
Melata ke Kedai Gunting Rambut
yang menggantung dari liputan
menunggu terpenggal dari pikiran
ular beludak tak bunting tapi beranak-pinak
limpasan dari gunung
seonak belum pernah gugur
rajin menambah helai
terus menanam kehendak
di dalam kelopaknya tumbuh serindu
saatnya menunggu dikoyak berani
sehentak itu sempurna membuka cinta
setapis itu juga amuk belati masih bersarang
membekaskan karang di dada seorang lelaki
malu betul degup menyibak hasrat
tak tersingkap mata, kaku ditangkap purnama
mirip semerah aduh
dua malu yang sungguh kepincut dadu
tapi tak tahu cara menyatu
lelaki menyimpan lama bara satu mau
sekikuk batang tapi tak mampu berderai
dada terpukul dalam kepungan cemburu
menambah sengit membentengi malu-malu
masa lalu masih sembunyi di rerimbun kepala
sia-sia menerangkan cinta segala ada
di lorong kepala, lintah pelik asyik memberi delik
siapa yang mau takluk tertekuk
jalang yang ia bentuk
semua aral belum renyuk
ia pun mencari khusuk, cara menumpas kutuk
mengikis kecamuk berbulu tabu
jangan berakar di kolong kalbu
sore ini betul-betul gigih mau siuman
sebagai berandal mau pulang mengidap sesal
Jakarta, 2024
Tonil Beraksi
meski setali babak belur muka
kuku dardanella patuh didera
pergumulan sengit cuaca
menyepuh bagian sarat upaya
dengan seputih kata mutiara
anggap bertahan bertahun serajin latah perajin
meski tak sudah menatah
hanya berbilur warna semu angkasa
terbata memahami angkara
sedang hati yang kuncup tetap lebam
tak paham cara mendalam memendam
apalagi bayang-bayang awan terkelam
menambah pasti di mata terpejam
jadi tumbuh sembab arah segala luka
ungkit murka serupa pelarian tiba
meminta tak terduga-duga
saat buntu di liku-liku doa
ia panggil hantu primadona tanpa jiwa raga
bisa tembus dari kapan saja tanpa aba-aba
tolong mengusik rupanya
yang parah porak-poranda
Palmerah, 2024
Diintai Kucing dalam Karangan
angin belum selesai membelai gelas kelasi
tapi bibirmu sudah mengecup secelup porsi
sepantar waktu tuan mengarak haru biru
sesudahnya tak terlihat mengulum haram
yang gemar berseri berseru
tak ada yang mau sediam-diam jam bergerak
menimbun hikayat sampai tiba-tiba waktu meletup
serupa merdunya riwayat
konon disaksikan malam tak sempat henti
saat kabar berhasil mengultuskan gelap
sewaktu itu pula cita-cita dikuburkan sebagai pahlawan
yang terjerat saat menabung harum
menjadi idaman sezaman
permasuri gemuk tak terbiasa lagi malu-malu
cepat menutupi usia. mengulum nikmat luar biasa
itu dan anu tergelak hikmat. meski tirisan liku-liku malam itu.
secepat itu arus membuncah ke arah keliru
menghanyutkan tatapan bisu
tuan-puan dan putera-puteri semampai
hanya bermuka tertimpa haru
dilingkupinya lebih seribu nafsu menambah hirarki
tak habis-habis diciduk seteru
sekian tegak kuduk yang diaminkan kudus
patah sebelum menggaruk durjana
diajak tengkurap jadi oleh-oleh kucing seekor
berbagi nasib berkurap mengerang di dalam karung
takluk berfantasi, tutup mata tutup telinga
Palmerah Utara, 2024
Bintang Belajar dari Pelataran Binatang
(1)
siapa sebenarnya guru tak menyimpan guruh?
paman beruang meminta kalbu tapi berkubang madu
atau kerbau tak malu-malu berkarang tungau
kering kelabu di lumpur, tak tahu asal-usul kutu buku
dua-dua tak pernah mau ditilik kemana mengusung setengah ragu-ragu
sembunyi ke danau atau berkubang di samping dangau
(2)
Akhirnya hanya pelanduk yang mau tunduk,
tak terhalang niat bercabang siasat tanduk
pun rebah kambing hitam akibat tak sanggup
mengangguk jadi pitam. ingatan pun terendam
masa lalu ditanam pelatuk. segala serasa pergi diam-diam
sebangsa bangsat tak kunjung belingsat
terus berlindung di celah kursi pusaka melepas celaka
tak terusir pagi yang giat mencari-cari mata
satu-satu kenyataan hanya menambah berat
selalu mengerat sambil berhasrat berkarat
bahkan terasa lebih menjerat
sedangkan tuntutan hanya berani komat-kamit
terjepit di buaian sejak kepincut nafsu lelembut
(3)
beo terfasih setelah tak risih mencatut
masih meneruskan kebiasaan kata-kata tak patut
tak pernah mencatat, masih memilih meniru serentak.
bertumpu entah dari siapa atau ke siapa
demikian tindak-tanduk subuh keledai. tak lagi gemulai
kuda sintal terbinal pun sesudah mudah terjungkal
sungguh memaksa memikul nafsu bersatu
belum berjuang sudah terburu-buru melepas mau
seratus kali mau melampaui malu
tapi nakalmu masih tertakar dangkal
Medan, 2025
- Puisi Bresman Marpaung - 12 August 2025
- Puisi-Puisi Bresman Marpaung; Laskar Berusia Sehari - 16 October 2018