawah puing dan trauma dan ketakutan yang tidak juga reda. Di lain sisi, beberapa yang lain harus meninggalkan tanah air untuk mendapat suaka, berharap kedamaian dan hidup layak, yang dalam prosesnya tidak pernah mulus juga.

Kita mendapati betapa banyak imigran ditolak memasuki wilayah sebuah negara, mereka harus menaiki kapal kecil yang akhirnya karam di tengah lautan, serta tindak rasisme kerap mereka terima di negara tujuan, adalah sedikit kisah kepahitan mereka yang mencari peruntungan dengan meninggalkan tanah air.

Alasan untuk menciptakan perdamaian mungkin sama banyaknya dengan alasan kenapa orang berperang. Terlalu banyak untuk dijelaskan. Terlalu banyak pembenaran yang akan saling mendebat. Tapi yang jelas dari semua, bahwa perang sungguh hanya akan membawa penderitaan. Kita mendapati kisah-kisah tentang mereka yang terpaksa berada atau turun di medan juang. Kekuasaan bernama negara punya daya paksa yang mengikat ke warganya. Atas nama nasionalisme bla … bla … bla … Sementara mereka tidak tahu, untuk apa mereka memanggul senjata.

Beberapa negara menerapkan wajib militer bagi warganya. Sebuah pembekalan untuk menghadapi perang yang kapan saja bisa terjadi. Bahkan kita kerap mendengar isu bahwa beberapa negara malah memiliki atau harus menyewa tentara bayaran untuk mewanti-wanti perang yang akan pecah. Di lain sisi, hadir semacam antitesis dari semua itu. Sementara di belahan bumi lain memperkuat basis militer, membelanjakan uang negara untuk membeli senjata dan melahirkan tentara-tentara baru, beberapa negara mengarahkan dirinya pada pengurangan jumlah pasukan, tentara, bahkan sama sekali membubarkannya. Kosta Rika adalah salah satu contoh menarik. Sejak 1948, institusi militer dilenyapkan. Negara tersebut lebih memilih untuk melahirkan banyak guru ketimbang tentara. Dan selama 74 tahun, negara tersebut hidup tanpa bayang-bayang ancaman peperangan. Justru tanpa tentara, mereka bisa hidup damai, jauh dari bayang-bayang perang saudara yang kerap terjadi di masa lalu.

Muhammad Ali, petinju legendaris Amerika, juga punya kisah tentang penolakannya terhadap perang. Dia pernah menolak ikut dalam kompi pasukan AS ke Vietnam. “Hati nurani saya tidak akan membiarkan saya pergi menembak saudara saya, atau beberapa orang yang warna kulitnya lebih gelap, atau beberapa orang miskin yang kelaparan di lumpur untuk Amerika yang kuat dan besar,” kata Ali dalam sebuah wawancara tahun 1965 yang tercatat dalam otobiorafi Ali, The Greatest: My Own Story. Cuplik kisah penolakan Ali juga diceritakan, betapa muaknya dia atas kebijakan pemerintah Amerika terkait Perang Vietnam. “Menembak mereka untuk apa? Mereka tidak pernah menyebut saya negro, mereka tidak pernah membunuh saya, mereka tidak memerintahkan anjing menyerang saya, mereka tidak merampok kebangsaan saya, memperkosa dan membunuh ibu saya. Lantas untuk apa saya harus menembak mereka? Menembak mereka, para orang-orang miskin?” Pernyataan Ali kuat dan jelas yang terkesan satir, di mana perlakuan buruk itu pernah diterimanya di masa lalu di negara adidaya dan maju, negaranya sendiri.

Kisah penolakan Ali tidak jauh berbeda dengan kisah Suheir Hammad. Suheir, adalah seorang penyair Amerika, penulis, aktris, sekaligus aktivis. Dia lahir di Amman, Yordania, dari pasangan pengungsi Palestina. Mereka bermigrasi ke Brooklyn, New York, ketika Suheir berusia lima tahun. Apa yang dia alami beserta keluarganya membentuk dirinya sebagai sosok perempuan tangguh yang menyerukan perdamaian. Dia yang nasibnya telah berubah, tidak menghendaki ada lagi anak-anak, perempuan seperti dirinya harus menjadi korban adu otot kekuasaan. Dia tidak ingin kekuasaan menyeret-nyeret warga terlibat perang yang mungkin sama sekali tidak mereka mengerti alasannya, yang mungkin sama sekali tidak mereka kehendaki. Sebuah puisinya yang sangat menggugah pernah dibacakan di forum besar TED Talks pada tahun 2010. “Aku tak akan menari dengan genderang perangmu//Tak akan kupinjamkan jiwa dan tulangku ke genderang perangmu//Aku tak akan menari seiring tabuhanmu//Aku tahu tabuhan itu//Tak bernyawa//Kukenal dekat kulit yang kau pukul//Dulu dia hidup, diburu, dicuri, diregang//..Aku tak akan membenci untukmu atau bahkan membencimu//Aku tak akan membunuh untukmu//Terutama aku tak akan mati untukmu//Aku tak akan berkabung dengan membunuh atau bunuh diri//Aku tak akan memihakmu atau menari dengan bom hanya karena semua orang menari//….

**

Kisah Ali dan Suheir adalah kisah nyata yang banyak sekali bisa kita temui pada mereka yang menjadi korban atas nama kekuasaan. Ali dan Suheir mungkin sosok yang beruntung di antara jutaan kemalangan para korban perang. Mereka yang dipaksa mengangkat senjata, atau terpaksa harus meninggalkan tanah airnya, tanah leluhurnya, dan terpaksa hidup di bawah puing, merasakan satu demi satu kematian, sesuatu yang juga tidak lepas dari dirinya. 11 bit Studio lewat This War of Mine, adalah sedikit contoh yang menyajikan kepada kita betapa beratnya melalui masa-masa perang. Simulasi yang dicipta untuk mempertanyakan kembali makna kemanusiaan dan nilai-nilai kebaikan yang kita pegang. Memproyeksikan situasi sulit yang akan menunjukkan siapa dirimu sebenarnya. Pemerintah Polandia memasukkan gim ini sebagai salah satu mata pelajaran di SMU. Pemerintah ingin agar para siswa menyadari bahwa perang adalah salah satu warisan sejarah yang harus dihapuskan. Sebuah produk yang dibuat untuk kampanye, untuk menciptakan perdamaian di muka bumi. Menanggapi perang Rusia-Ukraina, mereka mendonasikan keuntungan dari gim ini untuk tenaga medis di sana. Sebuah tindakan-tindakan kecil perlawanan. Sebuah tindakan yang mengingatkan kita sekali lagi, meski sudah berkali-kali, bahwa perang hanya menyisakan derita dari banyak warga sipil yang terjepit atas nama kekuasaan.  

Anwar Makatengnga
Latest posts by Anwar Makatengnga (see all)

Comments

  1. Zul alvendri Reply

    Naskah cerpen

  2. Anwar Reply

    Bukan mas,, itu penafsiran cerita atas gamenya..🙏🏿

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!