Puisi Artummi Sasih

 

menyaksikanmu di kota

 

ANDAI kau mau dengar bisikku

di luar biloq songkang ini

tak terpedaya oleh jalan pikir nama-nama itu

tapi di kota dengan bau garam dan bedak sundal ini, kau telah jauh terlibat dalam perayaan-perayaan, diperangkap dengan cara santun, diajak jalan-jalan sampai ke alamat terjauh yang mereka miliki

posisi kau ke aku bergeser, bak lentur garis pantai di barat daya yang jauh

waktu masih bekerja, memang.

ada yang tetap ada. ada banyak yang hilang dari jangkauan dan keinginan untuk tidak berpisah

bebedag masih bekerja, tapi tidak semulia waktu

sisi gelapnya lebih luas dari yang bisa kau bayangkan, lebih dalam dari apa yang bisa kuberikan

kau terbujuk. masuk, seperti masuk ke dalam kebahagiaan

memilih tak setia pada nama yang berani kalah di hadapan nama-nama lainnya

 

 

sepuluh tahun kemudian, kau masih tak ada

 

KUBAYANGKAN sejauh 10 tahun dari diriku, kau masih tak ada

di kawasan yang dicintai dengan gegabah

oleh siapa saja yang tiba dan tak berani kalah di hadapan manusia

ini perjalanan tak kenal kembali

itu sebab rinduku bertumbuh dari rapuh namamu

tanpa ada tanda berpihak jadi petunjuk di tengah belantara ketakberaturan. tanpa ada nama lain jadi juru baca untuk alamat yang sudah tak lagi diingini

berjabat angan hanya angan-angan

sebab angan lebih hitam dari apa yang dilakukan tangan

cinta jadi kelam

tidak buta

tapi tak lagi seperti kemarin

mereka yang tak berani kalah di hadapan manusia, tak mau berpisah, mereka beranak banyak, dan menolak apa-apa yang aku pikirkan tentang kau

 

 

tafakur di hadapanmu

 

TAK mampu lagi aku mencintaimu

di hadapan teka-teki sesukar manusia

walau ini bukan titik terjauh dari artummi

hanya saja ada batas-batas yang coba digeser ke luar hak. wilayah yang sejak awal tak memiliki kemungkinan untuk dipetakan jadi titik pertaruhan, kini sudah mulai dicampururusi oleh nama-nama itu

lantas batas macam apa yang menjebakmu supaya tak sampai ke aku?

terlalu banyak hal menggejala di luar akal

sebagaimana samudera rinduku di luar biloq songkang

aku tak selalu siap menunggu

sebab kemuliaan tak melulu dimiliki wajah-wajah baru, keadaan-keadaan baru, tubuh seperti tubuhmu

sebab kewaspadaan ini tak akan pernah dijinakkan oleh tipudaya dan trik licik di kawasan kota

cinta bisa saja sekuntum kembang atau mata yang hitam atau perasaan yang tumbuh di titik raibnya kenangan-kenangan

kau sendiri terlibat banyak dusta

berjibaku searah arus itu

tidak sebagai aida: wanita yang layak menerima cinta

 

 

ketika menatap sebuah titik

 

KEMBALI ke titik itu

tak semudah mengecup kening kekasih

selalu kau nilai itu tak lebih utama dari persoalan di tengah kota, tak lebih menarik dari ajakan piknik

itu tersebab kau tak pernah ada kemauan untuk sekadar menoleh dengan sedikit sabar dan tak banyak pertimbangan

gelap harap

dingin sikap

menumbuhkan garis pembelah

masalah tentu saja tiba disertai kemungkinan kecil untuk menang

hal-hal penting jadi bias

hal-hal tak penting jadi hitam di atas putih

sepi berdenyar

struktur cinta tak lagi sakral

sayang, satu tanda saja tak berhasil kau analisa

sehingga apa yang sembunyi tak akan pernah menampakkan diri untuk minta dipahami

Artummi Sasih
Latest posts by Artummi Sasih (see all)

Comments

  1. Zaini Munawar Reply

    Waw..ini dalam ini…bagus puisi-puisinya bang

  2. Zaini Munawar Reply

    ini dalam ini
    bagus puisi-puisinya bang

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!