Puisi Mohammad Isa Gautama

 

Burung-burung Pantai (8)

 

bayi-bayi beburungan ingin sekali tamasya ke pulau seberang

dibujuknya sang induk sepulang pertempuran memperebutkan kerang

udara akhir-akhir ini tak bersahabat, kerap sungsang

sungai nun di balik bukit menyemburkan remah jamban

 

bayi-bayi burung ingat, suatu kali dijanjikan mainan oleh nabi

kala itu udara mewangi, matahari secuil permata

angsa-angsa langit bercinta serupa rama-rama andromeda

dedaunan berselimut hijau paling muda

 

induk burung hanya menawarkan layar berisi sandiwara

buatan aplikasi terbaru yang berkoar sehabis-habis leher di siang ramai

ia yakinkan bayi, masa depan adalah drama terganas

sebelum semesta dilipat dalam lemari

 

suatu waktu pemilik segala akan memaksa sesiapa bertamasya

di unggun timbun api sesak perangai lama

bayi-bayi burung lupa, tamasya akan semakin lengkap dan berwarna

setelah dibumbui lupa atas nubuat pesuruh Tuhan

 

tentang rute paling indah menuju pulau seberang

 

2023

 

 

Burung-burung Pantai (12)

 

burung-burung tergurajai di ufuk sore

kala pertempuran baru dimulai

bintang mengernyitkan dahi agar seksama mencatat

sudah waktunya memeriksa segala kesumat

 

burung-burung menghela awan secercah demi sebongkah

menjauh dari kerusuhan bintang

rimbun komet lewat berpacu menerkam

menyenggol segala saluran pesan

dari surga menuju bumi rawan

 

burung-burung mengeja yang tak teraba dalam

puisi lama yang pernah mati di dada pujangga

huruf-huruf dari mayat zaman yang lama terkubur

bangkit di akhir waktu tempat segala terurai mengabu

 

burung-burung tak pulang ke pantai, hikayat baru diungkai

alam yang pernah tercipta demi janji pada debu

meruah di angkasa, tumpah jadi limbah melumuri dinding maha

tak bertiang-jendela

 

menyumpal pandang bayi burung yang rindu meneropong warna

melengkapkan isak tercecer sepanjang masa

galau mengepak rusuk induknya

merangkak terbata demi jejak belum bermakna

 

2023

 

 

Burung-burung Pantai (14)

 

burung-burung pantai bercakap di kerisik malam
kepak sayap menepi, meranggasi udara kering
cerita menggumpal, membuihkan kecemasan
tak rampung meriap di teluk, bandar dan lorong kelam

 

malaikat mengurai catatan buram
di hamparan pusara, kisah para perawan
serupa riwayat kawan yang pernah berjanji
mengukir mata yang mulai bosan meneropong hari

 

kaldu dan keju jadi sajian malam
mendaratkan perompak, menjungkirkan kapal
di bawah gunung dan awan, meteor jatuh, memekatkan ludah asam

seperti menoreh ranji berduri

 

kitab suci terbaring sepi, mengelindankan cerita sampah
bau nanah bangkit, memerahkan mimpi
pusara mengajak berkawan

Tuhan berlalu, mengungkit peperangan

 

malam merapat, burung-burung melayang gagap
memadatkan amis pantai, sisa kaldu merapal
sayap-sayap memuai, bulu-bulu meringis
mengusai cerita dalam lubang istirah

mendengkur di guyuran hujan batu

 

2024

 

 

Burung-burung Pantai (15)

 

malam mempesiang rintik rindu di langit kelam, burung-burung saban pagi mengikis kesumat, memamerkan ginjal terbaru. Tuhan, dengan cara tak biasa, mengirim syair lembut
seperti mengiris doa yang tertahan dalam isak kesunyian

 

ampas ombak tertambat di sarang bayi burung, menghantar sezarah jarum pada paruh rapuh, menembak segala sesat yang menyala, namun lengannya melamban, bagai mengayuh sungai paling deras sepanjang masa

 

kunci menuju surga pun tercecer di liang kesat, hujan mengurung keinginan, tersekat di jurang rencana, rusuh menjahit cedera jantung, meraung memupur ranjau malam

 

di perahu tiris, burung-burung melabuhkan resah, menatap seksama riuh gelombang yang tak hendak reda, malam terus mempesiang rintik rindu, mendamparkan kesal pengembara selepas memanah luka

 

2024

 

 

 

Mohammad Isa Gautama
Latest posts by Mohammad Isa Gautama (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!