Pasu Shigaraki
1 /
Urat syaraf angin
Kipas diputar, pagi itu
2 /
Lengkung korona matahari malam
Alun sekunar dan ombak hitam
Di luar itu—langit tak punya apologi
3 /
Bila-bila saja bisa kujelaskan
Makna pasu shigaraki, mungkin
Tiada kata paling sunyi, selain hatimu
4 /
Percik hijau di cakrawala
Dan rintik hujan, karang terbang
Camar hitam menyelam ke kilau cahaya
5 /
Pagi ini segalanya
Terasa kian bersahaja—
Umpama pasu yang bahagia
6 /
Arloji, tidurlah
Cawan Sunya Song Gi-jin
Sunya bukanlah ketiadaan
namun jeda yang lesap
perlahan tatkala sekuntum ceri
mekar di dinding cawan
Jeda bukanlah kehampaan
namun segumpal awan
ketika angin pun hinggap
pada margin bengawan
Awan mungkin sejelang ombak
sebelum petang surut
tatkala pantai pun lenyap
dalam pasang kabut
Petang ialah setangkai rumput
menjelang dipotong, ketika
seekor kumbang berputar
di atasnya, seakan seluruh semesta
Sunya ialah selingkar sabda
di cermin kolam, berbilang abad
menunggu cahaya matamu
akhirnya lesap di dinding cawan
Oribe untuk Naya
Tidak suka oribe
Pilih shino, itu bagus
Yakin, Rosanjin tua
Tengah tersenyum di sana
Tapi, aku akan membawa
Satu cawan oribe
Untukmu, masa depan hijau
Pada dinding keju
Dan segala yang dingin
Adalah presensi yang lain
Hingga dapat kaulihat
Kilau warna pada lukisan
Atau puisi masa kecilmu
Itulah spektrum paling hangat
Dan binar sepasang mata
Dalam akuarium mimpimu
Dan pada saat itu cobalah
Ingat cawan lain dari hatimu
Mimpi Fukami
Kau terus saja bermimpi
Tentang sepasang sayap,
Menara tua dan lanskap
Musim salju, kilap sutra
Pada permukaan telaga,
Lalu awan dan angkasa
Bagai sepi musim panas,
Kemudian tentang semua
Yang tak mungkin atau
Tak bisa tersentuh angin,
Sebelum detik pun berayun,
Menduga-duga batas
Lengkung kosmik di balik
Mata rakun, atau kilau
Embun dalam lilitan soba,
Berulang-ulang mimpimu
Tumbuh dan melingkar
Pada cawan + pasu bunga,
Namun kau tak pernah
Berharap semua ini akan
Abadi, tak ada ilusi, meski
Tiada akhir yang sempurna,
Hingga pada suatu senja
Kau pun terjaga dan melihat
Cawan asing itu tersenyum
Dan berkata, ‘Perkenalkan,
Nama saya Fukami, tetapi
Sebut saya lanskap angin pagi.’
Cawan Biasa Hamada
Salju itu hitam, pasti, selalu
Ada malam di tengahnya
Saat kaubuka mata, kembali
Setiap detik adalah samudera
Sekarang, kaumasuki gerbang
Shambala di cawan Hamada
Seruang-seruang, di sini
Setiap benda adalah semesta
Bizen Kosmik, Kaneshige
1 /
Lelaki itu ia berpikir bisa baku tipu terus soal dunia
Bayang tubuhnya pas teng 12 siang fanatik benar
Dua jarinya terjulur ke ranting jadi tangan Buddha.
2 /
Kini, pas tiga abad menunggu, kemajuan zaman
Tercurah bagai butiran hujan, siluman pensiun,
Para sadhu cemburu—panel sebuah handphone.
3 /
Dari anus buaya jatuh ke rahang singa, sama saja,
Berapa lama lagi bisa tahan hidup sebagai ternak?
Bangun, manusia! Berjalanlah dengan kepala tegak.
4 /
Anjing butuh kelinci untuk diburu. Kucing hilang
Di malam purnama, sang tuan mencari-cari di sudut
Kamar, seekor kelinci lompat keluar—sebutir meteor.
- Puisi-Puisi Karya Ahmad Yulden Erwin; Mimpi Fukami - 15 August 2017