Beliau adalah Abubakar bin Dawud ad-Daynuri. Beliau lahir dan tinggal di Syiria. Bersahabat dengan Syaikh Ibn al-Jala’. Wafat pada tahun 350 Hijriah di Dinavar, sebuah kota besar yang membentang antara abad ke-7 hingga abad ke-10 Masehi yang terletak di timur laut Kermanshah di Iran Barat, di umurnya yang keseratus.
Syaikh Abubakar ad-Daynuri dengan tegas menyatakan bahwa usus manusia tidak lain merupakan tempat menyimpan makanan. Jika usus tersebut engkau isi dengan makanan yang halal, maka engkau akan mendapatkan adanya kekuatan sekaligus kenikmatan beribadah di dalam dirimu.
Di saat itu, hubungan antara si salik dengan Tuhannya akan senantiasa baik-baik saja. Kepatuhan dia kepada Tuhan semesta alam itu akan berlangsung dengan penuh khidmat sekaligus ketulusan. Tidak terganggu oleh apa pun. Tidak tertarik untuk menoleh kepada segala sesuatu yang lain. Apa saja selain hadiratNya menjadi tidak menarik.
Beliau juga mengatakan bahwa jika engkau mengisi ususmu dengan makanan yang syubhat yang tidak jelas halal atau haramnya, maka dapat dipastikan bahwa jalan kebenaran itu akan tertutup bagimu. Dalam konteks ini menjadi jelas bagi kita bahwa tidak konkretnya hukum makanan itu memiliki dampak yang pasti bagi tidak jelasnya jalan kebenaran bagi pelakunya.
Maka tidak boleh tidak bahwa di dalam hidup ini kita mesti menjauh tidak saja dari makanan-makanan yang haram, tapi juga harus menyingkir dari makanan-makanan yang syubhat yang tidak jelas halal dan haramnya. Mungkin makanan itu nikmat atau lezat, singkirkan saja dari hasrat kita agar kita selamat dari buaiannya.
Syaikh Abubakar ad-Daynuri pun mengungkapkan bahwa jika engkau mengisi ususmu dengan makanan yang haram, maka dapat dipastikan engkau akan semakin buas di dalam melakukan dosa-dosa. Tidak mungkin tidak. Karena sudah sedemikian gamblang bahwa makanan haram itu akan menyeret pelakunya pada kubangan yang hina dan penuh kemaksiatan.
Itulah seburuk-buruknya makanan yang semestinya merupakan pantangan bagi kita untuk berdekatan, menyentuh dan melahapnya. Mengonsumsi makanan yang jelas haram, tentu sama saja dengan menjerumuskan diri kita sendiri ke tengah ngarai yang begitu hina dan nista.
Apa yang disampaikan oleh Syaikh Abubakar ad-Daynuri itu betul-betul merupakan hal yang pokok di dalam spiritualitas Islam. Itulah sebabnya kenapa yang sengaja saya kutip adalah kalimat tersebut, bukan kalimat-kalimat beliau yang lain. Sebab, dengan adanya “kualitas” makanan itu substansi kepatuhan seorang salik akan dibangun.
Seandainya seseorang sudah betul-betul “patuh” kepada Allah Ta’ala, tapi dia tidak urus dengan halal dan haramnya makanan yang dikonsumsi, sungguh tidak ada jaminan keselamatan baginya. Apalagi berkaitan dengan kebahagiaan dan kemuliaan yang akan dia dapatkan di akhirat yang abadi. Makin mustahil.
Sebaliknya, andaikan seseorang sungguh bertaubat, termasuk dari makanan yang tidak halal, dia akan diangkat oleh hadiratNya menjadi bagian dari orang-orang shalih. “Jadikanlah perutmu seperti perut orang-orang shalih, maka Aku akan jadikan hatimu seperti hati mereka,” firman Allah Ta’ala kepada Syaikh Muhammad bin ‘Abd al-Jabbar an-Niffari. Wallahu a’lamu bish-Shawab.
- Syaikh Ahmad Nassaj al-Khaisy - 10 January 2025
- Syaikh Muhammad as-Sakhiri - 3 January 2025
- Syaikh Abu al-Husin as-Sarki - 27 December 2024