Syaikh Abu al-Qasim al-Muqri

Beliau adalah Ja’far bin Ahmad bin Muhammad Abu al-Qasim al-Muqri, beliau saudara Syaikh Abu ‘Abdillah al-Muqri. Beliau adalah termasuk sufi agung dari Kharasan, satu-satunya orang yang paling cemerlang di zamannya, kondisi rohaninya sedemikian kuat, semangat hidupnya begitu mulia.

Beliau bersahabat dengan Syaikh Ibn ‘Atha’, Syaikh al-Jariri, Syaikh Abubakar bin Abi Sa’dan, Syaikh Abubakar Mamsyadz, dan Syaikh Abubakar ar-Rubadzari. Syaikh as-Sullami memberikan testimoni tentang beliau: “Tak seorang pun saya menemukan para sufi yang sama atau mirip dengan beliau.”

Beliau wafat di Nisabur pada tahun tiga ratus tujuh puluh delapan Hijriah. Tidak hanya Nisabur yang berduka karena itu, tapi juga wilayah-wilayah yang lain di dunia ini. Disebutkan bahwa matinya orang alim adalah matinya alam semesta. Kenapa? Karena segala sesuatu yang bersama orang alim tersebut akan ikut terkubur.

Beliau mengatakan bahwa orang yang makrifat kepada Allah Ta’ala akan merasa disibukkan oleh Kekasihnya, tidak oleh siapa pun yang lain. Pikirannya hanya akan tertuju kepada Kekasih itu. Kekasih itu akan senantiasa dibawa ke mana saja, baik ke kantor, ke ladang, ke pasar dan ke mana saja.

Yang justru lebih sulit itu adalah ketika Allah Ta’ala memerintahkan kepadanya untuk memandang kepada makhluk, baik untuk menolak maupun untuk menerimanya. Sebab, pikiran orang itu senantiasa terngiang-ngiang untuk Kekasih, untuk yang lain telah dengan sendirinya tersingkirkan.

Di sini, mengingat Allah Ta’ala itu bukan lagi merupakan beban sebagaimana yang terjadi pada diri kita. Kalau ingatan kita tertuju kepada sesuatu yang lain, mengingat Allah Ta’ala itu masih merupakan beban yang berat rasanya. Sebentar saja kita mengingat hadiratNya sudah mengingat sesuatu yang lain.

Setiap pembahasan tentang Allah Ta’ala lezat rasaNya, nikmat rasaNya, tidak ada yang lebih lezat dan lebih nikmat ketimbang pembahasan tentang hadiratNya. Bahkan seandainya Allah Ta’ala itu memerintahkan utusanNya untuk berperang dengan kelompok tertentu, itu jauh lebih indah ketimbang berita dari selainNya.

Apa pun yang datang dari hadiratNya, indah rasaNya. Apa pun yang datang tidak dari hadiratNya, memuakkan rasanya. Bukankah alam semesta ini datang dari hadiratNya? Ya, alam semesta ini tidak datang dari mana pun kecuali dari Allah Ta’ala belaka. Itulah sebabnya Syaikh Tajuddin as-Sakandari mengatakan:

“Seandainya tidak karena pengejawantahan Allah Ta’ala di alam semesta, niscaya kita tidak akan pernah melihat apa pun di dunia ini. Seandainya sifat-sifat Allah Ta’ala mengejawantah, maka akan tiada alam ciptaan ini.” Pernahkah kita membayangkan bahwa alam ciptaan ini tiada?

Kalau hal itu tidak pernah kita bayangkan, itulah yang akan menjadi kenyataan menjelang kiamat kelak, bukan segala sesuatu yang lain. Menjelang kiamat itu, sifat-sifat Allah Ta’ala yang akan menjadi kenyataan, semuanya seolah-olah digantikan oleh sifat-sifat hadiratNya. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!