Puisi Hidayatul Ulum

 

Hari Berbelanja, Sparkling Magnolia

 

Senyumku terkembang

di luar mesin penarik uang,

samping tangki tetes 15000 ton,

sesaat sebelum kutangkap kelip bintang dan

deret bata pagar kuburan

ketika sepasang pahlawan kumasukkan tas tangan.

Terlipat.

Elegan.

 

Kemudian aku memetik huruf namamu dari rak minimarket,

semata-mata karena suka,

tanpa bertanya seperti apa rasanya membilas dan membasuh diri

dari sparkling magnolia.

 

Serum tubuh ekstrak tomat-rasberi,

sudah waktunya kumanjakan diri,

sebab bukankah puisi-puisi

dapat diciptakan kembali?

 

Aku bimbang, gelisah menimbang-nimbang.

Benakku riuh perhitungan, ketika

tak jauh pintu masuk, Bapak memesan:

minuman sari kacang hijau (yang sudah kumasukkan daftar).

Kuyakin, tak mungkin

kebetulan.

 

Tuhan Maha Baik.

Tuhan Maha Pemberi.

Atur temu, atur rezeki.

Rindu bertalu-talu, mengisi pundi-pundi.

Terima kasih banyak, andai dapat kau dengar.

Lewat desau angin lalu.

Tak perlu kencang.

 

Dari parkiran:

Kedip lampu kuning.

Pohon beringin.

Bunga-bunga bintaro,

diembus udara dingin.

Telah kulihat dunia luar rumah yang jarang kujelajah,

karena hari ini hari berbelanja.

Hari merayakan puisi kita, sampai kepada pembaca.

 

Kota K, 06-07 Oktober 2024

 

 

Dilungkingan

 

Selalu hanya sekian milidetik

Kau bicara padaku

Lewat tatapan bisu

 

Sekali di dalam ruangan

Dua kali di trotoar

Apa yang sebenarnya ingin kau sampaikan?

 

Lalu mengapa kita selalu bicara

Dengan bahasa terikat kode etik

Tanpa sesekali kita coba, melanggarnya?

 

Lain dalam bahasa tulis:

Kau membuatku gemas

Hanya karena kerap tak memisah kata yang mesti dipisah

Seolah kau memang senang

Menggabungkan mereka

Dan takut pada perpisahan

 

Seperti pernah kutemukan kata yang salah kau ketik

Pada lembar karya ilmiahmu

Yang kulahap di perpustakaan karena tak mampu menahan lapar rindu

Juga haus temu yang kian mencekik, jiwaku

 

Dilungkingan, tulismu

(Aku mencerna)

            Dilingkungan, maksudmu

            (Aku menduga)

                        Di lingkungan, pasti begitu

                        (Kebenarannya)

 

Aku tersenyum mengunyah kata-katamu

Makin gemas, makin sayang

Dan kuputuskan

Aku tetap mencintaimu

Meski kau salah ketik

Meski kau tak memisah terimakasih

Meski kau tak pernah sadar, kadang-kadang

Untuk hubungan yang tak pernah kau buat pedih, aku ingin berterima kasih

 

Kota K, September-Oktober 2024

 

 

Dua Helai Uban yang Tak Kunjung Berpamitan

 

Sebelum ingatanku payah dikejar usia

Ingin kukenang sejenak dahi lebarmu

Sebelum angin sudut beliku Gedung A

Meniup kencang sembunyi tubuh dan gelegar tawaku

 

Kau tidak benar-benar ke selatan

Pelataran bertabur ratusan orang

Tepat setelah kau beranjak dari akhir temu

Yang tak dapat kusebut perpisahan

Karena selain kegugupan dan senyum malu-malu kita

Sekilas dua helai ubanmu

Jua tak kunjung berpamitan dari kepalaku

 

Kota K, 07 Oktober 2024

 

 

Hujan Kerentanan

 

Ketika deras hujan membombardir

Aku menangisimu

Takut kau kuyup dan jadi sakit

Seolah bersikukuh

Kau tak mengerti cara berteduh

 

Fakta kau dewasa

Bahkan mungkin tak di buruk cuaca

Dalam amuk badai di luar pintu

Menyadarkan bahwa lewah pikirku memang kadang tak perlu

 

Maka dengan tengadah tangan

Dalam basah iman

Hati rentanku memohon pada Tuhan

Namamu sejajar keselamatan

 

Kota K, 2024

 

 

Hidayatul Ulum
Latest posts by Hidayatul Ulum (see all)

Comments

  1. Siwi nd Reply

    Aku tersenyum mengunyah puisimu, kak🤩

    • Hidayatul Ulum Reply

      Alhamdulillah. Terima kasih, Kak. 😊

  2. Ramdhan Reply

    Tuhan Maha Baik
    Tuhan Maha Pemberi
    Atur temu, atur rezeki.

    Betapa indahnya kak

    • Hidayatul Ulum Reply

      Terima kasih, Kak.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!