
di ajibata langit mendung
yang mendung hanya langit. bukan sirih yang
akan disepuh bersama mantra-mantra
semerah senja. sedarah kunyah setelah diperam
pada bibir. usah berpaku setelah
kitab disimpan seluas dermaga. atau ia
memurnikan kehendak lama.
seperti cermin. memantulkan pulang
di ujung lidah dan pergi di sela
jari. namun setiap kali
sirih disepuh. cuaca berembun dan
merekah.
dengan bekal dari kemungkinan-kemungkinan
sesaat setelah tangga
rumah bolon semakin berlumut. dan
rayap telah beranak-pinak
ia meminta kembali pada asal-mula
bagai patung yang menua
masihkah ada yang melewati
gapura setelah tajam kelokan
saling berduka?
2025
meratapi patung tak bernama
jika waktunya tiba, ia berteriak seperti lengking
sangkakala. tetapi bisik-bisik lirih di antara
jembatan terkutuk dan derai batang agam
mengundang ratapan. seolah mengurung
riuh pasar, hiruk-pikuk kota
atau rabab yang sedari pagi diperdengarkan.
ini rupa penjara lain. penjara terbuat
dari hujan dan malam
bahkan petunjuk bahwa ibu telah
melahirkan adam di kota penuh kenang
sesudah menampung hari-hari silam
lurus jalan ini menekuni
segala tiba hanya mengandung sederet
singgah.
orang-orang berlalu, menyiasati ragam
masa lalu dengan berpegangan tangan,
di seberang lagi menyantap hidangan sepiring berdua
atau di musim lain
itiak dipacu dari jalur-jalur peradaban
agar raja-raja menyulap perih
menjadi gelak-tawa
setelahnya, dalam pendar-pendar
peristiwa situjuah bagai berlari. sesekali
seruak kopi dan tembakau kejar-
mengejar hingga ke
aie tabik
jika waktunya tiba, ia berteriak seperti lengking
sangkakala. tetapi yang melekat hanya
lengkung kesepian dan
ratapan yang terbawa arus ke
hilir perantauan
2025
di tanah ponggol
alangkah pedih bila ia terlupa
di terusan wilhelmina
kabar itu terus dikeruk. tak tentu berapa panjang
berapa lebar kisah ini
dituturkan.
tanah-tanah tak beraga
sirih-sirih menyelami mulut-mulut duka
berpikul-pikul batu perpindah
segala genting.
ia kiranya. ia pula semestinya melerai
dari louis welsink
kabar yang fana beredar
perahu-perahu terpaksa menepi
rodi ini. rodi tanpa matahari
mengitari langit-langit tanpa dahaga
terempas, kandas.
melahap angan-angan dalam hari
di tepi-tepi danau
angin kehabisan damai
tapi, ia masih menyimpan
menyimpan cerita di antara
ceret-ceret tuak atau
lapo-lapo dengan lagu
masa lalu
2024
berpagar rimbun
betapa rimbun
ketika ia menatap. menatap
cerita-cerita jauh.
jendela, pintu, halaman,
batu-batu, bunga-bunga. segala
merimbun menutup kepedihan
seperti dulu. detik menggeliat lambat
dari dalam ingatan. jalan-jalan raya
memanjang. warna-warna merekah
tapi ladang, tapi pohon-pohon takut akan
matahari
sejak itu, ia menutup pagar-pagar cerita
umpama pulang menunda
separuh bayang-bayang.
angin menjelma gamang
merayau ruas-ruas air mata
ia mendengar bisik
dari kelokan.
sepasang mata akan datang.
menatap dari arah
yang sama.
setelahnya, angin terlepas
menyisakan hari-hari yang
kandas
2024
- Puisi Ubai Dillah Al Anshori - 15 April 2025


snd
puisinya keren banget dah