Identitas Buku
Judul : Sang Guru Piano
Penulis : Elfriede Jelinek
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Terbit : Februari 2016
Tebal : 296 hal
ISBN : 9789799110817
Ibarat seekor burung dalam sangkar, bila pintu terbuka, terbang dan liarlah dia mengembara bebas. Karena burung alamiahnya adalah terbang bebas. Demikian kurang lebih pengibaratan untuk hidup Erika Kohut. Erika semenjak kecil dididik sangat protektif oleh Sang Ibu. Sang Ibu menjalankan aturan keras, dengan tujuan akhir Erika menjadi seorang pianis kenamaan di Wina, Austria.
Sastra selain menawarkan oase penuh keindahan, harusnya menyajikan sebuah narasi kejujuran. Potret kehidupan manusia dapat dijelaskan tanpa perlu meminjam metafora yang justru mendistorsi kejujuran itu. Novel Die Klavierspielerin yang kemudian dibahasaindonesiakan menjadi Sang Guru Piano, secara gamblang menarasikan gejolak batin Erika Kohut, wanita matang dengan imajinasi-imajinasi liar soal tubuh dan seksualitas.
Sang Ibu bagi Erika Kohut menjadi penjaga jalan hidup kesehariannya. Nyonya Kohut tidak hanya berperan dalam membentuk Erika menjadi seorang guru piano, Sang Ibu mendirikan pos-pos petunjuk di sepanjang rute dan memukul Erika bila menolak berlatih (hal.24). Sang Ibu juga berperan sebagai pagar agar Erika aman dari gangguan, laki-laki, dan tak ikut-ikutan gemar bersolek, berpakaian indah sebagaimana kebanyakan perempuan Wina lainnya.
Sikap Sang Ibu yang posesif ini didasari keinginan Sang Ibu agar Erika sukses menjadi guru piano, berpenghasilan besar, hingga Sang Ibu kelak tidak ditelantarkan oleh Erika. Sebuah keinginan dasar seorang ibu. Erika pun menerima aneka batasan yang ditebalkan oleh Sang Ibu. Tapi siapa yang bisa menghentikan laju pikiran manusia.
Erika memang menjadi profesor piano di Konservatori Wina. Dari tangan lembut Erika senandung-senandung surgawi mengalir menenteramkan jiwa-jiwa yang mendengarkan. Murid-murid menaruh takzim penuh kepada Erika. Membuatnya menjadi wanita terhormat dalam pandangan umum.
Posisi terhormat dan proteksi dari Sang Ibu yang ketat tidak membuat Erika berhenti bergejolak. Erika diam-diam menyimpan fantasi dan obsesi luar biasa hingga mendekati binal atas tubuh dan seksualitas. Meski sering kena marah Sang Ibu, Erika terus saja membeli pakaian-pakaian mewah, kosmetik, dan sepatu hak tinggi Itali.
Erika juga diam-diam menjadi pengunjung tetap Peep-Show, sebuah pertunjukan dalam ruang tertutup adegan seks dan sadomasokis. Di pojok Wina yang kotor, mesum, dan hina itu, Erika menemukan pelampiasan gejolak dalam diri yang selama ini dikebiri. Bukan untuk belajar. Tak ada yang tersentuh dan tergerak dalam dirinya. Namun, dia tetap terus menonton. (hal.55-56)
Obsesi akan tubuh dan seksualitas menemukan muara melalui adegan sensual setiap malam, di bilik sempat dan aroma amis sperma itu. Namun Erika tak berani berbuat lebih jauh. Barulah ketika seorang murid pianonya bernama Walter Klemmer hadir di kelasnya, ledakan fantasi itu merusak pagar yang selama ini dibuat Sang Ibu. Erika menemukan panggungnya sendiri tanpa harus berpura-pura dengan banyak topeng. Tubuh dan seksual wanita yang selalu menjadi bahan jajahan lelaki, Erika membuatnya berada di tangannya sendiri. Dia punya hak dan kemerdekaan untuk mengekspresikannya secara bebas.
Erika dan Klemmer terlibat sebuah hubungan eksploratif perihal seks dan tubuh. Aneka rupa fantasi menemukan bentuknya lantaran hubungan Erika dan Klemmer, darah muda yang sedang bergejolak.
Kegarangan novel ini terlihat bukan semata pada narasi soal adegan-adegan tubuh. Jelinek membuat sisipan feminisme yang mengeksplorasi tubuh dan kelamin perempuan. Rasa itu tetap terjaga dengan apik karena kerja Arpani Harun (penerjemah) dan Ayu Utami (penyunting). Rasa dan ganasnya tetap menebar ledakan meski telah dialihbahasakan.
Membaca Sang Guru Piano membutuhkan sebuah persiapan cukup matang. Pembaca harus bersiap dengan aneka adegan. Juga harus siap menelan nada monoton cenderung membosankan dalam novel ini. Jelinek sama sekali tak gemar menggunakan bahasa-bahasa metafora mengindahkan narasi. Jelinek ingin bercerita secara jujur, mengisahkan apa yang sejujurnya bergejolak di batin Erika.
Jelinek memilih menggunakan cara tutur yang cenderung kaku. Seperti halnya, dunia batin Erika yang harus berpura-pura. Hidup kaku Erika tercermin pula dalam bentuk teks Jelinek. Napas kejujuran yang dikedepankan oleh Jelinek. Bercinta ya bercinta, alat vital ya alat vital. Dan manusia kadang bisa menjadi buas dan liar saat bersentuhan dengan berahi dan bagian dasar diri.
Manusia baru bisa meraih nilai keutamaan apabila ia melepaskan realitas dan terjun ke dalam dunia indra. (hal.109) Sifat manusia tak terejawantah oleh sikap dan baju profesi keseharian. Erika adalah cermin bahwa manusia terlalu mengedepankan apa yang tampak dan mudah dinilai lain. Sedangkan jauh di dalam sana, manusia menyimpan misteri dan obsesi masing-masing.
Sang Guru Piano ini menyibak dunia batin seorang wanita, yang terpenjara oleh norma dan labelisasi masyarakat. Jelinek dan Sang Guru Piano telah diakui banyak pembaca dunia, hingga prestasi tertinggi Jelinek, memperoleh Nobel Sastra tahun 2004. Sastra dengan jujur telah mengabadikan satu fragmen yang enggan diungkap secara langsung.(*)
- Fantasi Liar Seorang Perempuan Suci - 27 June 2016