PEZINAH PERTAMA
YANG MASUK SURGA
I
Rasanya belum lama
Kita nikmati
Dosa pertama
Dan kini mereka
akan membakar kita
Selepas subuh
Yang kehilangan hening
Pintu digedor
Pekik amarah
Tanda-tanda tazkirah
Orang-orang berjubah
Menyeret paksa
Dua pezinah
Di pohon zaitun
Sepasang mata ular
Sehitam zakar
Cahaya memar
Bintang zohar
Bergeletar dan pudar
II
Kita pezinah
Yang akan dibakar
Di alun-alun
Unggun adalah altar
Bagi pendosa
Tak usah cemas, cintaku
Di kota ini
Dusta memang lebih dipuja
Dari yang dosa
Bukan karena ular
Dan buah itu
Kita tergoda
Kita pilih dunia
Karena surga
Hanyalah ilusi
Bagi yang patah hati
Tidakkah kita ingat:
Mephisto yang jatuh
Ke lembap kitab
Juga Arakiel
Yang menyucikan diri
Ke arak api
Neraka hanyalah ketakutan
yang kita ciptakan.
Tak perlu kaujeritkan
Kecemasanmu
Ke dalam doa.
Sentuhkan saja
Tangan lembutmu itu
Pada cahaya.
Dan dekatkan jantungmu
Sedekat detak
Jantungku, cinta.
“Tapi,” katamu
“Kita tak pernah siap
Dihapus senyap.”
III
Di alun-alun telah berhimpun
orang-orang berjubah, dengan obor di tangan.
Dengan api, dosa diperabukan.
Di langit yang sekarat, beribu burung
dengan batu api di paruhnya, terbang bergegas
dengan kepak cemas. Dan lengking seekor anjing
moksa ke hening.
Dua pezinah yang digelandang itu
mendongak: memandang bulan bulai,
sangsai yang tak selesai.
Lalu dua pezinah itu bertatapan
seolah ingin saling meyakinkan:
Ketika api perlahan membakar kulit
adakah kesakitan, yang lebih nikmat
dari senggama?
“Apakah doa
akan menyelamatkan dosa?”
“Berdoalah bukan karena ketakutan.
Jangan pernah berharap pada keajaiban,
selain kita.”
VI
Mukjizat hanya dongeng
Yang dibualkan
Wali dan nabi.
Api hanyalah tamsil
Agar kita memahami yang muskil
Di puncak api
Kitalah Alif
Menjulang sendirian
Kita kitab terbakar
Tak terhapuskan
Di kebenaran.
Sorak-sorai memecah kesunyian ketika dua pezinah itu disalibkan
di atas tumpukan kayu. Disiramnya tubuh dua pezinah itu
dengan minyak zaitun, agar panas api sempurna membakarnya.
VII
Ketika udara ranum harum cedar
Bercampur daging matang
Di antara gemeretak kayu terbakar
Gemetar doa samar-samar
“Tuhan yang tak bernama
Yang berdiam di
Sabda dan dosa
Biarkan kami
Menikmati yang dosa
Dengan bahagia.”
Api semakin berkobar
Sorak-sorai kian menggelegar.
“Huraaahhhh huraaahhhh huraaahhhh!!!”
“Huraaahhhhh huraaahhhh huraaahhhhhh!!!”
Kemarahan dan firman
Tak lagi bisa dibedakan
VIII
Bulan meleleh
Serupa mangkuk perak
Dilebur pandai besi
“Tuhan yang kudus
Kusembunyikan
Namamu dalam cemas.
Dekaplah aku
Dan sembunyikan aku
Dalam dosaMu.
Selamatkanlah
Aku ke dalam nikmat
Persanggamaan”
“Dimuliakan
Namamu. Dan datanglah
Kepedihanmu
Di bumi ini,
Di tempat pesakitan
Dimerdekakan.”
Ke panas yang berkobar
Ke sulbi api
Dosa pun abu
IX
Di alun-alun
Tinggal seekor anjing
Dan Tukang Sapu
(Sebab mesti Ia bersihkan
Abu dan kemarahan
Sebelum tiba fajar)
Di tilas api
Tak ada mayat, hanya:
Sebuah kitab
(Tetiba Ia ingat
Silam sebelum Elba
Atau Sumeria
Di zaman nun sebelum
Huruf pertama
Dituliskan
Sebagai Firman)
Tukang Sapu itu membatin:
Barangkali, ini kitab rahasia.
Sebuah kitab, yang dibangkitkan dari
reruntuh abu.
Seperti ada yang hendak dikekalkan
Dalam piktogram
Sebuah Nama
yang tak bernama
Nama yang bukan
99-Mu
Dan diambilnya
Kitab itu. Disimpan
Ke dalam tabut kabut
Sebelum embun bangkit
Si Tukang Sapu
Pun raib dengan gaib
X
Betapa hangat mata Tukang Sapu itu
Seperti déjà vu, rasanya pernah bertemu
Mungkin di gua
Ketika datang wahyu
Yang tak ditunggu
Mungkin di Sinai
Atau di pantai
Sebelum sampai badai
Barangkali juga
Yang kujumpa ketika
Hari Karbala
Atau sewaktu
Seekor cacing merah
Zikir di tanah
Dari balik belukar kegelapan
Di bawah bayang-bayang pohon apel
Aku mengingat Si Tukang Sapu
dengan mata berkaca-kaca
“Izinkan hamba, mengetahui
nama Si Tukang Sapu
Sebelum, orang-orang berjubah itu
Menemukan dan mencincangku!
Aku ingin mengingat, sepenuh khidmat Namanya
Nama yang bahkan telah ada
Sebelum Engkau bertahta
Dan mengusirku dari surga
Adakah Ia akan menyelamatkan pezinah itu?
Dan dibangkitkan di hari ke 7”
Seekor ular,
yang lebih tua dari Waktu
merayap ke dalam belukar
ke dalam doaMu.
2013-2015
- Sastra di Tengah Badai Kegilaan* - 20 December 2017
- Koruptor Kita Tercinta - 28 July 2017
- Sajak-Sajak Agus Noor; Pezinah Pertama yang Masuk Surga - 11 April 2017
Anton Sulistyo
uapikk tenan! Kapan terbit bukunya?