Tempat kongkow dan bercerita ini mengusung impian yang sangat muluk; dikenal luas, diperbincangkan, disegani, dan dicatat dalam kitab-kitab sejarah literasi Indonesia. Basabasi digagas dan dikelola oleh Penerbit DIVA Press, dapat diakses secara gratis, menyajikan kolom puisi (Selasa) dan cerpen (Jumat), dari siapa pun yang karyanya lolos kurator tim basabasi.
Anisa
Bisakah saya bergabung di sini
Windi windiyanti
Bagaimana mengirim komentar saya?
feripratamahidayatlubis
bagaimana cara mengirim komentar saya?
Aulya Fitri
Bisakah saya bergabung saya suka membuat puisi
Eman
Boleh
Ryhan
Boleh saya begabung
Royya Asaluna Abda
Saya ingin bergabung
Briant Feye
Bagaimana caranya bergabung
Rizwan
Saya ingin bergabung
Ibnu Muhtarrudin
Bisa saya bergabung sebagai penulis kontributor kak
Alletha
Saya ingin menulis puisi
rafgi
bagaimana mengirim komentar saya?
Sintia Oktaviani
saya ingin bergabung menulis puisi
febri
sangat bisa sekali
Bintang
Silahkan bergabung dengan kami
Andara
Mau join
Topan herdiatna
Saya ingin bergabung
DEBY AIRAH PUTRY
Saya boleh gabung?
Adi
Boleh ikut join?
nadiaaa
bisakah saya bergabung disini?
Nada
Permisi izin bertanya,
Saya ingin mengirim puisi, mengatasnamakan Himpunan di Kampus. Jadi, apakah boleh untuk biodata penulis menggunakan nama dan logo dari Himpunan?
Mohon dibalas,
Terimakasih..
Admin
silakan, kak
Bagas
Gimana cara nya untuk mendapatkan uang dari sini
Pandu Sasti Saputra
Aku ingin menjadi uang, karena uang bakal dicari semua orang itulah yang saya inginkan
Wildan Nurul
Bisa kah saya bergabung disini
Alfa
Semoga dpt duit
Franklin Umbu kani
Bisa saya bergabung di sini
nisaa
apakah saya boleh join kak?
Danis
Halo
Eman
Boleh
donss
gabung kak
“Mentari Jakarta menyengat kulit, tapi semangat Rina lebih membara. Di usianya yang baru 16 tahun, ia sudah harus membiayai hidupnya sendiri. Ayahnya pergi jauh, ibunya sakit-sakitan. Rina tak punya pilihan selain menjadi dewasa sebelum waktunya.
Setiap pagi, sebelum ayam berkokok, Rina sudah sibuk menyiapkan nasi uduk untuk dijual di depan sekolah. Tangannya lincah membungkus nasi, menata lauk, dan menghitung uang kembalian. Senyumnya selalu merekah, meski hatinya kadang perih.
Siang harinya, setelah sekolah, Rina bergegas menuju pasar. Ia membantu seorang pedagang sayur menata dagangan. Upahnya tak seberapa, tapi cukup untuk membeli beras dan lauk sederhana. Malamnya, Rina belajar di bawah lampu temaram, ditemani suara bising kendaraan.
Rina tak pernah mengeluh. Ia percaya, badai pasti berlalu. Ia punya mimpi, ingin menjadi guru. Ia ingin membuktikan, kemiskinan bukanlah penghalang untuk meraih cita-cita.
Suatu hari, Rina mendapat kabar baik. Ia mendapat beasiswa dari sebuah yayasan pendidikan. Air mata haru membasahi pipinya. Ia tak menyangka, kerja kerasnya selama ini membuahkan hasil.
Rina berjanji, ia akan menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin. Ia akan belajar dengan tekun, meraih cita-citanya, dan membantu orang-orang yang bernasib sama dengannya. Karena Rina tahu, perjuangan belum berakhir. Ini baru permulaan.”
yuda
bagaimana cara bergabung dan kirim tulisan kk
Jefri nichol
Hay cuantik
apiw
boleh gabung?
febri
sangat bisa sekali
Yuda
Mau bergabung
NURUL LATIVA
Bisakah saya bergabung disini
javier sigar
Untuk mencari uang dengan menjual puisi
Ima
Maaf apakah masih bisa kirim karya???
hafidz
hallo
Esra
Boleh ikut join
Firmansyah
coba langsung kirim karya nya kak ke email admin
Anisa nuraenun
Mau coba ngirim cerpen , gimana caranya?
kiya
udah, tapi tidak terkirim karna tidak di temukan alamat imel nya…
gimana kak. tutor dongk…
kiya
udah, tapi tidak terkirim karna tidak di temukan alamat gmail nya…
gimana kak. tutor dongk…
Nadila
Apakah tulisan ini bisa kita edit menggunakan canva?
Viska
gimana cara kirim tulisannya?
erlis aa
join
feripratamahidayatlubis
helooo
Ardyansyh
Tua keladi
Sudah banyak tetangga rumah yang bau tanah atau tuakeladi
Ardyansyh
Tua keladi
Sudah banyak tetangga rumah yang bau tanah
ferii
bagaimana cara nyaa, saya tidak mengetahui nyaa
Walirizal
Judul,Alkisah ada seorang mahasiswa bernama Bagaskara Narendra yang menempuh pendidikan di sebuah Universitas ternama di kotanya. Ia merupakan murid tampan yang memiliki ratusan ribu followers di sosmednya, yah bisa dibilang dia populer. Tidak hanya itu prestasinya yang cemerlang serta background keluarga yang cukup disegani membuat dia cukup akrab dengan kebanyakan dosen sampai kadang membuat orang yang melihatnya merasa minder. Dibalik itu semua ia tak pernah sekalipun bersyukur dan selalu tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Ia selalu ingin jadi yang lebih sempurna lagi dalam segala hal.
Saat pertengahan semester datanglah dosen pengganti yang akan mengajar di salah satu mata kuliahnya, karena dosen yang mengajar cuti selama seminggu. Ia memperkenalkan diri dengan ramah dan santai, namanya adalah Asrar Adiwidia. Meskipun mahasiswa lain tengah menyambut kedatangan pak Adi, bukannya senang Aska malah bergumam “Kenapa sih itu dosen pake cuti segala kan jadi harus akting lagi, untung dosen penggantinya ramah pasti gampang nih gak ada seminggu juga itu dosen pasti luluh”.
Namun tak seperti yang dia rencanakan ternyata pak Adi merupakan tipe dosen yang tegas, disiplin, dan adil. Sudah hampir lima hari berlalu namun tidak ada kemajuan malah Aska diperlakukan sama seperti mahasiswa lain, tidak seperti biasanya. Aska berpikir kalau seperti ini terus rencana dia untuk menjadi yang terbaik dan terlihat sempurna bisa bisa gagal. Semalaman ia merenungkan hal itu.
Keesokan paginya ia datang menemui pak Adi yang berada di ruanganya.
“Permisi pak” ujar Aska.
“Iya Aska ada keperluan apa kamu datang menemui saya?” tanya pak Adi.
“Kebetulan ada yang ingin saya tanyakan, apakah bapak ada waktu?” jawab Aska.
“Iya tentu saja ada, apa yang mau kamu tanyakan?” sambung pak Adi.
Aska mulai berbincang-bincang dengan pak Adi, setelah agak berbasa-basi ia masuk ke inti percakapan secara alami.
“Pak, bagaimana sih caranya agar kita mendapatkan sesuatu yang paling sempurna dalam hidup ini?” tanya Aska. Pak Adi menetap Aska sambil tersenyum, kemudian membawanya ke taman bunga yang ada didekat relief Universitas. Pak Adi lalu menyuruh Aska untuk berjalan di taman indah dengan bunga berwarna-warni itu jika ia ingin pertanyaannya terjawab.
“Berjalanlah lurus di taman bunga, lalu petiklah bunga yang menurutmu paling indah, namun jangan pernah kembali ke belakang!” perintah pak Adi.
Kemudian Aska berjalan lurus menyusuri taman bunga. Dipertengahan jalan ia menemukan bunga yang menurutnya indah, namun dia urungkan niatnya untuk memetik bunga itu, karena berpikir bahwa ada bunga yang lebih indah di depan sana. Dia pun terus berjalan dengan maksud memilih bunga yang jauh lebih indah. Maka sampailah Aska diujung taman, dengan tangan hampa tanpa sekuntum bunga yang dipetiknya. Disana Pak Adi sudah menantinya dan bertanya, “Mengapa kamu tidak mendapatkan satupun bunga?”.
“Sebenarnya tadi saya sudah menemukannya tapi tidak saya petik, karena saya berpikir masih ada bunga yang lebih indah didepan sana. Ternyata ketika sudah sampai diujung saya baru sadar bahwa yang saya lihat tadi adalah yang terindah, itu semua tidak ada artinya karena saya tidak bisa kembali ke belakang”. Jawab Aska setengah menyesal. Pak Adi berkata sambil tersenyum, “Ya… itulah hidup, semakin kita mencari kesempurnaan, semakin kita tak akan pernah mendapatkannya. Maka dari itu janganlah mencari kesempurnaan, tapi sempurnakanlah yang ada pada diri kita.”
Aska pun akhirnya mengerti makna dari kesempurnaan sejati. Kini ia melanjutkan hidupnya dengan menyempurnakan apa yang ada dalam dirinya serta bersikap rendah hati. Karena ia tahu jika terus mengejar kesempurnaan pada akhirnya ia tidak akan mendapat apapun. Dan akhirnya ia bisa lulus dengan predikat cumlaude dengan IPK yang sangat memuaskan. Tidak hanya itu, kini ia menjadi pribadi yang selalu bersyukur atas nikmat Allah dan tidak sombong atas segala sesuatu yang dimilikinya.
Pelajaran yang dapat kita petik dari cerita diatas adalah bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini maka janganlah mencari kesempurnaan, tapi sempurnakanlah apa yang telah ada pada diri kita. Karena semakin kita mencari kesempurnaan maka kita tak akan pernah mendapatkannya. Allah memberikan pelangi di setiap mendung, hikmah di setiap cobaan dan jawaban disetiap do’a. Dari kupu-kupu kita belajar merubah diri, dari padi kita belajar rendah hati, dan dari Allah kita belajar kasih sayang yang sempurna.
Lilis Nur Kholisah
Gimana cara up naskahnya??
Lilis Nur Kholisah
Cara up naskah nya gimna?? Pake word atau bagaimana??
endryco
kirim nya dimana
Farida
Bagaimana cara kirim cerpennya?
ika
bagaimana cara mengirim puisi dan cerpen ?
Vian
Bagaimana cara mengirimkan puisi dan cerpen
Putri
Bagaimana cara ngepost cerita yang kita buat sendiri?
bayu adi
cara join gmn kak
lia
Halo kak admin, apakah web ini masih aktif hingga sekarang?
Candra Kristian feri
saya ingin bergabung
Alfi
Boleh bergabung
Muhammad Syafi' Alfaruq
Bayangan di Ujung Lorong
oleh M.S Alfaruq
Bayangan di Ujung Lorongoleh M.S Alfaruq
Malam itu, hujan turun deras, menenggelamkan suara-suara kota dalam gemuruh dan percikan air. Dwi, seorang mahasiswa tingkat akhir jurusan Arkeologi, baru saja selesai menghadiri seminar di perpustakaan tua milik fakultas. Bangunan itu sudah berdiri sejak zaman kolonial, dengan lorong-lorong sempit dan tangga kayu yang berderit setiap kali diinjak.
Saat Dwi hendak pulang, listrik tiba-tiba padam. Seluruh bangunan tenggelam dalam gelap gulita. Ia menyalakan senter dari ponselnya, mencoba menavigasi jalan keluar. Namun, di ujung lorong utama, ia melihat sesuatu—bayangan tinggi, berdiri diam seperti menunggu.
Awalnya ia mengira itu bayangan rak buku, tapi ketika bayangan itu bergerak perlahan mendekat, Dwi merasakan bulu kuduknya berdiri. Ia mundur beberapa langkah, jantungnya berdegup kencang. Bayangan itu tampak seperti pria dengan jas panjang, wajahnya tidak terlihat, hanya siluet yang samar.
Dwi berbalik dan berlari menuju tangga, namun langkah-langkah berat di belakangnya mengikuti. Ia hampir terpeleset, tetapi berhasil mencapai lantai bawah dan keluar ke halaman perpustakaan. Nafasnya tersengal, pakaian basah kuyup oleh hujan.
Keesokan harinya, Dwi menceritakan kejadian itu kepada Bu Tati, penjaga perpustakaan. Wajah wanita tua itu langsung pucat.
“Kau melihatnya juga?” katanya pelan. “Itu… bisa jadi Pak Gunarto.”
“Siapa itu?” tanya Dwi bingung.
“Dulu, ada dosen tua, Pak Gunarto. Ia menghilang secara misterius di perpustakaan ini hampir tiga puluh tahun lalu. Katanya, ia terobsesi dengan manuskrip kuno yang tak bisa diterjemahkan. Hari terakhir ia terlihat, ia berjalan ke lorong belakang… dan tidak pernah keluar lagi.”
Sejak hari itu, Dwi tak pernah kembali ke perpustakaan itu sendirian. Namun, rasa penasarannya tumbuh. Ia mencari tahu tentang manuskrip itu, dan akhirnya menemukannya di katalog digital perpustakaan—sebuah dokumen kuno dari abad ke-17, tanpa nama penulis, ditulis dengan huruf yang nyaris tak terbaca.
Malam berikutnya, ia memberanikan diri kembali ke sana, membawa kamera dan peralatan. Ia ingin membuktikan bahwa apa yang ia lihat bukan hanya halusinasi. Tapi malam itu, saat tengah meneliti naskah tua di bawah cahaya lampu darurat, bayangan itu muncul lagi. Lebih dekat. Lebih nyata.
Kamera Dwi merekam semuanya—bayangan yang bergerak, suara langkah, bahkan suara bisikan dalam bahasa asing. Rekaman itu menjadi satu-satunya bukti keberadaannya malam itu. Karena Dwi… tak pernah pulang.
Dan sejak malam itu, bayangan di ujung lorong bertambah satu.
via
bagaimana cara bergabung?
Meliza
Cara kirim tulisannya gimana?
Shofiyyah almasyah
Lelah menjadi resah
Tak semua yang indah akan terasa
Banyak kesulitan yang menantang
Kenapa engkau menangis? Gusar
Susah memang
Menunggu hal yang belum pasti
Kapan akan datang ?
Menyerah adalah hal yang mungkin
Ingin sekali ku lakukan saat ini
Pasrah atas apapun yang telah lalu
Hingga kini aku berada di dalam pikiran
Yang selalu bingung entah mau mengarah
Entah buana juga menolak sepertinya
Laksana sudah mengetahui semua
Ingin ku memberi tahu semua
Aku telah lelah sungguh
Aku sudah sangat lelah
yn
apakah masih bisa ikutan kirim naskah puisi?
Daniel Siagian
Aku mau Ikut join bisa
Mau bergabung yah min
Liga
Cara daftar nya gmana nih
sarahadel
cara daftar nya gmana yaa
sayona
lumayan menarik dari cerita di atas…dan saya harap agar lebih di tingkatkan lagi kualitasnya
Arga
Cara daftar
Iqbal
Ingin menulis di sini juga, beritahu saya caranya
Rizky
Di sini bisa nulis apa saja
sasateraimigrasi
saya warganegara NKRI duduk di luar negara .Mahu nulis apa bisa guna nombor paspor dan akaun TNG(Ewallet).SIM pun belum buat keran saya sudah lama menetap di luar dan belum pulan.Ingat mahu pulang nyusuri keluarga ibu dan ayah bila berkecukupan
Admin
bisa, kak
Desiwinanda
Bisakah saya bergabung di sini
irfan
saya ingin mencoba berkarya, saya sudah memiliki beberapa puisi
zen
aku mau iku
Eldin firgiawan
📘 Judul: Pohon Tua dan Tiga Ulat
✍️ Penulis: Eldin Firgiawan
📜 Kata Pengantar
Semogaaa tulisan saya bisa memberikan manfaat bagi banyak orang.
📖 Bab 1: Pohon Tua di Padang Gersang
Di sebuah padang rumput gersang yang sedang mengalami musim kemarau, berdirilah sebuah pohon tua yang sangat kering.
Pohon ini hanya memiliki tiga lembar daun terakhir. Meskipun tubuhnya mulai rapuh dan batangnya retak-retak, pohon tersebut tetap berdiri kokoh, menantang teriknya matahari dan tiupan angin yang kering.
Pohon itu menyimpan banyak kenangan. Ia pernah menjadi tempat berteduh kawanan rusa, tempat bermain burung-burung kecil, dan sumber kehidupan bagi banyak makhluk.
Kini, ia hanya ditemani oleh tiga lembar daun dan kesunyian alam sekitar.
📖 Bab 2: Tiga Ulat Datang
Suatu pagi yang cerah, tiga ulat kecil merayap dari semak-semak kering di sekitar pohon tua.
Mereka tampak lemah dan lapar setelah perjalanan panjang mencari tempat yang aman.
Ketiganya berbeda warna—si Hijau cerah, si Cokelat kusam, dan si Kuning keemasan.
Meskipun tubuh mereka kecil, semangat hidup mereka sangat besar.
Dengan penuh harap, mereka mendongak ke arah pohon tua.
“Apakah kita bisa tinggal di sini?” tanya si ulat hijau.
Pohon tua menundukkan salah satu rantingnya.
“Kalian boleh tinggal di dahanku yang tersisa, tapi aku tak bisa menjanjikan apa-apa. Aku sudah tua dan hampir kering.”
Ketiganya setuju, lalu memanjat perlahan hingga mencapai ketiga daun terakhir.
Mereka merasa hangat, nyaman, dan aman. Untuk pertama kalinya, setelah perjalanan panjang, mereka merasa seperti di rumah.
Malam pun tiba. Di bawah cahaya bintang, ketiganya saling bercerita tentang impian mereka.
Si Hijau ingin menjadi kupu-kupu yang bisa menjelajah langit.
Si Cokelat ingin berubah dan menemukan arti dari hidupnya.
Si Kuning keemasan ingin menjadi cahaya bagi makhluk lain.
Pohon tua mendengarkan dalam diam. Meski tak berkata, hatinya hangat mendengar harapan ketiga ulat kecil itu.
Ia mulai menyadari bahwa mungkin, hidupnya belum benar-benar selesai.
📖 Bab 3: Angin Kencang dan Keputusan Besar
Beberapa hari kemudian, langit mulai tampak gelap.
Awan kelabu bergulung di atas padang rumput, membawa pertanda akan datangnya badai.
Angin kencang mulai berhembus, membuat ketiga daun terakhir di pohon tua bergetar hebat.
Pohon tua menggertakkan akar-akar tuanya agar tetap menancap kuat di tanah.
Ia berkata dengan suara gemetar,
“Bersiaplah, anak-anak. Angin ini akan menjadi ujian bagi kita semua.”
Ketiga ulat ketakutan. Mereka menggenggam erat daun tempat mereka berpijak.
Si Hijau mulai meragukan mimpinya, si Cokelat merasa ingin menyerah, dan si Kuning keemasan mulai menangis dalam diam.
Namun, di tengah terpaan angin, pohon tua berseru,
“Ingatlah mimpi kalian! Jangan lepaskan harapan hanya karena badai sesaat.
Justru dalam badai, akar akan semakin kuat, dan daun yang bertahan akan menjadi tempat kelahiran keajaiban.”
Kata-kata itu menyentuh hati ketiga ulat.
Mereka saling menyemangati dan mulai membuat kepompong di sela-sela daun yang tersisa.
Meski daun itu bergoyang hebat, mereka percaya: ini adalah bagian dari perjalanan.
Angin terus berhembus sepanjang malam.
Pohon tua menggigil, tapi ia tidak menyerah. Ia rela kehilangan daunnya demi melindungi ketiga ulat yang mulai berubah.
Ketika fajar menyingsing, badai telah berlalu.
Namun dari ketiga daun itu kini tergantung tiga kepompong kecil… sunyi, namun penuh janji.
📖 Bab 4: Keajaiban yang Tersembunyi
Waktu berlalu. Matahari terbit dan tenggelam, membawa hari demi hari yang hening.
Tiga kepompong masih bergantung diam di ketiga daun terakhir pohon tua.
Ia menjaga mereka dengan penuh kesabaran, meski tubuhnya makin lelah dan rantingnya kian rapuh.
Pohon tua sering berbicara dalam hatinya,
“Mungkin aku tak akan melihat mereka terbang. Tapi setidaknya, aku telah memberi mereka tempat untuk berubah…”
Pada pagi yang cerah, sesuatu yang menakjubkan pun terjadi.
Dari salah satu kepompong, perlahan muncul sayap berwarna hijau zamrud.
Si Hijau telah menjadi kupu-kupu!
Tak lama kemudian, kepompong kedua terbuka.
Si Cokelat muncul dengan sayap gelap bermotif emas.
Ia tampak lebih tenang, seolah telah menemukan makna di dalam dirinya.
Lalu, kepompong terakhir pun pecah.
Si Kuning muncul dengan sayap cerah bersinar, bagaikan matahari kecil yang membawa cahaya ke seluruh padang rumput.
Ketiganya mengepakkan sayap mereka untuk pertama kali.
Pohon tua yang melihat mereka berkata dalam hati,
“Pergilah… dan terbanglah tinggi. Bawalah harapan ke dunia yang luas.”
Dengan penuh haru, ketiganya terbang mengelilingi pohon tua untuk mengucapkan terima kasih.
Mereka tahu, tanpa pohon itu, mereka takkan pernah menjadi seperti sekarang.
📖 Bab 5: Warisan yang Tak Terlihat
Hari-hari berlalu. Tiga kupu-kupu kini telah menjelajahi langit luas.
Mereka menari di antara bunga-bunga, menebar keindahan, dan membawa kisah pohon tua kepada dunia.
Di padang rumput yang dulu gersang, perubahan perlahan terjadi.
Tanah mulai lembab. Bunga liar tumbuh malu-malu.
Tak seorang pun tahu tentang pohon tua yang dulu berdiri di sana, kecuali ketiga kupu-kupu itu.
Namun, warisannya tetap hidup.
Bukan dalam bentuk batang atau daun, tapi dalam hati makhluk yang diselamatkannya.
Dalam keberanian untuk bermimpi, dalam semangat untuk bertahan, dan dalam keajaiban untuk berubah.
Pohon tua memang telah tumbang, namun jiwanya kini hidup dalam langit, tanah, dan cahaya.
📖 Bab 6: Pesan dari Angin
Suatu pagi, angin sepoi menyentuh sayap ketiga kupu-kupu.
Mereka mendengar suara yang lembut seperti bisikan dari masa lalu:
“Ingatlah, kalian bukan hanya hasil dari perubahan.
Kalian adalah harapan yang hidup. Bawalah pesan ini pada dunia.”
Mereka pun terbang tinggi, melintasi gunung dan lembah, menyebarkan kisah tentang pohon tua yang memberi tanpa meminta kembali.
Di setiap tempat yang mereka lewati, bunga bermekaran, dan tanah menjadi subur.
Dan angin… angin itu tetap berhembus,
Membawa pesan dari mereka yang pernah hidup dengan kasih.
Sebab dalam setiap akhir, selalu ada awal yang baru.
Dan dalam setiap pohon yang gugur, tumbuh kehidupan yang tak terlihat—namun nyata.
Adinda
Senyum di Balik Hujan
Langit sore itu mendung, awan kelabu menggantung rendah seakan membawa seluruh beban dunia. Hujan turun perlahan, mengetuk genting rumah dan dedaunan. Di sebuah gang kecil, seorang gadis bernama Rani berjalan tanpa payung. Seragam sekolahnya basah, rambutnya menempel di dahi. Hari itu benar-benar berat—nilai ujian yang ia perjuangkan jatuh, dan sahabat yang ia percaya memilih menjauh.
Ia menunduk, menahan air mata yang bercampur dengan derasnya hujan. “Kenapa semuanya harus terasa salah?” gumamnya.
Di ujung gang, seorang kakek penjual koran yang selalu duduk di bawah terpal biru tersenyum padanya. Meski tubuhnya renta dan dagangannya sering tersisa, senyum itu tidak pernah pudar. Saat Rani lewat, kakek itu menyodorkan selembar plastik tipis.
“Untuk bukumu, Nak. Biar tidak basah semua,” ucapnya lembut.
Rani terdiam, tertegun melihat kebaikan kecil itu. Di tengah hujan yang seakan menelan dunianya, ada senyum tulus yang tetap bertahan. Senyum yang sederhana, namun cukup untuk membuat hatinya hangat.
Ia mengerti, hujan bukan selalu tentang kesedihan. Kadang, di balik derasnya, ada senyum yang memberi arti.
Sejak hari itu, setiap kali hujan turun, Rani tidak lagi hanya mengingat kesedihan. Ia mengingat senyum kakek penjual koran—sebuah pengingat bahwa selalu ada kebaikan kecil yang bisa membuat dunia terasa lebih ringan.
zen
Payung merah disudut kota
Hujan disuatu sore itu turun tanpa permisi, Jalanan berubah menjadi lautan payung dengan berbagai warna, Diantara banyak nya kerumunan, Ada seorang gadis berlari-lari sambil memeluk tas sekolahnya, ia lupa tak membawa payung.
Di trotoar, Seorang pemuda duduk di halte sambil menunggu bus yang tak kunjung datang, ia membawa sebuah payung merah yang tua, dan kainnya sedikit sobek di bagian pinggir, Saat melihat gadis itu berlari-lari kedinginan, ia berdiri.
“Dek, mau nebeng ga?’ tanya nya sambil membuka payung merah.
Gadis itu menatap nya dengan ragu, Namun hujan semakin deras, dan akhirnya ia mendekat, berjalan di bawah payung merah itu.
“Namamu siapa?” tanya pemuda itu.
“Rara, nama kaka siapa?”
“Aku bima” jawabnya sambil tersenyum.
Mereka tidak banyak bicara, Hanya suara hujan yang menemani langkahnya, Setiap tetes air yang jatuh di payung merah itu terasa hangat, Seolah melindungi mereka dari dinginnya kota.
Sesampainya di depan gang rumah rara, ia menunduk sambil berkata pelan, “Terima kasih ya kak”, Kalau aku sudah besar nanti, Aku juga mau punya payung sendiri….biarr bisaa nolongin orang lain juga”.
Bima hanya tersenyum, lalu berjalan pergi, Payung merah itu tetap terbuka, yang menemani langkahnya.
Dan entah kenapa, sejak hari itu, setiap ada hujan di kota itu, selalu ada yang mencari-cari payung merah di antara kerumunan.
rismauli
Aku ingin bergabung untuk membuat cerita pendek
Leli Setiawati Lamatoa
Saya ingin bergabung dan menulis cerpen
arvin
*Judul: “Tanah Airku”*
Tanah airku luas membentang,
Hijau ladang, laut pun tenang.
Riuh burung pagi bersahutan,
Simfoni alam dalam kedamaian.
Petani tersenyum memandang langit,
Doa diselipkan di sela peluh.
Anak negeri tumbuh tangguh,
Menjaga bumi, tak pernah rapuh.
zahraa
bagaimana cara medaftar? saya ingin bergabung
Nafingatul
Saya juga ingin bergabung
Nafingatul
Di suatu malam yang sunyiiii.duduklah seorang gadis yang sedang termenung dia sedang bergelut dengan pikirannya seolag di tidan akan pernah menemukan titik terang untuk melanjutkan hidup.tapi entah kenapa suatau hari fikira itupun perlahan sirna semenjak mengenal seseorang yang menurutnya bisa merubah hidupnya perlahan suatu hari nanti dan dia pun mulai yakin bahwa di depan sana masih ada kehidupan indah yang akan ia lalui 😊