Syaikh Abu al-‘Abbas al-Amili #2

Syaikh al-Islam mengatakan bahwa dia akan bepergian pada hari-hari musim semi nanti bersama Syaikh ‘Amu. Tapi kemudian Syaikh ‘Amu setelah itu meninggal. Orang-orang yang datang ke khaniqah Syaikh ‘Amu banyak sekali sebagai penghormatan yang terakhir, penghormatan kepada seorang sufi yang agung.

Syaikh al-Islam bertanya kepada orang-orang tentang kondisi Syaikh ‘Amu menjelang kematiannya, mereka tidak mengerti banyak. Beliau juga bertanya kepada mereka tentang kata-katanya secara mendalam, mereka juga tidak tahu banyak. Tak ada seorang pun yang lebih tahu tentang kondisi dan kalimat Syaikh ‘Amu daripada Syaikh al-Islam.

Syaikh ‘Amu mengatakan bahwa waktu para sufi adalah waktu kimia. Yakni, waktu yang sangat berharga sekali. Setiap waktu mereka “terbang” menuju kepada Allah Ta’ala. Setiap saat mereka lenyap sebagai mumkinat al-wujud. Setiap saat, mereka menyaksikan Wajib al-Wujud, Allah Ta’ala yang wajib ada.

Syaikh Ahmad al-Kufani menyatakan bahwa Syaikh Abu al-‘Abbas al-Amili menjerit sepanjang malam. Beliau juga berbicara yang tidak dimengerti oleh seorang pun. Akhirnya beliau berbicara: “Tidak ada sesuatu pun yang menangis. Tidak ada sesuatu pun yang menangis.”

Allah Ta’ala tidak menyerupai sesuatu apa pun sama sekali. Karena keserupaan dengan apa pun adalah sebuah kelemahan. Sementara Allah Ta’ala sangat jauh dari kelemahan. Allah Ta’ala Mahasempurna. Jauh dari berbagai macam kekurangan. Mahasempurna dalam ketuhanan hadiratNya.

Syaikh al-Islam mengatakan bahwa dirinya pernah melihat dua orang laki-laki yang menukil kalimat dengan sempurna. Pertama, Syaikh Abu ‘Ali Kazur yang menceritakan seorang pemuda dan anjing, dari orang yang melihatnya langsung. Dia mengatakan bahwa rasa sibuk itu dari orang yang melihatnya, bukan dari dirinya.

Kedua, Syaikh Abu al-‘Abbas al-Amili yang mendapatkan cerita-cerita dari santri-santrinya. Mereka menceritakan berbagai macam kendala yang mereka hadapi. Dan mereka berharap bahwa melalui pertolongan guru rohani mereka, Allah Ta’ala memberikan bantuan kepada mereka semua.

Syaikh al-Islam mengatakan bahwa Syaikh Abu Faris al-Kirmansyahi mengirim seorang laki-laki kepada Syaikh Abu al-‘Abbas al-Amili. Beliau dimohon untuk mendoakan agar turun hujan. Karena di negeri-negeri itu sudah lama tidak turun hujan. Beliau memberikan sebuah apel kepada laki-laki itu, dan turunlah hujan lebat sekali.

Beliau banyak sekali melaksanakan shalat. Kemungkinan shalat hajat atau shalat sunnat mutlak. Hajat beliau satu-satunya pastilah Allah Ta’ala, tidak mungkin apa pun yang lain. Beliau memohon Allah kepada Allah, sebagai kerinduan yang tidak terkira-kira, sebagai rasa kangen yang sebenarnya.

Beliau menyembah Allah Ta’ala sebagaimana semestinya. Bahkan beliau merasakan bahwa yang betul-betul menyembah sebagaimana seharusnya adalah hadiratNya itu sendiri, tidak mungkin siapa pun yang lain. Itu tidak hanya diketahui oleh beliau, tapi juga dirasakan sepenuhnya. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Comments

  1. Hafiz Reply

    waw

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!