Cinde Wulung
(sebelum kembali pada tanah)
cinta
begitu kiranya benang itu terjatuh
meminta serta mengeluh
cinta
begitu kiranya tanah
dan batu tak terpisahkan
pesona gelora angin utara
menyibak selendang sebelum fajar
sebelum waktu benar-benar kembali
menjadi tanah dan bunga
ada yang kecewa, ada pula yang berlari
masuk gua
sebab kebahagiaan adalah telaga yang diam
cinta
dimulai dari pucuk pagi
serta benang yang jatuh
Kembang Jaksi
(pertemuan pada ingatan
serta mereka yang pulang dengan
kekalahan)
ibu, aku memanggil gelisah angin
gelisah setiap lelaki
ibu, aku memanggil pesona akar
pesona setiap bunga yang tumbuh
ibu, aku memanggil cinta
cinta pada perempuan dengan kembang jaksi
kembang abadi
kembang yang aku nanti di akhir pengembaraan
ibu, pertemuan membuat malam lepas
jika itu terjadi, jangan dekatkan padaku
sebab aku tak pernah percaya waktu
sebab hanya ada cintamu, bu
cintaku
dan cinta pada perempuan
dengan kembang jaksi di telinga kirinya
ibu
(Bagai Aur Bergantung Ke Tebing
Bagai Tebing Bergantung Ke Aur)
bagaimana kabar pagi yang ditunggu?
sebab kau sama sekali tidak suka dengan malam
padahal aku selalu bercerita dongeng tentang
sapi yang meloncati bulan. juga dongeng lainnya
yang bercerita tentang malam. sebelum kau
tidur lelap di sampingku, ada yang harus
disampaikan padamu. namun bibir ini tidak bisa
bergetar. bahasaku tak pernah mengantar pada lelap
tidurmu. malam kita bukan malam dengan bulan
menggantung di balik pohon, juga di antara bangunan
neoklasik. seperti lukisan yang kau ceritakan
tempo hari di galeri. “aai,
seingatku kau pernah bermimpi mengunjungi seorang ibu
dengan konde terselip di rambutnya. ibu itu sendirian
rumahnya jauh dari keramaian. apakah itu yang kau sebut
kesunyian? apabila benar demikian, kita selesaikan
perjalanan seperti yang aku tulis pada judul puisi ini”
Rusuk Sungai
“lalu bagaimana tulang rusuk yang aku titip
padamu?”
jika muara sebagai akhir, maka hulu adalah
embun
seperti pagi memutar kelelawar
memutar isyarat mata: pejam
begitulah arus sungai pada tubuhku
arus sungai pada tubuhmu akan kutemui
ketika isyarat mata terbuka
kelelawar hinggap di antara pengap subuh
kau pun luruh sebagai perempuan tanpa rusuk
“di mana arusmu? aku datang dengan
rusuk lengkung. rusuk yang kubawa dari
butiran embun. untukmu. agar kita berada
pada satu riak”
arus sungai adalah gairah pelaminan
dan muara adalah pertemuan rusuk
sungai
- Puisi-Puisi Heri Maja Kelana; Rusuk Sungai - 14 August 2018