Puisi Rudiana Ade Ginanjar

 

Dua Tarian

                Kepada Fanny Brawne

 

Tidak kusukai tari

yang karib di tubuhmu—malam-malam perjamuan,

            orang-orang dengan tangkai musim panas

di genggaman.

 

Tidak. Seuntai malam menjelang

Natal, menyuratkan pertemuan

kini dan masa lalu, diriku.

Kusukai tarian,

meriahkan hari-hari orang Skotlandia.

 

Engkau adalah bintang menari,

sebutir kebenderangan

nasib dan tuju.

 

Tahun-tahun letih bersama nama

yang kutitipkan: Minx. Orang-orang

jauh memandang,

hari-hari pengharapan si miskin

dan keberlimpahan pagi,

mendadak surut.

 

Jalan kita adalah lantai

dipetakan oleh kata.

 

Tidak akan mungkin

atau mungkin saja.

Tanganmu adalah kasih Endymion,

berlaku dalam salju atau dedaunan

atau kemah yang mendirikan seisi rumah

            dalam sunyi. Sahabatku mengenalmu,

lebih tajam dan asing

daripada suara-suara bulbul ini.

 

Tidak kusukai tari,

yang karib di tubuhmu.

 

2023

 

 

 

 

 

Pesta Tari

              Kepada Elizabeth “Lizzy” Bennet

 

Ada yang lebih sunyi

dari gerak dan koreografi perjumpaan kita,

yakni cinta:

 

tangan-tangan tidak meraih melainkan

saling menimbang

dan jenuh pandang menemukan alasan.

Tawa, hanya separuh dari nyata—selebihnya buaian.

Adakah engkau kaya? Adakah rumahmu jauh dan menghampar

kebun dan pohon?

Lihatlah, kaki-kaki senantiasa mencari setapak

hanya bisa dilalui

dengan hati terjaga. Rindu telah menjelma hujan,

permintaan telah menyuratkan kenangan

dan prasangka.

 

Angin apa? Ciuman dari bibir surgawi?

Kuketuk jalan kembali

dari perjalanan mencapaimu.

 

Sebut namaku permata, panggil aku sang dewi.

 

Jalan terlampau rumit, ringankan

            kebencian yang keliru.

 

Waktu berayun, pendulum takdir.

Bulan demi bulan,

musim merajut sepi.

 

Adakah dusta lebih bisa kuterima,

ketimbang lagu cair

di musim panas?

 

Dan pesta-pesta meriwayatkan.

 

2023

 

 

Wasiat

            Kepada Maximus Decimus Meridius

 

Kepada burung, diingatnya kampung

yang rindang lagi tenang:

            Trujillo. Sebatang pohon,

batang-batang pohon gugur

seperti juga pasukanmu

meredam musuh.

 

Tepi hutan dingin itu,

sebidang kenangan akan rumah

menyala-nyala.

 

Laut jauh, gunung-gunung

dan juga tanah; tapak-tapak

sunyi,

serangkum napas tua sang kaisar.

 

Dengarlah, ia berharap,

sayup-sayup panggilan.

 

Di lepas tembok,

nun kehidupan.

 

Roma tiada, hanya jalan-jalan kebingungan

mengepung kota.

 

Tahun-tahun ungu, bunga-bunga patriot.

Getar di sudut pemujaan,

menangguhkan kuasa warangka.

Dengarlah, ia masih berharap,

pudar lambang sang pejuang,

garis tanda darah serdadu praetorian.

 

Debu telah menjadi air pembaptisanku,

dan pertarungan yang dilepas

            hasrat, singgasana atau

ambisi. Bentangkan mata,

Roma menangis,

bahkan tak sanggup sungai atau laut Mediterania

mendatanginya. Darah menguburnya,

sorak-sorai menjejali langkahnya,

pahatan suci pudar dan melumuri diri dalam debu.

 

Seorang numidian, kawanku,

dari benua yang senantiasa murung.

 

Kaisar mangkat, seorang diri kutanggung dua kuda.

 

Rumahku dari reruntuhan hatiku sekarang,

telah menetap dalam mimpiku.

Budak-budak yang menemukanku,

menemukan luka Roma.

 

Gurun dan guguran peristiwa,

abad-abad jaya Julius Caesar

mematung dalam katakomba.

 

Bukan dendam, kutahu.

Semata senjata dan titah

menjadi jalan iman.

 

2023

 

 

 

Akhir April

 

Ada yang terlewat:

            pokok semak terpangkas.

Buah jatuh tak dikenal,

bayang hari kekal ke penghabisan.

 

April tertegun di tepi musim.

Didengarnya salak petir sesekali,

lalu kering bertabur

            di jalan menuju rumahmu.

Kabut bulan keempat,

kau bayangkan aroma salju—kebekuan hati terkasih;

atau lapisan permukaan kabut

merundung seluruh pagi.

 

Kau akan menyangkal

sirene merana pelosok hutan,

panas yang berjejal,

sebuah bingkai meleleh dari

            kanvas tanggungan.

 

Jika saja cintamu bulan nisan,

hanya sebuah tarian

yang tangan gemulai enggan

merengkuh gerak sang waktu.

 

2020

Rudiana Ade Ginanjar
Latest posts by Rudiana Ade Ginanjar (see all)

Comments

  1. Raja e Reply

    Anda benar kebangatan, tertawalah kalian dengan keadaan yang kalian buat terhadap kami sungguh…perlakuan kalian yang tidak manusiawi..sungguh anda tidak punya hati …dua hari ku berada diruang ini kalian tidak peduli dengan kami.terima kasih kalian bukan pemimpinku yang patut kami ikuti ..

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!