menyaksikanmu di kota
ANDAI kau mau dengar bisikku
di luar biloq songkang ini
tak terpedaya oleh jalan pikir nama-nama itu
tapi di kota dengan bau garam dan bedak sundal ini, kau telah jauh terlibat dalam perayaan-perayaan, diperangkap dengan cara santun, diajak jalan-jalan sampai ke alamat terjauh yang mereka miliki
posisi kau ke aku bergeser, bak lentur garis pantai di barat daya yang jauh
waktu masih bekerja, memang.
ada yang tetap ada. ada banyak yang hilang dari jangkauan dan keinginan untuk tidak berpisah
bebedag masih bekerja, tapi tidak semulia waktu
sisi gelapnya lebih luas dari yang bisa kau bayangkan, lebih dalam dari apa yang bisa kuberikan
kau terbujuk. masuk, seperti masuk ke dalam kebahagiaan
memilih tak setia pada nama yang berani kalah di hadapan nama-nama lainnya
sepuluh tahun kemudian, kau masih tak ada
KUBAYANGKAN sejauh 10 tahun dari diriku, kau masih tak ada
di kawasan yang dicintai dengan gegabah
oleh siapa saja yang tiba dan tak berani kalah di hadapan manusia
ini perjalanan tak kenal kembali
itu sebab rinduku bertumbuh dari rapuh namamu
tanpa ada tanda berpihak jadi petunjuk di tengah belantara ketakberaturan. tanpa ada nama lain jadi juru baca untuk alamat yang sudah tak lagi diingini
berjabat angan hanya angan-angan
sebab angan lebih hitam dari apa yang dilakukan tangan
cinta jadi kelam
tidak buta
tapi tak lagi seperti kemarin
mereka yang tak berani kalah di hadapan manusia, tak mau berpisah, mereka beranak banyak, dan menolak apa-apa yang aku pikirkan tentang kau
tafakur di hadapanmu
TAK mampu lagi aku mencintaimu
di hadapan teka-teki sesukar manusia
walau ini bukan titik terjauh dari artummi
hanya saja ada batas-batas yang coba digeser ke luar hak. wilayah yang sejak awal tak memiliki kemungkinan untuk dipetakan jadi titik pertaruhan, kini sudah mulai dicampururusi oleh nama-nama itu
lantas batas macam apa yang menjebakmu supaya tak sampai ke aku?
terlalu banyak hal menggejala di luar akal
sebagaimana samudera rinduku di luar biloq songkang
aku tak selalu siap menunggu
sebab kemuliaan tak melulu dimiliki wajah-wajah baru, keadaan-keadaan baru, tubuh seperti tubuhmu
sebab kewaspadaan ini tak akan pernah dijinakkan oleh tipudaya dan trik licik di kawasan kota
cinta bisa saja sekuntum kembang atau mata yang hitam atau perasaan yang tumbuh di titik raibnya kenangan-kenangan
kau sendiri terlibat banyak dusta
berjibaku searah arus itu
tidak sebagai aida: wanita yang layak menerima cinta
ketika menatap sebuah titik
KEMBALI ke titik itu
tak semudah mengecup kening kekasih
selalu kau nilai itu tak lebih utama dari persoalan di tengah kota, tak lebih menarik dari ajakan piknik
itu tersebab kau tak pernah ada kemauan untuk sekadar menoleh dengan sedikit sabar dan tak banyak pertimbangan
gelap harap
dingin sikap
menumbuhkan garis pembelah
masalah tentu saja tiba disertai kemungkinan kecil untuk menang
hal-hal penting jadi bias
hal-hal tak penting jadi hitam di atas putih
sepi berdenyar
struktur cinta tak lagi sakral
sayang, satu tanda saja tak berhasil kau analisa
sehingga apa yang sembunyi tak akan pernah menampakkan diri untuk minta dipahami
- Puisi Artummi Sasih - 30 July 2024
Zaini Munawar
Waw..ini dalam ini…bagus puisi-puisinya bang
Zaini Munawar
ini dalam ini
bagus puisi-puisinya bang