
Tidak ada informasi yang detail tentang di mana dan kapan beliau dilahirkan dari rahim ibunya. Tapi ath-Tharazi yang dinisbatkan di belakang namanya adalah sebuah tempat yang sangat agung di Persia. Di Tharaz bagian mana beliau dilahirkan, saya tidak tahu.
Pada tahun berapa beliau dilahirkan dari rahim ibunya? Tidak ada data juga yang menyebutkan hal itu. Sangat minim referensi yang berkaitan dengan beliau. Beda antara beliau dengan Syaikh ‘Abdulqadir al-Jailani. Apa bedanya? Kalau beliau sangat minim referensi, sementara sufi sangat aktual itu kebak dengan referensi.
Beliau adalah seorang sufi yang sangat agung dimensi spritualitasnya, sangat mumpuni rohaninya. Beliau sangat menghargai dimensi rohani yang ada pada orang lain, lebih agung beliau menghargai dimensi rohani orang lain ketimbang dimensi rohani yang ada pada dirinya sendiri. Seorang sufi, bagi beliau, adalah kakaknya sendiri yang perlu dihormati.
Karena itu, orang-orang yang mendekat kepada beliau, orang-orang yang berhimpun di sekitar beliau, semuanya bersikap ramah tamah dan perilakunya sangat terjaga. Artinya adalah mereka mendahulukan akhlak ketimbang ilmu pengetahuan, mendahulukan perilaku ketimbang ilmu konsep.
Hal itu mereka dahulukan dalam rangka memperkenalkan Islam kepada umat manusia. Bukankah Islam itu adalah realitas? Ya, Islam adalah realitas yang tidak bisa diganggu gugat, mesti ditampilkan dalam kehidupan masyarakat luas, sebagai contoh yang telah diteladankan oleh Nabi Muhammad Saw.
Syaikh Abu Isma’il ‘Abdullah al-Anshari al-Harawi yang dikenal dengan sebutan Syaikh al-Islam menyatakan: “Suatu kaum dari Kusyan bersamaku.” Di dalam Kitab Mu’jamul Buldan dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang bermukim di ujung Turki. “Mereka semua menerangi cahaya hati orang-orang lain.”
Menerangi cahaya hati orang-orang lain? Mereka berarti berkualitas secara rohani. Dan kualitas cahaya spiritual itu berarti dibuktikan kepada orang-orang lain, tidak saja untuk diri mereka sendiri. Di sini jelas sekali bahwa Islam adalah rahmat bagi segenap alam raya. Buktinya apa? Kehidupan mereka adalah salah satu buktinya.
“Aku mengantarkan mereka kepada Syaikh Abu ‘Abdillah ath-Thaqi. Kukatakan kepada beliau bahwa mereka membutuhkan nasihat darimu. ‘Apakah mereka punya keluarga?’ tanya beliau? Kukatakan kepada beliau bahwa mereka punya keluarga. Ditanyakan lagi oleh beliau, ‘Apakah mereka punya pekerjaan?’
Aku jawab bahwa mereka punya pekerjaan. Beliau mengatakan: ‘Itu bagus. Mereka bekerja dan rida terhadap keluarga mereka. Mereka berkumpul dan makan bersama keluarganya.’ Lalu, Syaikh ‘Abdullah at-Thaqi berdoa untuk keberuntungan dan keselamatan mereka. Sungguh, beruntung mereka.
Ketika hal tersebut disebutkan kepada Syaikh ‘Ammu, beli mengatakan: “Sesungguhnya sahabat-sahabat Syaikh Abu ‘Abdillah ad-Duni dan sahabat-sahabat Syaikh Abu al-Husin ath-Tharazi memang berbuat demikian.” Satu ungkapan yang sudah lazim dan dikenal luas tentang mereka. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Abu Sa’id bin Abi Al-Khair #11 - 14 November 2025
- Syaikh Abu Sa’id bin Abi Al-Khair #10 - 7 November 2025
- Syaikh Abu Sa’id bin Abi Al-Khair #9 - 31 October 2025

