Puisi Daffa Allamsyah; DI SEBUAH GALAKSI YANG SANGAT-SANGAT JAUH – PUISI-PUISI DARI STAR WARS

 

Skywalker

 

Sejak jubah gurun tersingkap, ia mulai bisa mengingat semua hal,

Dan tak ada lagi masa remaja yang riang dan menyenangkan.

 

Ia mulai sadar, dari paman gila yang tinggal di ceruk gua,

Bahwa ia tak bisa lagi diam di balik bukit-bukit Tatooine.

 

Ia harus segera meninggalkan masa lalu dan pergi merajut

masa depan di Yavin, ikut mengangkat senjata tinggi-tinggi.

 

Dan ia terus berkelana: Alderaan, bulan besi, dan padang salju,

Hingga sesentak suara menyerunya: “Dagobah, Dagobah.”

 

Berapa lagi jarak yang harus ditempuh menuju harapan,

Ia bertanya-tanya kala memandang daratan dari kokpit X-Wing.

 

Ketika X-Wing-nya tersungkur di hutan rawa, ia mulai bisa

Menebak jawabannya lewat petuah seorang petapa tua.

 

Darinya ia belajar cara meraba dan menyatu dengan force,

seperti mega merah yang membaur dengan senja di horizon.

 

Kematian petapa tua itu sebenarnya menyisakan lubang di hatinya,

Namun, perjuangan harus berlanjut dan tak ada waktu bagi duka.

 

Sementara ia menghunuskan lightsaber di hadapan gempuran laser,

Di tengah perang, orang-orang di penjuru galaksi akan bergumam:

 

“Kita akan menjejaki langit, sekali lagi, dan memulai semuanya dari awal.”

 

 

 

Jyn Erso

 

Memang, di Cardiff

fajar tak lagi terbit.

 

Hanya ada abuku dan abumu yang

sama-sama berserakan di kehampaan.

 

Sesudah pelukan terakhir

serta tujuh mozaik ombak,

seluruhnya musnah,

dan kita mati

untuk sebuah harapan baru.

 

Beberapa waktu semenjak itu,

seorang pemberontak yang menyusul kita

mengabari:

“Sumbu telah disulut,

dan bintang lebur berkeping-keping.”

 

Aku coba menerka

apa yang lalu terjadi di dunia sana:

Anak-anak yang berlarian girang

dan Republik yang terbangun.

Hijau ilalang kembali tumbuh

dan biru menumpahkan lagi dirinya

pada langit.

Panji-panji penjajah rubuh

di sekujur negeri,

dan orang-orang berpesta di jalanan

sambil menenggak minuman keras.

 

Apakah benar terkaanku begitu?

Apakah kematian kita

benar-benar berhasil?

Apakah benar-benar tak harus ada lagi

sumpah-serapah?

 

Bila semua ini benar berakhir,

aku ingin kau tak lagi

menanyaiku:

“Adakah air mata yang perlu

kuseka dari pipimu?”

sebab duka tak akan lagi

menyerta kita:

Hanya keabadian

Hanya keabadian

 

 

 

Sebab Kita Tak Pernah Tahu Bom Apa yang Akan Meledakkan Tubuh Kita Jadi Puing-puing

—The Rebellion

 

Aku merindukan langit yang

tenang, Kapten, bermekaran

di atas wajah kita.

 

Aku benci laser dan ketakutan

yang menghinggapi pelipis,

derap kaki prajurit,

atau bising pesawat

yang terbakar lalu

meledak.

 

Kita salah.

Kita salah tentang hari-hari.

Hari-hari senantiasa mengkhianati

kita dan menyimpan untuk

dirinya sendiri.

 

Aku selalu berharap

hari-hari berhenti dan waktu

menyerahkan diri pada kita,

pada akhirnya.

 

Puing-puing tubuh kita

tenggelam pada baris

pantai putih. Bom-bom terbang

meluluh-lantahkan teka-teki

yang selama ini kita

tanyakan.

 

Waktu tak pernah datang.

Waktu telah menghabisi kita.

 

Kita sekarat

pada kenangan-kenangan

masa lampau yang beku

di jenggala dan lazuardi

yang lebur, berbaring

pada linangan air mata

sendiri yang kita ciptakan

untuk membasahi

artefak tubuh kita.

 

Pemberontakan, pemberontakan!

kapan pula tegukan litani

kita tiap pagi menepati janji

abadi?

 

Ah,

semangkuk susu biru

dan satu kemenangan lagi!

 

Berikan aku setengah gelas

harapan lain agar kita bisa

bersulang sebelum

kematian.

 

 

 

 

Semoga Force Menyertaimu

—Order 66

 

Galaksi kita sudah lama tak tidur,

ia menanti buku dongengnya yang

dirampas keserakahan.

 

*

 

Tak ada yang tersisa di antara kita,

kecuali beberapa bongkah kepala

yang kehilangan janji.

 

*

 

Yang sebetulnya abadi adalah

harum darah kalian, selepas perintah,

dan jubah yang hangus.

 

*

 

Kesepian ini, aku coba memahatnya

sendiri di monumen tubuhku.

 

*

 

Aku sering berpikir:

apakah yang lebih indah

sebuah aurora tak pernah padam

atau debu-debu yang sesekali hinggap

di lightsaber kita?

 

*

 

Kedamaian, ternyata, lebih asing

daripada selusin orang Mandalore

yang terusir, ya?

 

*

 

Aku sering bermimpi force menjumpaiku

lalu mengecup kalbuku yang patah,

memelukku sebelum kembali

terperosok ke jurang jauh.

 

*

 

“Semoga force menyertaimu,”

sebuah hening suci,

kata-kata lama yang diburu.

 

*

 

Asmaraloka kita sudah habis

dilalap obituari musim gelap,

sesudah Naboo,

sehabis kabar-kabar burung.

 

*

 

Kekaisaran sudah

mencengkram seluruhnya,

setiap detak jantung planet,

di antara rawa dan bentangan gurun,

bertitah atas abu

yang juga tak menahu arah.

 

*

 

Tapi aku tak ingin

terus menerus tenggelam

dalam genangan kenangan?

 

*

 

Puisi ini, barangkali,

tak pernah ada.

Ia hilang bersama tenggak nadi kita

di balik lanskap-lanskap

yang meledakkan diri.

 

*

 

Ajari aku, ajari aku

cara mencintai dunia sekali lagi,

mencintai api sekali lagi?

 

Ada dada-dada jahat

yang harus dipenggal.

 

Ada siasat yang harus segera mati.

 

 

Daffa Allamsyah

Comments

  1. ika Reply

    a star wars poem… IN INDONESIAN?!?!?!?! menarik sekali

  2. Amara Reply

    Menarik puisinya

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!