untuk Anaci Tnunay
temannya, ahli matematika
yang mengajar bahasa,
menulis kisah pendek
tentang bocah pengidap asma
ia seketika tahu, akan sesak napas
bahkan sebelum kalimat pungkas
bukan, bukan karena itu kisah sedih,
atau karena benih tangis yang ditanam
sejak kalimat pertama, ia hanya teringat
panas matahari pagi saat mendaki
ke puncak taman doa. udara teramat
tipis, dosa berlapis-lapis. baris kalimat apa
yang mesti dipanjatkan jika ia hanya punya
tiga sampai enam kata, sebelum napasnya
habis? ia pun belajar nilai kata-kata
sebuah kata bisa berarti banyak
itulah sebabnya saat ia membaca “inhaler”
atau “maaf” atau “obat”, ia seakan kembali
terlempar ke jalan menanjak itu dan sekali
lagi percaya: meski panjang-berliku,
jalan kasih mampu menyembuhkan
apa-apa yang tak sempat tersembuhkan
dalam sebuah kisah pendek
(Bello, 2016)
B UNTUK BUS
untuk mengejar kebahagiaan,
kau perlu waktu. tapi bukan
melulu waktu, kau juga perlu
sekutu. bukan sembarang sekutu,
tapi sosok yang meneguhkan
prinsip─tak jeri akan ancaman
salib ataupun salip
sosok dengan dua cita
mirip belaka: menjadi tuhan
atau menjadi sopir bus
saat kau terengah-engah
dan tiba di simpang jalan itu,
kau bahkan tak perlu mengetuk
pintu. kau cukup bersimpuh
dan menatap dengan mata berembun
ia melihat segalanya. masa lalu
yang jauh, masa depan yang keruh.
jika akhirnya kau tak bisa menemui
kebahagiaan, selalu ada halte tempat
kau menuju, tempat ia sudi menunggu
(Fatululi, 2017)
C UNTUK CRAGLE
meski pembatas telah disisipkan,
kisah tak mesti berakhir. Lagi pula,
mereka tahu enigma cinta bukanlah
perkara yang mudah tuntas. kata-kata
terhapus, keping peristiwa terpangkas
pernah ada satu masa, mereka harus
menjauh─serupa gagang telepon
dan rumahnya─agar bisa bicara
tapi kini, setelah bagian-bagian
rumah itu melekat satu sama lain,
bicara hanyalah ihwal satu sentuhan
halus. sebelum langit hangus,
vista berubah, barangkali terjungkir─
atau malah tertata wajar belaka?
langit-langit likat. di hamparan likra
putih susu, kontur bukit dara. pikat
seulas senyum, lengkung cakrawala
tepat saat bibir mereka merekat,
kisah bermula
(Bello, 2017)
WRITER’S BLOCK,
ATAU D UNTUK DOR!
selepas dua belas
kelokan terjal,
sungai deras tempat
batu-batu pejal terbaring,
dan hamparan mawar liar
di halaman tanpa pagar,
ia pun tiba di teras rumah itu
santun mengetuk pintu
berharap dalil dan jawaban,
bukan dalih dan pertanyaan
celakanya, itulah yang terjadi
tuan penyair, bukan? tunggu sebentar,
saya sedang keluar
selepas getun yang panjang,
ia seret kasut, serupa menggambar
jalur-jalur kusut di lantai berdebu
sekali lagi berharap seseorang
datang mengetuk pintu,
membawa entah pistol atau pisau
tapi tak ada pria berjanggut,
lelaki petugas jajak pendapat,
ataupun bujang pengantar piza
ia benar-benar sendiri
dalam penantian yang konon
sebentar tapi ternyata tak jua kelar
maka ia tuliskan saja apa adanya,
apa yang sungguh-sungguh terjadi
(Bello, 2016)
E UNTUK ETGAR
─for me, writing was always
an act of losing control.
/1/
sebermula telinga
jurang menganga
antara apa yang normal
dan apa yang ganjil
mungkin ada yang menemu tanda:
ia perawi yang tak layak dipercaya
“cerap yang tak cakap!” simpul
sang pengadil, membuka kartu
tapi tetap saja, apa yang keliru?
bahkan di usia sebelia itu,
ia tak mudah dipedaya
truth or dare baginya
sama belaka. jujur moral utama,
nyali mengalir dalam nama
tapi apakah dunia peduli?
/2/
dunia kadang punya selera humor
yang buruk, tapi alergi serbuk kayu
bisa jadi canda penawar kantuk
memang palang tukang kayu
berbeda dengan soket tukang pipa
tapi jalan penebusan tetaplah
jalan penebusan, meski yang satu
demi umat manusia dan yang lain
hanya untuk diri sendiri
dari sudut pandang tertentu,
bukankah bumi dan kelereng
serupa belaka? sungguh tak sia-sia
ia pergi, sungguh tak sia-sia
ia lepas kendali─kecuali satu
hal kecil: ia lupa membawa kartu.
(Bello, 2017)
Catatan:
Puisi-puisi di atas berutang pada lima cerpen karya Etgar Keret, berturut-turut: a) Asthma Attack, b) The Bus Driver Who Wanted to be God, c) Crazy Glue, d) Suddenly, a Knock on the Door, dan e) Pipe.
- Puisi-Puisi A. Nabil Wibisana; B UNTUK BUS - 13 February 2018