Burung Jiwa
Tidak ketika Adam dicipta segala bermula
Tidak pula saat ia meminta Hawa
Untuk mendekap keheningannya
Tapi saat kau berpikir bahwa kau begitu ada
Hidup yang dianugerahkan
Paling betapanya pemberian
Caraku menjadi seorang insan
Menulis puisi dan nyanyian
Berserulah makhluk dan ciptaan
Menyanyikan lagu-lagu pujaan
Kidung rindu seluruh alam
Jiwa-jiwa yang dikuduskan
Tuhan memberimu cinta
Dengannya kau berduka sekaligus bahagia
Tertawa juga menderita
Tuhan menghadiahiku puisi
Dengannya aku dimanusiakan berkali-kali
Menyapamu dengan debar bahasa hati
Di gurun-gurun sejarah yang tandus aku dilahirkan
Dari rahim ibu pertiwi yang dikoyak lalu ditinggalkan
Di tebing-tebing peradaban yang terjal
Suaraku disekap sekaligus dibungkam
Dengan ilmu dan pengetahuan yang telah terluka
Aku berjalan dengan pikiran berlumur darah
Kucari-cari para utusan
Orang-orang suci pewarta kebenaran
Tapi yang kutemukan hanya medan perang
Firman menjelma runcing-runcing senjata
Iman menjadi dinamit
Meledakkan siapa saja yang berbeda
Mereka yang bertikai
Demi emas dan kedudukan
Dikalahkan dengan diberi kemenangan
Di malam yang dingin
Kubuka kitab-kitab junjungan
Untuk mendapatkan kebijaksanaan
Tapi hanya bercak-bercak darah yang kutemukan
Kubuka sekali lagi
Yang kutemukan hanya keheningan
Menyatu dengan tangisan
Burung jiwaku lepas dari tubuhku
Mengepakkan sayap-sayap kesunyiannya
Beterbangan menjelajahi benua demi benua
Mengunjungi negeri-negeri yang dikalahkan
Bangsa-bangsa yang kaya akan sawah dan ladang
Hijau oleh buah dan tumbuh-tumbuhan
Tapi rakyatnya miskin dan kelaparan
Bangsa-bangsa yang dikelilingi lautan
Tapi kapal-kapal kejayaannya berlayar kebingungan
Burung jiwaku kembali beterbangan
Mengepakkan sayap-sayap keheningannya
Menjelajahi belantara hutan-hutan kehidupan
Sorot mata ketulusannya menatap nyalang
Mencari-cari dahan jiwa pada pohon diri umat manusia
Tempat selamanya ia hendak berpulang dan berdiam
Menghikmati cinta dan kehidupan
Sebagai anugerah paling diam
Hutan Perawan
Sebuah hutan menghampar dalam diri
Menguasai daratan kesadaran
Mengepung lautan ketidaksadaran
Aum serigala dalam dada
Jerit gagak dalam jiwa:
Jiwa yang kesepian
Hutan perawan binatang liar
Di hutan perawan ini
Hidupku dan hidupmu dipertemukan
Bagai sungai-sungai bertemu lautan
Kesepianku dan kesepianmu bermesraan
Serupa matahari dan tumbuh-tumbuhan
Tak ada seorang pun
Sanggup memasuki hutan perawan ini
Binatang-binatang liar terlampau buas
Menyambut para asing yang datang
Tapi mereka yang bersetia pada kesunyian
Akan mendapatinya sebagai hutan sejuk penuh keindahan
Kupu-kupu warna-warni bersayap harapan
Burung-burung dengan mata tabah ketulusan
Juga bunga dan pohonan
Yang tak pernah memiliki dendam
Di sini aku dapati diriku yang sebenarnya
Aku temui hidup yang semestinya
Meski di hutan ini aku sendiri bagai Adam
Aku tak harus meminta kepada Tuhan
Untuk mencipta Hawa bagi kesendirian
Untuk mencipta manusia lain dari tulang rusukku
Aku hanya akan meminta agar Tuhan
Mencipta huruf bagi kata, nada bagi suara
Agar dengannya aku dapat menulis puisi
Menggubah nyanyian, lagu-lagu pujaan:
Menyingkap segala kegaiban yang terperam
Di balik akar tumbuhan dan sorot mata binatang
Bila tak dikabulkan
Aku akan meminta kepada Tuhan
Agar mengutukku menjadi serat dalam batang pohonan
Atau menjadi putik dari bunga yang menunggu mekar
Atau menjelma seekor burung
Beterbangan dari dahan ke dahan
Menghikmati denyut kesunyian tiap-tiap ciptaan
Tapi bila itu pun tak dikabulkan
Aku hanya akan menjelma jerit gagak dalam jiwa
Aum serigala dalam dada
Pada hutan kesunyianmu yang luas dan betapa
Saat Kau Berhenti Bicara
Dunia dan seisinya akan terbuka
Planet dan galaksi-galaksi akan terbuka
Akhirat dan rahasianya akan terbuka
Saat kau berhenti bicara
Rupa dan bentuk segala ada
Tidak akan lagi kau lihat dengan mata
Tapi dengan jiwa
Saat itulah kau akan mengerti
Bahasa bukan kata, bukan pula suara
Aku dapat menyapa hatimu tanpa kata
Kau dapat memanggil jiwaku tanpa suara
Saat kau berhenti bicara
Dunia ini akan kau lihat sebagaimana pertama dicipta
Wujud-wujud murni, benda-benda alam raya ini
Seperti cinta yang diam-diam tumbuh dalam hati
Tak perlu kau memberinya nama
Jangan sampai kau menyentuhnya dengan bahasa
Agar ia tetap murni dan tak terluka
Saat kau berhenti bicara, matamu akan terbuka
Hatimu akan terbuka, jiwamu akan terbuka
Saat itulah kau akan melihat seluruh rahasia
Mengetahui dan menyerapnya dengan rahasia
Lalu luruh dan lebur ke dalamnya secara rahasia
Bila Esok Aku Meninggalkanmu
Bila esok aku meninggalkanmu
Kutinggalkan seluruh pemberianmu kepadaku
Nama dan pakaian, gelar dan pengetahuan
Bahkan kata-kata, satu-satunya harta paling berharga
Dari segala yang pernah kau anugerahkan
Di pusat nyawa akan kusalibkan
Aku akan pergi tanpa dengki dan dendam
Tanpa pertanyaan, apalagi kesangsian
Aku akan pergi dengan seluruh kepasrahan
Yang kupinjam dari jiwa-jiwa para utusan
Tubuh yang kupakai ini juga akan kulepaskan
Sebagaimana puja dan kehormatan
Segalanya akan kutanggalkan
Apalagi yang ingin kau ambil dariku
Sebelum semuanya kau rebut dari tanganku
Telah kuserahkan jauh sebelum hari keberangkatanku
Sebelum segalanya kau renggut dari darahku
Telah kulepas denyutnya dari nadiku
Oh, dunia!
Bila kelak kau ingat aku
Jangan pernah kau panggili namaku
Jangan pula kau menjerit-jerit mengharapku
Bahkan meski sungai-sungai airmata
Membelah lembah-lembahmu
Biarlah cinta yang telah diasingkan
Ke dalam tembang dan nyanyian
Mengantarku pulang ke rahim yang kurindukan
Tempat segala yang pernah ada dicipta dan dilahirkan
Tempat kitab-kitab takdir ditulis sekaligus dimusnahkan
Perisai Suci
Kami hidup di bawah bentangan langit yang sama
Kami berpijak di atas hamparan bumi yang sama
Peperangan demi peperangan kami lalui
Pertempuran demi pertempuran kami hadapi
Tapi kami dapat bertahan
Sebab masih kami miliki cinta
Perisai suci dunia ini
Manusia mendirikan kerajaan
Di tengah kerajaan
Manusia membuat patung-patung dari kesombongannya sendiri
Membalurinya dengan lumpur kepongahan dan ludah keangkuhan
Mereka mengarak patung-patung itu ke jalan-jalan
Ke taman-taman, ke kota dan ke perkampungan
Lalu memberhalakan dan menyembahnya penuh ketakziman
Setiap orang asing yang tiba dari negeri jauh
Kami duga sebagai pewarta agung
Pembawa pesan-pesan kebenaran dan kedamaian
Bagi duka-derita alam raya ini
Namun mereka sebagaimana kami
Bayang-bayang tak bernama
Dikhianati anak zamannya sendiri
Kami hidup berkalang nyanyian
Menyusuri reruntuhan sejarah dengan khayal
Kata-kata yang kami pahat di terjal tebing kehidupan ini
Arwah kesunyian yang menjerit tak henti-henti
Wahai kebodohan yang diberkati
Inilah kami
Jiwa-jiwa tulus yang dilahirkan dunia ini
Sosok buta tanpa tangan tanpa kaki
Memiliki satu-satunya perisai suci:
Cinta dalam hati
Denyut Kebisuan
Kubenamkan jiwaku
Ke dalam samudera bahasa
Agar dapat kutemukan
Yang tak terungkap oleh bahasa
Pada debar setiap kata
Dunia dan seisinya ikut terbuka
Akhirat dan rahasianya ikut terbuka
Kutulis tembang dan nyanyian
Agar dapat mendengarkan
Getar jiwa tiap-tiap ciptaan
Tapi akhirnya aku pun sampai
Pada yang tak terbahasakan
Puisi yang kutulis
Ke angkasa kulesatkan
Sebelum sampai ke dada langit
Ia meledak dan terbakar, meledak dan terbakar
Langit dan bumi lenyap tanpa kiasan
Oh, matahari yang berlari ke barat untuk ke timur
Bicaralah dengan merah ufukmu
Bernyanyilah dalam kesementaraanmu
Agar dapat mereka jiwai
Suara-suara yang tak terbahasakan
Pada setiap denyut kebisuanku
Irama Takdir
Bersama alam, bersama tiap-tiap ciptaan
Aku menari
Mengikuti irama takdir hidup ini
Sesekali juga kutulis puisi
Untuk dapat mendengar sekaligus menjiwai
Debar-debar rahasia dari jantung dunia ini
Kuikuti seluruh irama takdirmu
Dengan tarian pasrah kemanusiaanku
Dan setiapkali kugerakkan tubuh
Juga akal dan hatiku
Saat itulah burung-burung jiwaku
Berhamburan menujumu
- Maulid Nabi dan Irama Kosmis Tradisi - 29 December 2016
- Burung Jiwa; Puisi-puisi Achmad Faqih Mahfudz (Bali) - 8 September 2015