Puisi M. Rifdal Ais Annafis

 

Lanskap

 

Di balkon setelah hari mengerut,

ia lepas sederet bunga seolah menyambut kesunyian

yang tak ada habisnya.

 

Ia berkhayal dongeng peri

di mana tengah malam jadi berat dan ia tersamarkan

oleh dusun lindap.

 

Ketika kemudian datang tukang pos

mengantar masa depan, ia turun

dan berkata: “aku tahu suara sedih kota.”

 

Tetapi ia menolak`kembali

 

Lewat jendela bening,

ia sekali lagi berkhayal seekor peri dengan benang

pendek.

 

Mengikat tubuhnya sendiri

di hamparan dusun ini.

 

Yogyakarta, 2024

 

 

Si Pelancong

 

Ia pelancong yang menolak jadi

imigran

 

Dan merasai lanskap jantungnya

berdegup seperti angin dusun

 

Dengan sunyi yang berangkat dari suhu kota

 

Ia pandangi lama

hijau terang di kejauhan

 

dan sejumlah cekungan.

 

Dan ia kemudian mengingat gerbong kereta,

asap pabrik, menara logam, gedung-gedung,

juga hidup yang hendak melompat.

 

Ia berusaha terpejam.

 

Pelan-pelan menghirup serbuk tanah

dengan aroma panjang ibu

yang ia kenali di masa kecilnya.

 

Seorang asing, di kejauhan, seperti memanggil

seperti hendak berbincang tentang malam

dan gaib bintang-bintang.

 

Ia sumringah dan coba berlari

tapi terpeleset batu-batu yang mengambang

seperti rasa asing

 

Yang tumbuh di dadanya pelan-pelan.

 

Yogyakarta, 2024

 

 

Setelah ‘79

 

Kucium tubuhmu seperti hari

yang tak menyembunyikan rahasia

 

Kecuali tanda,

dengan derma orang kampung

kepada jengkal tanah

 

Yang sebentar lagi bersorak

pada kemiskinan

 

Malam terputus.

dan dinding yang sobek oleh cuaca kota

memberiku sejumlah angin

 

yang tak ditanggung negara.

 

Kucium tubuhmu yang lengket dengan sejarah

juga lebam maut

 

yang buruk rupa

 

Semenjak tujuhpuluh sembilan tahun,

pasca kita jadi ngungun dan merebut tiap perbatasan

dengan suara panjang kesedihan

 

Kucium tubuhmu sekali lagi,

dan merekah masa depan anak-anak kita

seperti lembut kemboja

 

Seperti masa tua yang akan riang gembira.

 

Bilamana genap kesepian,

menyerbu kita dari masa depan

ringan aku ingat:

    “Tidak ada cinta yang lebih cinta daripada dirimu,

    Tidak ada cinta yang lebih cinta daripada dirimu,

    Tidak ada cinta yang lebih cinta daripada dirimu.”

 

Maka lekas-lekas beri aku cinta

yang tak direcoki mereka.

 

Yogyakarta, 2024

 

 

Halte

 

Why do you want to leave this city?

 

di halte, kita asing yang pelan-pelan

susut ke arah pulang

 

setelah berkemas, menguap masa muda

 

dan dengan gamang kita mencoba membaca

sekali lagi sudut kota

 

tuhan, bahasa apa yang tertinggal di belakang?

Why do you want to leave this city?

 

dari jernih mata, dari kesepian yang tak kita duga,

orang-orang, yang mahir menirukan kicau ponsel,

membuat satu-satunya hari

 

kota, spesies langka abad ketiga,

merayakan sejumlah lukanya

 

“jika rindu adalah bagian-bagian mungil dari masa depan

 biarkan lesap setelah kepulangan-kepulangan.”

 

inikah persimpangan itu?

 

Yogyakarta, 2024

M. Rifdal Ais Annafis
Latest posts by M. Rifdal Ais Annafis (see all)

Comments

  1. DD Reply

    Puisi sederhana yg keren

    • Arie ferdian saputra Reply

      Ini puisi yg jelek sekali menurut saya

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!