
Menunggu Ibu
Sambil menunggu Ibu menyiapkan ramuan,
kau mematikan lampu, membuka jendela
dan membiarkan anak bulan mencahayai
segala yang padam.
Setiap malam Ibu meramu daun-daun,
menuangkannya ke dalam cangkir,
seolah kehidupan yang baru,
baru saja ditiupkan.
Hari ini Minggu, tetapi kau merasa
Senin baru terjadi kemarin sore.
Waktu datang dan pergi,
tetapi tidak pernah memberi tanda,
apakah nanti kau masih boleh menyaksikan
purnama mekar di luar jendela.
Insomnia
Mantra malam dirapalkan sehingga
luruh segala cemas yang gaduh.
Lamat-lamat kaudengar nyanyian ibumu,
alunan nada serupa ayunan yang dulu
mengantarmu pada tidur yang damai.
Di mana kau kini?
Besok,
kudengar kau meminta pagi menjemputmu
sebagai dekapan atau setangkai mawar biru.
00.00
Terjaga.
Masih terlalu jauh dari pagi.
Angin menyambar di luar jendela.
Kabar apa yang hendak ia bawa?
Hal-hal serupa ketiadaan datang
mengantarkan sunyi ke dalam dirimu.
Lagu pengantar tidur di telepon
genggammu telah lama berhenti.
Hanya ada lolongan anjing
dan suara mesin tukang kayu insomnia.
Kepalamu mulai menjahit ingatan.
Dan kau tiba-tiba merindukan baju
favoritmu di masa kecil dulu.
Mengunjungi Makam Ayah
Rumput-rumput kecil tumbuh dari
sela bebatuan di atas makam ayah.
“Tidak boleh dicabut, pamali,” kata ibu.
Akhirnya ia dibiarkan tumbuh sampai
bisa dipangkas dengan rapi.
Kuburan ini ramai tetapi sepi hendak
menembus tulang-tulang.
Apakah di bawah mereka
dibiarkan bercengkerama?
Kutakut ayah kesepian.
Ayahku pendiam dan
tidak mudah bergaul.
Tuan, kumohon perlakukan
ayahku dengan baik.
Walau tidak banyak bicara,
ayahku orang yang sangat baik.
- Puisi-puisi Hijrana - 8 October 2024
amarashakila
Bagus puisinya
mira
bagus banget kata-kata puisinya,,,suka
Oza
Saya tersenyum sekaligus terenyuh, terimakasih karya indahnya
Zayn Ali AM
Puisinya bagus, enak dibacanya
Kristiani Sailana
Waliku, Pahutaaku
Nama : Kristiani Sailana
Jurusan : Prodi D- lll Kesehatan Gigi Poltteks Kemenkes Kupang
Kehilangan kasih sayang, kehilangan perhatian, bahkan kehilangan barang, adalah suatu hal yang tidak diinginkan semua orang. Begitu juga denganku. Hilangnya sosok orang tua, yang sangat berarti dalam kehidupanku, membuat hari-hariku terasa hampa. Hidup terasa tiada gunanya.
“Jiwa ini sangat menrindukan kasih sayang, waktu, perhatian, dan nasihat dari kalian berdua. Ini semua itu demi membangkitkan semangat, rasa percaya diri, dan masa depanku yang lebih baik lagi. Tidakah kalian penduli denganku?”, pikiranku yang kadang-kadang muncul di benak.
Menyembunyikan air mata, dan selalu tersenyum agar terlihat baik-baik saja, menyibukkan diriku dengan berbagai aktivitas, aktifkan diri dalam berbagai cerita, itu adalah caraku satu-satunya untuk menutupi persoalan yang dihadapi. Ternyata itu sangat berat. Itu bukan hal yang mudah. Semua dilalui dengan mencoba untuk “bahagia”
Ternyata itu pikiranku saja kala itu. Hari berganti hari, sampai detik ini, ada suatu rasa bahagia tersendiri bersama orang tua waliku. Orang tua waliku sangat dengan penuh kasih sayang membesarkanku sejak dari kecil. Kasih sayang yang tulus, selalu berlaku adil, tidak membeda-bedakan satu dengan yang lain, untuk semua anak mereka, itulah yang membuatku bangkit kembali.
Orang tua waliku mengurus semua kami, termasuk anak-anak mereka, dengan penuh tanggung jawab. Itu bukan tanggung jawab yang kecil, ya? Itu tanggungjawab yang besar.
“Setiap hari mereka pasti berpikir, agar bagaimana anak-anak mereka tetap bersekolah sehingga kelak menjadi orang yang sukses”, pikirku setiap hari.
Bekerja keras seharian, menahan lapar, menyembunyikan keluh kesah, berusaha terlihat baik-baik saja, tidak mempedulikan kesehatan mereka sendiri di depan anak-anaknya, itulah yang dibuat. Itu dilakukan demi sematawayang anak-anak mereka dan masa depannya.
Selalu dinasihati, ditegur jika kami melakukan kesalahan. Walaupun teguran dan nasehat itu terkadang mengandung kata-kata kasar yang menyakiti hati, tetapi itu dijadikan sebuah pelajaran dan motivasi untukku menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Sosok yang dulunya hilang dari kehidupanku, kini hadir kembali dan menjadi motivator dan semangat tersendiri untukku dan meyakinkan diri sendiri bahwa aku juga bisa seperti orang lain. Latar belakang keluarga tidak menjadi tolak ukur untuk melanjutkan pendidikan ini.
“Aku pasti sekolah lanjut. Aku pasti sekolah lanjut, iya, kan Tuhan?”, pintahku!
Jika diizinkan Tuhan, aku akan menjadi orang sukses kelak nanti. Aku akan membalas semua jasa dan membanggakan mereka. Aku juga ingin menjadi orang tua yang baik seperti mereka bagi anak-anakku suatu saat nanti.
Tidak ada yang bisaku berikan hanyalah ucapan terimaksih banyak atas semua yang telah diberikan hingga saat ini. Harapan dan doa, semoga mereka diberikan kesehatan, umur panjang dan diberkati setiap usaha dan pekerjaan yang menjadi sumber berkat bagi kami anak-anak.
Saprinal11
aku tidak banyak membaca puisi, tetapi puisi ini sangat indah sekali.