
Sebelum itu, mari kita diskusikan sebuah skenario dengan peluang keterjadian satu banding dua pangkat dua puluh dua juta seratus sebelas ribu sembilan ratus sembilan puluh lima. Sengaja kuungkapkan peluang itu dengan cara menyebutnya, alih-alih membilangnya, supaya kau termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berpikir.
Kau adalah seorang manusia yang terperangkap dalam sebuah prototipe kapsul berbahan nanometakarbon—suatu bahan penetralisir semua wujud energi, membuatnya praktis tidak dapat dihancurkan. Kapsul tersebut berukuran kurang lebih 16 meter persegi; seukuran kamar indekosmu. Lalu jauh di salah satu satelit alami Jupiter, sepasang alien bermain dan menendang bola ke arah bumi. Konon kekuatan mereka lima kali kekuatan terkuat bumi, dan bola yang mengarah ke bumi itu adalah antimateri seukuran bola basket dengan kepadatan sebuah bintang neutron. Dalam waktu kurang lebih lima hari, bola itu menembus atmosfer dan kerak bumi, bertumbukan dengan inti planet, dan akhirnya menghasilkan reaksi destruktif yang meledakkan seisi planet biru itu.
Bumi hancur, kecuali kau.
Ledakan bumi menggelora sampai ke ujung tata surya, guncangannya melontarkan kapsul tempatmu terperangkap, dan kau merasakan sensasi terombang-ambing. Tetapi sensasi yang sudah biasa kau rasakan itu malah membuatmu terlelap. Yang penting, sekarang di tanganmu ada kantong kresek berisi toples berisi sambal goreng dan kau menggenggamnya erat-erat seperti balon.
Dari situ kau tahu: semua baik-baik saja.
***
Kau suka sambal. Salah satu selorohmu: era kolonial dimulai ketika segerombolan orang kulit putih menemukan tanaman cabai yang dapat diolah dan dicampur ke makanan mereka yang luar biasa hambarnya. Selorohan itu diragukan secara historis, tetapi setidaknya cukup untuk membuat orang-orang terdekatmu tersenyum, dan kau akan melakukan apa pun supaya mereka tetap tersenyum. Oleh karena itulah, dari seluruh jenis sambal di dunia, kesukaanmu adalah sambal goreng buatan ibumu. Kau rela menghabiskan waktumu dengan berupaya mereplika mahakarya tersebut.
“Resep sambal goreng ini adalah satu-satunya warisan ibuku kepadaku, dan kelak akan menjadi satu-satunya warisanku kepadamu. Kamu seharusnya bersyukur tidak menjadi laki-laki lain yang lari dari kehidupanku seperti ayah dan abangmu, sehingga kamu bisa menerima warisan ini. Manfaatkan!”
“Baik, Bu.”
Semua akan baik-baik saja, jika kau ditemani dengan sambal. Memang bisa sambal apa saja, tetapi belakangan ini kau mulai merasa hidanganmu hambar jika tidak dicampur dengan sambal goreng buatan ibumu. Padahal kau sudah tidak lagi bersamanya sejak perkelahian besar itu. Tetapi bisa jadi itu adalah tanda bahwa sebenarnya hubungan di antara kalian berdua sebenarnya begitu erat, tetapi terkadang emosi dan egoisme diri menjadi pemenang dalam pertarungan batin. Untungnya, kau ingat resep sambal goreng ibumu. Pada suatu hari, kau memutuskan mencoba membuat sambal gorengmu sendiri. Ketika rasanya sudah kau pastikan sama, kau akan pulang ke rumah ibumu dan memohon maaf kepadanya dengan membawa setoples sambal goreng buatanmu.
Kau tahu: semua akan baik-baik saja.
Dan kau terbangun. Sensasi terombang-ambing yang kau rasakan sewaktu bumi hancur dan meledak—kau belum tahu bahwa bumi sudah hancur—sudah tidak terasa, tetapi kau memang merasa bahwa ada yang tidak beres. Kau memandang ke sekitar kapsul dan perlahan mencoba menggerakkan badan di kasur yang begitu empuk dan nyaman. Tetapi kau harus beranjak. Maka kau berusaha duduk.
Lalu tanganmu menyentuh sebuah tombol, dan terbukalah sebagian kapsul seperti jendela. Terlihatlah luar angkasa dan segala kemegahannya: kelap-kelip bintang, bulan, asteroid, kombinasi warna dan objek yang belum pernah kau saksikan sebelumnya. Kau masih belum tahu apa yang terjadi, sampai akhirnya kau menemukan sebuah buku panduan dasar mengoperasikan kapsul tempat kau terperangkap.
Ada beberapa penjelasan yang terlalu teknis sehingga kau mengernyitkan dahi, tetapi kau tertarik dengan satu kalimat: aktifkan fitur sekian dengan menekan tombol sekian, lalu atur ke mode sekian untuk mengaktifkan bantuan Kecerdasan Buatan Kapsul. Kau pun menurutinya, dan muncullah suara ramah seorang wanita mesin penjawab otomatis. Lantas kau pun melontarkan pertanyaan, dan mesin itu menjawab.
“Berdasarkan rekaman historis, planet bumi telah hancur dikarenakan tabrakan antara benda luar angkasa tidak dikenal dengan inti planet. Sistem pemeriksaan tata surya masih memindai lintasan dan sisa-sisa ledakan planet untuk mengetahui kronologi pastinya, mohon ditunggu.”
Kau merenungkan apa yang baru saja terjadi. Lalu kau menangis; sekeras-kerasnya, sepanjang-panjangnya. Dalam tangisanmu, waktu tidak ada. Tangisanmu bukan saja untuk kehilangan, tetapi juga pengakhiran, dan ketidaktentuan tanpa ujung. Ketika air matamu mengering, kau menjerit, lalu tertawa; sekeras-kerasnya, sepanjang-panjangnya. Dalam tawamu, waktu tidak ada. Tawamu bukan saja untuk kesendirian, tetapi juga pengakhiran, dan ketidaktentuan tanpa ujung.
Dan kembali kita berdiskusi tentang skenario berpeluang rendah tahap astronomis: kali ini satu banding dua pangkat empat belas juta enam ratus lima, karena nalurimu secara tiba-tiba ingin mencicipi kembali sambal goreng buatanmu dengan resep ibumu. Tetapi ketika kau membuka kantong dan toples dan siap-siap menyantapnya, kapsul bertabrakan dengan suatu objek angkasa dan membuat dirimu dan toplesmu terjatuh. Gumpalan sambal terciprat ke mana-mana; salah satu cipratan mengenai sebuah tombol sistem, dan suara wanita mesin penjawab otomatis tiba-tiba muncul.
“Menginisiasi ruang hyper cahaya. Penerbangan cahaya dimulai dalam tiga, dua…”
***
“Kamu bukan orang pertama yang mengalami hal seperti ini.”
“Apa iya?”
“Iya, benar. Tahun 1984 di Jepang, seorang wanita bernama Masami Aomame secara tidak sengaja masuk ke semesta paralel hanya karena ingin menghindari macet dengan cara keluar dari taksi dan menyeberang ke bawah jalan layang.”
“Sialan, kukira apaan. Itu ‘kan premis IQ84-nya Murakami. Itu fiksi!”
“Hei, memangnya kau tidak pernah diajarkan bahwa fiksi adalah kenyataan yang terjadi di semesta pikiran seseorang?”
Kujelaskan kepadamu bahwa pilihan-pilihan hidup tertentu kadang akan membawa seseorang masuk ke dalam semesta paralel tanpa dia sadari. Kesadaran tentang keberadaan di semesta paralel dimulai ketika seseorang itu menyadari adanya kejanggalan-kejanggalan kecil dalam kehidupan mereka. Aomame misalnya, menyadari terdapat kejanggalan dalam penggunaan pistol polisi dan dua bulan yang tergantung di langit. Sementara kau, kusampaikan kepadamu kau telah tersasar ke sebuah semesta di mana peluang-peluang kejadian bermunculan secara tidak normal; itulah alasannya skenario-skenario dengan peluang kecil-astronomis mudah sekali terjadi.
“Tetapi … aku harus pulang.”
“Kembali ke dimensi kenyataanmu? Jujur, itu lumayan mustahil.”
Kau tidak lagi berada di dimensi kenyataanmu, bahkan tidak lagi di semesta paralel tempat kau sempat tersasar. Kau berada di tempatku; perbatasan di antara kenyataan, pikiran, imajinasi, dan peluang-peluang. Peluangmu sampai di tempat ini: satu banding sekian. Kecil sekali, sehingga aku, yang sudah menghuni tempat ini bahkan sebelum terjadinya Dosa Pertama, kesulitan menalarnya. Sepertinya kapsul tempatmu terperangkap melesat tanpa henti, dan menembus kontinuum ruang dan waktu.
“Tetapi … tempat ini, terlihat seperti rumahku.”
“Apa iya?”
“Iya, benar. Bahkan kita sekarang ini sedang saling berhadapan, sebagaimana aku dan ibuku ketika keadaan sedang baik-baik saja.”
“Ketika keadaan sedang baik-baik saja?”
Lantas, kau menceritakan tentang kebiasaanmu dan ibumu ketika keadaan sedang baik-baik saja. Kalian duduk berhadapan di meja makan, sepiring sambal goreng buatan kalian berdua—ibumu pemasak utama dan kau asistennya—berada di tengah, sementara di depan kalian adalah sepiring kecil gorengan. Bertemankan secangkir kopi, kalian membicarakan tentang berbagai hal: tetangga, negara, kehidupan secara umum.
Lalu di hadapanmu sekonyong-konyong kau dapat melihat sesosok wanita tua kurus menatap matamu dengan tatapan yang begitu sedih, tetapi hangat. Awalnya hanya berupa gambaran samar, tetapi waktu berjalan. Dan dalam perjalanan waktu, imaji yang kau saksikan perlahan berubah menjadi sosok ibumu. Kau lalu meletakkan setoples sambal goreng buatanmu di tengah meja makan, dan ibumu memandangnya. Kau tersenyum tipis, dan ibumu balas tersenyum sedih.
“Ada yang ingin kubicarakan, Bu,” ucapmu.
Ibumu—atau aku dalam wujud ibumu, entahlah, di tempat ini hal-hal seperti itu begitu mudah terbaurkan—menjawab, “Apa itu?”
Kau diam, menatap ibumu—aku—lama-lama, lalu menatap dirimu sendiri.
“Sebelum itu, mari kita diskusikan sebuah skenario dengan peluang keterjadian ….”
Tangerang, Desember 2024
- PERIHAL MEMBAWA TOPLES BERISI SAMBAL GORENG KE LUAR ANGKASA - 20 December 2024
- Berbagi Kisah Suka Duka Kerja Sampingan Mandiri di Malaysia - 22 March 2017
iwan
Ada yang bisa jelaskan, pesan dari cerpen ini…
baso
Sepertinya, cerita kapsul adalah imajinasi sang anak ketika mengantarkan sambal goreng untuk ibunya dengan tujuan berbaikan; yang menggambarkan bahkan ketika dunia hancur dia masih sangat menyayangi ibunya dan sambal gorengnya. Ini didukung dengan bagian akhir yang berulang ke awal cerita.
Pendeskripsian aku – ibu, seakan menjelaskan betapa erat perasaan mereka sebenarnya.
siwi nd
diri kita adalah semesta. rumit. keren cerpennya..