Akhirnya, keinginan untuk menyambangi Pasar Papringan terwujud juga. Hari Minggu Pon, 24 Desember 2017, selepas shalat Subuh aku dan suami bersiap diri menuju Temanggung. Kami berangkat dari Salatiga pukul 05.30. Menembus dinginnya udara pagi. Tiba di Temanggung sudah pukul 07.00. Sang surya telah bertengger dengan gagahnya di ufuk timur, namun sinarnya tak mampu menembus dinginnya cuaca Temanggung.
Jalan menuju lokasi melintasi areal pertanian yang indah memukau. Kebun-kebun penduduk yang sedang ditumbuhi tanaman palawija seperti jagung, cabe, tomat, sayur-sayuran terhampar luas di kiri kanan jalan. Panorama ini menjadi semakin elok dengan kolaborasi gunung kembar Sumbing dan Sindoro sebagai latar belakang. Sungguh lukisan alam yang begitu memesona.
Saat tiba di lokasi, suasana sudah sangat ramai dan meriah. Tempat parkir dipenuhi mobil-mobil plat luar kota. Parkiran sepeda motor juga dipadati kendaraan roda dua dengan plat nomor dari berbagai daerah. Jalanan menuju lokasi sempit dan macet. Selain mobil dan motor, terlihat juga bus pariwisata dan angkot plat luar.
Ketika pertama kali dibuka tanggal 10 Januari 2016, Pasar Papringan bertempat di Caruban, Kandangan, Temanggung. Namun sejak tahun 2017 lokasinya dipindahkan ke Dusun Desa Ngadiprono, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung. Sejak pertama beroperasi, pasar ini sudah sangat menarik minat dan menimbulkan rasa penasaran. Pasar Papringan semakin viral ketika banyak pengunjung mengabadikan foto-foto mereka di sana ke media sosial.
Papringan berarti rumpun bambu. Pasar yang luasnya mencapai 1300 m2 ini berada di bawah teduhnya naungan daun bambu, berdindingkan rumpun-rumpun bambu.
Pada awal didirikan, Pasar Papringan hanya beroperasi setiap hari Minggu Wage. Namun, karena antusias pengunjung yang begitu besar, maka waktu beroperasi menjadi 2 kali dalam 35 hari (selapan istilah Jawa-nya) yaitu setiap Minggu Wage dan Minggu Pon.
Alat tukar yang digunakan saat berbelanja di pasar ini adalah keping bambu. Satu keping bernilai 2.000 rupiah. Sebelum memasuki pasar, kita harus menuju money changer terlebih dahulu. Keping bambu yang sudah dibeli tidak dapat diuangkan kembali, tapi dapat digunakan pada hari pasar berikutnya
Barang-barang yang dijual terdiri dari 3 kategori, yaitu hasil bumi, kerajinan, dan kuliner. Dan istimewanya, Anda tidak akan menjumpai kemasan plastik, kertas, atau kotak karton. Semua wadah terbuat dari bambu. Karena para pedagang tidak menyediakan kantong kresek, ada baiknya Anda membeli keranjang bambu yang dijual persis di depan tempat penukaran uang, sebagai wadah barang belanjaan.
Anda bisa membeli berbagai macam hasil bumi mentah seperti sayur-sayuran, buah-buahan, ataupun yang berbentuk olahan seperti telur asin, tempe benguk, tape, aneka kerupuk berbahan ketela, dan lain-lain. Semuanya dikemas dalam wadah bambu yang unik. Dua butir telur asin yang berada dalam rajutan tali bambu berharga 5 keping bambu. Seikat kangkung bernilai 2 keping bambu.
Jika Anda menyukai pernak-pernik bernuansa etnik, di sini Anda bisa menjumpai barang-barang kerajinan berbahan bambu. Sebuah nampan bambu dibandrol seharga 15 keping. Ada juga cangkir, takir, wadah buah, yang semuanya terbuat dari bambu, dan dibandrol seharga 5 keping. Selain itu juga, tersedia aneka mainan anak-anak seperti mobil-mobilan, kitiran, dan lain-lain.
Segmen paling diminati pengunjung adalah kuliner. Aneka kuliner yang dijual di Pasar Papringan harus memenuhi standar pihak pengelola, yaitu bersih dan higienis. Untuk jenis makanan gurih harus tanpa MSG. Untuk jenis makanan manis dan minuman tidak diperkenankan menggunakan pemanis buatan dan pengawet. Wadah penyajian yang digunakan berupa piring lidi beralas daun pisang, mangkuk batok, cangkir bambu, dan takir bambu. Pengelola benar-benar konsisten untuk menjadikan pasar membumi dan alami dengan tidak “mengizinkan” aneka kemasan dan wadah kekinian memasuki zona ini.
Bagi penikmat kuliner tradisional, Pasar Papringan adalah surganya. Tersedia aneka ragam penganan desa. Ada nasi jagung gono, nasi jagung kuning, sego megono, dan kupat tahu. Anda bisa menjumpai beragam jajan pasar seperti getuk, lupis, apem, ketan jali, tiwul, gatot, dan aneka penganan khas pedesaan lain. Sebagian besar pengunjung yang datang ke sini tujuan utamanya memang untuk menikmati kuliner desa yang sudah jarang dijumpai di tempat lain.
Pasar Papringan juga menyediakan beberapa jenis jasa, seperti cukur rambut, pijat, dan arung jeram. Adalah suatu hal yang unik dan berkesan menikmati jasa tukang cukur di tengah-tengah pasar desa di bawah naungan rumpun bambu sambil duduk di atas kursi bambu. Hmmmm….
Selain itu juga, tersedia wahana permainan untuk anak-anak seperti ayunan, jungkat-jangkit, sarana panjat-panjatan, yang kesemuanya terbuat dari bambu.
Kondisi kebersihan di pasar cukup terjaga. Tempat sampah yang terbuat dari bambu terlihat berada di berbagai sudut. Sarana terpenting menyangkut hajat hidup manusia—toilet—juga tersedia di beberapa titik.
Mengunjungi Pasar Papringan memberikan kesan yang unik dan kenangan indah tak terlupakan. Suasana rumpun bambu yang sejuk asri, para pelaksana dan panitia berseragam sogok upil yang ramah, kebersihan yang cukup terjaga, dan yang pasti suasana desa bernuansa kuno yang begitu kental.
Nah… bagi Anda yang ingin menikmati suasana Pasar Papringan, ada sedikit pesan dari saya. Pastikan Anda datang pagi-pagi sekali sehingga tidak terjebak macet. Ketika saya dan suami meninggalkan lokasi pada pukul 08.00, kemacetan menuju lokasi semakin mengular. Antrean panjang mobil-mobil luar kota berbaris di sepanjang jalan. Bahkan ada sebagian pengunjung yang akhirnya memilih putar haluan karena pesimis bisa mencapai lokasi sebelum pasar usai.
Semoga kesan indah yang saya dapat saat mengunjungi Pasar Papringan juga akan menghinggapi Anda. Salam wonderful Indonesia!
joko yugiyanto
Keren ni tulisannya, di gambar sampe detail, pengen juga Kanal Jogja bs nulis begitu