Puisi Bresman Marpaung

Melata ke Kedai Gunting Rambut

 

yang menggantung dari liputan

menunggu terpenggal dari pikiran

ular beludak tak bunting tapi beranak-pinak

limpasan dari gunung

seonak belum pernah gugur 

rajin menambah helai

terus menanam kehendak

 

di dalam kelopaknya tumbuh serindu

saatnya menunggu dikoyak berani

sehentak itu sempurna membuka cinta

 

setapis itu juga amuk belati masih bersarang

membekaskan karang di dada seorang lelaki

malu betul degup menyibak hasrat 

tak tersingkap mata, kaku ditangkap purnama

mirip semerah aduh

dua malu yang sungguh kepincut dadu

tapi tak tahu cara menyatu

 

lelaki menyimpan lama bara satu mau

sekikuk batang tapi tak mampu berderai

dada terpukul dalam kepungan cemburu

menambah sengit membentengi malu-malu

 

masa lalu masih sembunyi di rerimbun kepala

sia-sia menerangkan cinta segala ada

di lorong kepala, lintah pelik asyik memberi delik

 

siapa yang mau takluk tertekuk

jalang yang ia bentuk

semua aral belum renyuk

ia pun mencari khusuk, cara menumpas kutuk

mengikis kecamuk berbulu tabu

jangan berakar di kolong kalbu

 

sore ini betul-betul gigih mau siuman

sebagai berandal mau pulang mengidap sesal 

 

Jakarta, 2024

 

 

 

 

Tonil Beraksi


meski setali babak belur muka

kuku dardanella patuh didera

pergumulan sengit cuaca

menyepuh bagian sarat upaya

dengan seputih kata mutiara

anggap bertahan bertahun serajin latah perajin

meski tak sudah menatah

hanya berbilur warna semu angkasa

terbata memahami angkara

 

sedang hati yang kuncup tetap lebam

tak paham cara mendalam memendam

apalagi bayang-bayang awan terkelam

menambah pasti di mata terpejam

 

jadi tumbuh sembab arah segala luka

ungkit murka serupa pelarian tiba

meminta tak terduga-duga

saat buntu di liku-liku doa

 

ia panggil hantu primadona tanpa jiwa raga

bisa tembus dari kapan saja tanpa aba-aba

tolong mengusik rupanya

yang parah porak-poranda

 

Palmerah, 2024

 

 

 

 

 

Diintai Kucing dalam Karangan

 

angin belum selesai membelai gelas kelasi

tapi bibirmu sudah mengecup secelup porsi

sepantar waktu tuan mengarak haru biru

sesudahnya tak terlihat mengulum haram

 

yang gemar berseri berseru 

tak ada yang mau sediam-diam jam bergerak

menimbun hikayat sampai tiba-tiba waktu meletup

serupa merdunya riwayat

 

konon disaksikan malam tak sempat henti

saat kabar berhasil mengultuskan gelap

sewaktu itu pula cita-cita dikuburkan sebagai pahlawan

yang terjerat saat menabung harum

menjadi idaman sezaman

 

permasuri gemuk tak terbiasa lagi malu-malu

cepat menutupi usia. mengulum nikmat luar biasa

itu dan anu tergelak hikmat. meski tirisan liku-liku malam itu.

secepat itu arus membuncah ke arah keliru

menghanyutkan tatapan bisu

 

tuan-puan dan putera-puteri semampai

hanya bermuka tertimpa haru

dilingkupinya lebih seribu nafsu menambah hirarki

tak habis-habis diciduk seteru

 

sekian tegak kuduk yang diaminkan kudus

patah sebelum menggaruk durjana

diajak tengkurap jadi oleh-oleh kucing seekor

berbagi nasib berkurap mengerang di dalam karung

takluk berfantasi, tutup mata tutup telinga

 

Palmerah Utara, 2024

 

 

Bintang Belajar dari Pelataran Binatang


(1)

siapa sebenarnya guru tak menyimpan guruh?

paman beruang meminta kalbu tapi berkubang madu

atau kerbau tak malu-malu berkarang tungau

kering kelabu di lumpur, tak tahu asal-usul kutu buku

dua-dua tak pernah mau ditilik kemana mengusung setengah ragu-ragu

sembunyi ke danau atau berkubang di samping dangau

 

(2)

Akhirnya hanya pelanduk yang mau tunduk,

tak terhalang niat bercabang siasat tanduk

pun rebah kambing hitam akibat tak sanggup

mengangguk jadi pitam. ingatan pun terendam

masa lalu ditanam pelatuk. segala serasa pergi diam-diam

 

sebangsa bangsat tak kunjung belingsat

terus berlindung di celah kursi pusaka melepas celaka

tak terusir pagi yang giat mencari-cari mata

 

satu-satu kenyataan hanya menambah berat

selalu mengerat sambil berhasrat berkarat

bahkan terasa lebih menjerat

sedangkan tuntutan hanya berani komat-kamit

terjepit di buaian sejak kepincut nafsu lelembut

 

(3)

beo terfasih setelah tak risih mencatut

masih meneruskan kebiasaan kata-kata tak patut

tak pernah mencatat, masih memilih meniru serentak.

bertumpu entah dari siapa atau ke siapa

 

demikian tindak-tanduk subuh keledai. tak lagi gemulai

kuda sintal terbinal pun sesudah mudah terjungkal

sungguh memaksa memikul nafsu bersatu

belum berjuang sudah terburu-buru melepas mau

 

seratus kali mau melampaui malu

tapi nakalmu masih tertakar dangkal

 

Medan, 2025

Bresman Marpaung
Latest posts by Bresman Marpaung (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!