
Sungai Eufrat
“Sebuah rahasia seperti gunung emas
berbaring dalam sungaimu.”
Sejak semula, kau hanya membawa
tembaga dalam rakit-rakit Sumeria.
Seperti seorang sakit yang mencari
doa dan cerita tentang surga.
Kaubangkitkan semua yang menunggu
dan memuja Juru Selamat itu – Mari,
Sippar, Nippur, Shuruppak, Uruk dan
Eridu. Semua yang sudah tiada sebelum
bertemu dengannya.
Namun, sampai pada peristiwa Karbala,
semua menduga; Ia adalah keselamatan
ketika sungai dalam dirimu kering. Saat
sebuah rahasia, gunung emas yang ber-
baring, ditampakkan pada mereka yang
teramat tamak.
Mereka yang lupa pada pesan Dia yang
datang dari Paran; Sekali-kali engkau
hadir menyaksikan, janganlah kauambil
yang begitu berkilau.
Kini, kau hanya membawa cerita dalam
dirimu; Ada seseorang yang teramat sakit,
dilarung pada sungai, dalam sebuah rakit.
Barangkali, ia serupa Parwati.
2017
Sungai Kuning
“Selain sekelumit kebangkitan,
sungaimu juga selalu dinodai
sedikit pengkhianatan.”
Air yang keruh sepanjang sungaimu
seperti telinga yang menampung keluhan.
Sungguh, ia tak bosan. Tak akan pernah
bosan. Sebab telah kaupendam dan kauredam
segala yang bernama dendam – ia yang berbau
seperti lumpur dan berwarna pekat,
sampai berkali-kali orang menduga;
suatu saat, kaulah yang turun dari bukit dan
menenggelamkan orang pendek bermata sipit.
Sungguh, telingamu tabah menghimpun
sesuatu yang mirip madah. Yang merintih
sedih sekaligus lega. Seolah baru saja menerima
kabar duka – dulu, ada sekian juta rakyat ditimpa
musibah. Namun, dari Bayan Har sampai Laut Bohai
di Shandong, bermacam tanaman mekar
seperti bulu-bulu merak itu.
2017
Sungai Gangga
“Hanya seorang ibu yang tahu
bagaimana caranya mengalirkan duka
sebagaimana sungai mengulurkan cerita.”
Ibu yang turun ke dalam sungaimu
adalah ibu yang rela bercucuran air mata
asalkan jauh di Teluk Bengala tak ada yang
merasa: aku dikirim ke kiri, ke Mahananda,
atau aku dibuang ke kanan, ke Tamsa.
Sungaimu telah mengajar mereka bahwa
yang mereka bawa selalu kabar gembira
serupa senyum indah dan dingin dari
Nanda Devi. Ia yang rela memberi
dan tak mengharap puja-puji.
Hanya setiap tiga tahun, pada empat
tempat yang sudah ditetapkan, ada
yang merasa begitu ingin disucikan.
Ingin dimandikan. Seperti rindu
yang telah ditempa duka
berkali-kali. Berhari-hari.
2017
Sungai Nil
Ia yang mendamba bahagia,
rela berjalan sampai tepi samudera
Kau tahu, ia tak akan kecewa.
Enam batu granit besar tak bisa
menahannya membentuk enam riam
antara Khartoum dan Aswan.
Sungaimu adalah mimpinya
tentang tujuh tahun yang subur.
Ternak gemuk dan gudang-gudang
penuh gandum. Karenanya ia
tahan menderita dipenjara
keinginannya. Ia menasehati hatinya
agar maklum, seperti seorang juru
minum menunggu hari kebebasannya.
Ah, sungaimu tak pernah
dahaga pada sebuah rencana!
Seperti Maryam yang pelan-pelan
menguntit keranjang berisi bayi
adiknya ke arah taman mandi istana.
Sungaimu adalah rencana itu.
Yang kadang berubah warna seperti
darah, atau dipenuhi amarah seekor kuda.
Kuda gemuk dengan mulut lebar,
seperti agenda untuk tetap sabar.
2017
Sungai Mekong
“Berkali lahir sebagai
salah,ia celah mencari
yang benar.”
Tak ada yang lahir
dalam cahaya. Seperti
yang kausangka naga,
hanya ikan berukuran
besar.
Ada yang menyebutnya
ibu. Ia yang lahir lebih
dulu. Ada pula yang mengira
sembilan ekor ular turun
dari utara. Kau pun tertawa;
Sungai di dalam diriku
adalah pekan raya! Pembeli
bunga dan pedagang buah
melintasinya dengan gembira.
Kau benar. Ia bukan kegelapan
cerita. Ia bukan semacam rahasia.
Ia hanya kura-kura besar dengan
cangkang lunak, lumba-lumba
dan ikan pari air tawar, atau
ikan serupa jerung dengan
ekor seperti buntung. Meski
bukan hal pelik, satu kejadian
di atas kapal Hua Ping adalah
kesedihan sempurna. Sesuatu
yang lahir dari kegelapan dunia.
Yang akan merebut kegembiraan
darimu sekian lama.
2017
- Sajak-Sajak Dedi Tri Riyadi; Sungai-Sungai dalam Dirimu - 1 August 2017