Puisi Tia Murdianingsih

 

Sajak Dewi Dewi

 

sebelumnya ia tak mengenal Athena, Artemis, maupun Minerva

ia bermain dengan rumput di halaman, bebatuan di pinggir jalan,

dan pasir di tepi lautan

tak lebih dari itu, ia tidak menyukai tantangan

laut terlalu dalam untuk diselami, udara terlalu tinggi untuk diraih,

dan tanah terlalu padat untuk digali

ia tak pernah pergi dari batas yang ia pahami

tatkala dikebumikan, untuk pertama kali ia menyelam lebih dalam,

menenggelamkan ke dasar pikiran, jurang antagonis

ia menjadi orang baru yang lebih baru dari bayi baru lahir

Venus menggapai senja-senja yang ia lipat dengan mata

Gaia ketakutan, ia diserahkan ke Eirene

 

 

Lelaki Agung dan Perempuan Gunung

 

lelaki itu melihat dan perempuan sedang memanjat

lelaki itu pengamat dan perempuan dengan semangat

keduanya terdistraksi oleh angin yang sama

awan melengkungkan keduanya pada bumi yang semula datar

untuk bertemu di titik jenuh yang sama

dan putus asa oleh fajar yang datang sekedipan mata

 

setelah bumi mulai berulah

perempuan ingin memeluk angsa-angsa putih

terkadang meluruhkan mahkota dan menjelma jadi angsa hitam

dan memakan perasaan kasmaran

lelaki kembali berlarian di hutan

menemui siapapun untuk menghapus kegelisahan

atau bertapa di goa kecemasan

dan menghadapi peradilan di meja ingatan

tak kunjung menemukan masa depan

setelah perjalanan panjang dari lorong waktu ke waktu

 

lelaki dan perempuan bertemu pada titik buta

tanpa jendela apalagi pintu membias cahaya

jelaga tak berkesudahan mengunjungi mereka

tanpa takdir keduanya hanya manusia

yang hidup dalam bayang-bayang pengharapan

tanpa keikhlasan keduanya tidak saling menemukan

mengenang perasaan atau melanjutkan hidup

dengan derita tak lekang

 

—7 November 2024

 

 

Perempuan Tanpa Jendela

 

beberapa perempuan tidak menamatkan sekolah

di halaman surau, bangku-bangku kayu

namun mereka menamatkan rumah-rumah

menyaksikan tamatan sekolah merangkai pisah

memisahkan jendela dengan banyaknya pijar

yang pernah hinggap dalam tuturan

 

mereka serupa bara yang sengaja dipadamkan

untuk memberi ruang bagi cahaya yang ditenun

dengan tangan kasar seorang perempuan

yang telah tamat dari rumah-rumah

 

atas dunia yang diciptakan

mereka merangkak dari rumah tanpa jendela

yang dindingnya setinggi Himalaya

tak terjamah puncak tak terjangkau badai

keduanya menyengat api tanpa bara mati

pada akhirnya batinnya terluka tak terperi

melanjutkan hidup dengan memeluk rasa takut

 

—4 November 2024

 

 

Sajak Demeter

 

hujan mendatangkan keajaiban

pada sawah yang mulai gersang

dan lembah pualam tempat ruh diciptakan

dari nadi yang berdetak seiring takdir berkumandang

 

aku sudah dewasa

ketika musim berjelaga malam

tiada rembulan mengulum senyum

gemintang kemarin berubah menjadi abu

sisa dari pembakaran pijar-pijar kemarau

yang merah dan marah

 

sebagaimana mata air mencari akhir

kita impas di penghujung musim

ayat-ayat kabur tanpa jejak

dan tanaman-tanaman mulai bersajak

 

—5 November 2024

Tia Murdianingsih
Latest posts by Tia Murdianingsih (see all)

Comments

  1. Suma Reply

    Keren, lanjutkan mbak Tia. Produktif sekali penulis perempuan dari Trenggalek satu ini.

  2. Angga Jaya Reply

    Keren kak 🔥🔥

    • Perempuan bermahkota Reply

      Kerennn bangett karyanyaa 😍😍

  3. Gara Reply

    Satire perempuan rupanya

  4. Riff Reply

    Menyentuh…seakan ikut merasakan

  5. aprialdi Reply

    saya ingin berbagi

  6. Indra Reply

    Mengulum senyum maksudnya gmn sih

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!