Syaikh Abu Sa’id bin Abi Al-Khair #9

Syaikh Abu Sa’id bin Abi al-Khair membaca dua bait puisi berikut ini: “Memandangku kepada wajahMu adalah puasaku, adalah kedekatanku kepadaMu. Ia di hadapanku kepadaMu seperti leher wujudku yang penuh dengan model.

Apabila keadaanmu yang majaz itu adalah dekat kepada hadiratNya, maka adamu yang gaib itu seperti shalatku yang majaz di hadapanNya.” Sementara Syaikh Abu Shalih al-Muqri’ dalam keadaan sakit. Beliau memanggil Syaikh Abubakar yang mendidik anak-anak Syaikh Abu Sa’id bin Abi al-Khair.

Beliau berkata: “Tolong ambilkan aku tinta, pena dan kertas. Aku akan menulis sesuatu untuk Syaikh Abu Shalih.” Maka, bait-bait berikut ini kemudian ditulis oleh beliau: “Mata kemudian memandang kepada sesuatu yang diinginkan. Bidadari rida berdiri bersaf-saf.

Rida yang membuncah karena bahagia, mata itu memandangnya dengan penuh duka seraya menepuk-nepukkan kedua tangannya. Malam yang sepi dengan pipi yang keriput kembali menjadi segar, penuh belas-kasih, sebagaimana buah apel yang ranum.

Sungguh, aku memberi ijin untuk dia menutup wajah. Maka, pungutlah apa pun yang kau lihat ketakutan.” Bait-bait itu ditulis untuk upaya kesembuhan seseorang yang sedang sakit. Sementara Syaikh Abubakar al-Muaddib pergi ke sisi Syaikh Shalih dan mengikatkan tulisan bait-bait ke lehernya.

Alhamdulillah, dengan segera kemudian beliau menjadi sehat. Di hari itu beliau kemudian keluar dari rumahnya. Di hari-hari itu, perantara betul-betul harus disongsong sebagaimana juga di hari-hari yang lain. Allah Ta’ala menghendaki bahwa perantara itu harus diusahakan.

Pada suatu hari, Syaikh Abu Sa’id bin Abi al-Khair keluar rumah. Beliau duduk di bawah sebuah pepohonan. Daun-daun pepohonan itu menguning. Beliau kemudian membaca dua bait berikut ini: “Matahari sungguh telah membuatmu menguning. Ketika wajahmu menguning lantaran cinta, engkau mengalahkan segalanya.

Engkau menguning lantaran matahari, engkau sebagaimana rembulan. Sementara aku menguning sebagaimana rembulan lantaran cinta kepadamu.” Betapa sangat indah, daun-daun menguning disebabkan oleh matahari, tapi kalau wajah seseorang menguning, disebabkan oleh apa?

Disebabkan oleh cinta terlalu kepada hadiratNya. Karena itu, menurut Maulana Rumi, wajah yang menguning lantaran cinta kepada Allah Ta’ala membuat matahari dan rembulan malu kepadanya. Kenapa? Karena matahari dan rembulan itu tidak memiliki rasa cinta kepada hadiratNya.

Orang-orang yang ada di situ pada bilang kepada Syaikh Abu Sa’id bin Abi al-Khair bahwa budak seorang Syaikh bisa berjalan di atas air. Syaikh Abu Sa’id menimpali bahwa itu sangat mudah, mudah sekali. Camar laut yang kecil-kecil itu bisa melakukannya dengan tanpa bantuan kecuali dari Allah Ta’ala. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!