Syaikh Abu ‘Abdillah Al-Muqri

Beliau adalah Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Muqri. Beliau bersahabat dengan Syaikh Yusuf bin al-Husin, Syaikh ‘Abdullah al-Kharraz ar-Razi, Syaikh Muzhaffar al-Kirmani, Syaikh Ruwaim al-Baghdadi, Syaikh al-Jariri, dan Syaikh Ibn ‘Atha. Beliau termasuk pemuda di antara sufi.

Beliau seorang yang dermawan di antara para sufi. Beliau memperoleh warisan sebanyak lima puluh ribu dinar. Beliau mensedekahkan semua warisan yang diterimanya itu kecuali tanah dan barang-barang yang lain. Beliau bermaksud untuk melaksanakan ibadah haji dengan tajrid dan sendiri.

Waktu itu beliau betul-betul muda, sangat muda. Bahkan bisa dibilang termuda di antara para sufi. Tapi juga beliau adalah orang yang paling semangat nilai kesufiannya di antara para sufi yang lain. Beliau wafat pada tahun tiga ratus enam puluh enam Hijriah. Dunia berduka cita karenanya.

Beliau berkata bahwa seorang faqir yang jujur yang bersungguh-sungguh di jalan Allah Ta’ala memiliki segala sesuatu dan dia tidak dimiliki oleh sesuatu apa pun. Artinya adalah bahwa seorang faqir yang jujur adalah orang yang paling kaya. Sebab, dia memiliki segala sesuatu dan tidak dimiliki oleh apa pun.

Faqirnya hanya tertuju kepada Allah Ta’ala, sama sekali tidak kepada apa pun yang lain. Itulah sebabnya dia menjadi orang yang paling kaya. Bagaimana mungkin tidak, dia tidak membutuhkan apa pun yang selain hadiratNya. Rasa butuhnya hanya tertuju kepada Allah Ta’ala.

Kepada apa pun yang lain, selain Allah Ta’ala, dia sama sekali tidak butuh. Sebab, apa pun yang lain, sama seperti dirinya, sama sekali tidak memiliki kekuatan apa pun untuk membantu. Sama-sama tidak berdaya. Kalaupun seseorang bisa membantu orang lain, itu mutlak hanya dijadikan perantara oleh Allah Ta’ala.

Karena itu, siapa pun yang merasa lebih mulia untuk memberikan pertolongan kepada para faqir, Allah Ta’ala akan memberikan kehinaan kepadanya, sama sekali tidak terpisahkan antara orang tersebut dengan kehinaan itu. Sedemikian rupa sehingga kehinaan itu menjadi mahkotanya.

Kenapa demikian? Karena orang yang menghinakan Allah Ta’ala tidak akan kembali binaan itu kecuali kepada dirinya sendiri. Kenapa menghina hadiratNya? Karena orang faqir itu hanya butuh kepada Allah Ta’ala, tidak butuh kepada siapa pun yang lain. Apa pun yang lain, keberadaannya sama dengan ketiadaannya.

Allah Ta’ala itu sama sekali tidak merasa hina dengan penghinaan yang dilakukan oleh orang-orang terhadap hadiratNya. Juga tidak merasa bangga dengan kepatuhan orang-orang kepada diriNya. Kehinaan dan kemuliaan itu hanya akan kembali kepada manusia, sama sekali tidak menyentuh Allah Ta’ala.

Kalau begitu, mulialah orang-orang yang penuh kesetiaan kepada hadiratNya, yang terdepan di dalam melaksanakan perintah-perintahNya, yang mempertahankan hidup dan matinya semata untuk Dia, sama sekali tidak untuk apa pun yang lain. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!