Eksploitasi Novel Best-Seller demi Rente

fifty-shades-of-grey-SET-FEATURED

Baru-baru ini, beredar kabar bahwa bulan Juni ini akan terbit spin-off novel laris Fifty Shades of Grey, yang ditulis dari sudut pandang Christian Grey—tokoh utama pria dalam serial tersebut. Novel trilogi Fifty Shades of Grey sendiri ditulis dari sudut pandang Anastasia Steele, sang tokoh utama wanita.

Cemooh pun melanda di dunia maya. “Saya ingin membaca novel Fifty Shades of Grey dari sudut pandang seluruh bakteri di Red Room of Pain,” kicau seorang pemilik akun Twitter. (FYI, Red Room of Pain adalah tempat di mana Christian Grey dan Anastasia Steele kerap “bersenang-senang”.)

Entah karena orang-orang berpikiran sehat sudah lelah dengan Fifty Shades of Grey, atau karena novel dari sudut pandang Christian Grey itu terasa tidak penting, lalu membuhul pertanyaan di benak saya: apakah memang sedang tren menulis (ulang) sebuah novel dari sudut pandang tokoh lain?

Sedihnya, eksploitasi best-seller ini bukan hanya terjadi pada novel Fifty Shades of Grey. Trilogi Divergent, misalnya, juga memiliki novel spin-off yang ditulis dari sudut pandang Four—tokoh utama pria, setelah trilogi aslinya ditulis dari sudut pandang Tris—tokoh utama wanita. Serial Twilight sendiri digosipkan masih menyimpan satu judul—Midnight Sun—yang ditulis dari sudut pandang Edward Cullen. Bukan admin Jacob!

Saya sontak ngikik kegelian. Para pelaku industri buku kayak kurang intelek saja; memanfaatkan habis-habisan ketenaran suatu serial sehingga tidak ingin melepasnya begitu saja meskipun serial itu telah berakhir. Istilahnya: eksploitasi maksimal sampai titik darah penghabisan. Layaknya film Hollywood yang setelah box-office langsung disiapkan sekuelnya, serial-serial novel ini pun ditangani dengan cara demikian. Namun, karena ceritanya tidak bisa diperpanjang lagi, akhirnya para pelaku industri buku itu mengambil pendekatan lain, yang kelihatan cerdas tetapi nyampah, yakni menulis dari sudut pandang tokoh lain.

Dalam bukunya yang terkenal, How to Read a Book (1972), Mortimer J. Adler dan Charles Van Doren berkata:

Paradoxically, however, a story ceases to be like life on its last page. Life goes on, but the story does not. Its characters have no vitality outside the book, and your imagination of what happens to them before the first page and after the last is only as good as the next reader’s. Actually, all such speculations are meaningless. Preludes to Hamlet have been written, but they are ridiculous. We should not ask what happens to Pierre and Natasha after War and Peace ends. We are satisfied with Shakespeare’s and Tolstoy’s creations partly because they are limited in time. We need no more.

Oke. Begitulah adanya. Sebuah cerita menjadi istimewa dan meninggalkan kesan mendalam justru karena cerita itu terbatas. Jika sebuah cerita terus-menerus dieksplorasi secara canon (oleh penulisnya sendiri), sampai tidak tersisa ruang bagi pembaca untuk berimajinasi sendiri, yang direalisasikan dengan cara membuat fanfiksi, fanart, dan sebagainya, segeralah ia menjadi hantu buruk rupa. Mungkin saja memang banyak pembaca yang ingin tahu apa yang terjadi dengan tokoh A, B, C setelah cerita selesai, tapi jika penulis menyatakannya, imajinasi pembaca akan terbunuh. Bukankah apa yang diinginkan seorang pembaca terhadap satu karakter berbeda dengan pembaca lainnya?

Trik mendaur-ulang novel dari sudut pandang tokoh lain ini persis sebuah lagu yang diaransemen ulang, lalu dijual kembali ke pasaran. Juga sinetron yang tak ada kiamatnya. Lagunya sama, hanya musiknya yang berbeda—ada sentuhan akustik, atau rap, atau sedikit jazzy—tapi orang-orang tetap membelinya meskipun sudah memiliki versi aslinya. Lantas, siapa yang diuntungkan? Penyanyinya, produsernya, dan label rekamannya? Dalam dunia perbukuan, berarti penulisnya, literary agency-nya, dan penerbitnya.

Sebeda-bedanya versi “dari sudut pandang tokoh lain”, tetap saja ada hal-hal repetitif yang sudah didapati dari versi aslinya. Risikonya, rasa bosan mendera. Saya tidak perlu membaca seluruh novel Fourspin off trilogi Divergent—untuk bisa menyimpulkan bahwa “sebenarnya ini sama saja dengan Divergent”. Saya pun segera menutup buku tersebut dan meletakkannya kembali di rak toko buku.

Selain soal eksploitasi demi mendapatkan keuntungan materi, mungkinkah fenomena ini juga tercipta akibat belum adanya buku-buku baru yang sama meledaknya dengan serial-serial itu?

Kabar baiknya, saat ini, trik menulis dari sudut pandang lain ini baru saya temukan di novel-novel luar negeri. Tentu, saya berharap fenomena ini tidak perlu menimpuki penerbit novel-novel dalam negeri. Masih banyak kok penulis baru yang patut diberikan kesempatan.

Sumber gambar: forum.lowyat.net

Lelita Primadani
Latest posts by Lelita Primadani (see all)

Comments

  1. Wulan Reply

    Hai.. Midnight Sun dari sudut pandang Edward Cullen pernah aku baca, dan itu sedikit menjelaskan apa yang pernah terlewatkan di buku buku sebelumnya.

    Memang fenomena menulis ulang cerita dari versi orang lain sedikit membuang waktu menurutku, dan tidak memberi kesempatan bagi pembaca untuk mengkreasikan jalan cerita sesuai versi pembaca.
    Namun, secara keseluruhan tergantung selera pembacanya sih.. ada pembaca yang suka penasaran, ada pembaca yang ikutan penulis nya aja. Ada juga yang fine fine aja..
    Haha Haha begitu menurutku ~

    • Lelita Primadani Reply

      Pada akhirnya semua memang tergantung selera pembaca. 🙂
      Tapi sayang aja gitu, terus berkutat di cerita tersebut ketika penulisnya seharusnya bisa mengeksplorasi ide baru dan menciptakan cerita best-seller baru.

      • Wulan Reply

        Itu disayangkan ~
        Dan pasti ada maksud lain dari penulis itu kenapa sampai dia nulis lagi. Mungkin dia merasa kurang menjelaskan . Haha Haha atau nyari duit tambahan ~ syalalalala banget

        • ido Reply

          semoga aja nggak terjadi di negeri ini tentang pendaurulangan sebuah novel best seller….

          • Wulan

            Yuppy ~ setuju banget (y)

  2. kadarwati TA Reply

    kalo giti gimana dengan novel Harry Potter dan The Chronicles of Narnia yg banyak banget sekuelnya itu ???
    Nggak memberi kesempatan pada penulis lain????
    suka baca esainya 🙂

    • Lelita Primadani Reply

      Sekuel Harry Potter dan Narnia kan masih satu kesatuan serialnya, bukan ditulis dari sudut pandang karakter lain. ^^

      Terima kasih 🙂

      • kadarwati TA Reply

        thanks infonya 🙂

    • Wulan Reply

      Kalau harry potter yang dari sudut pandang baru.. versi Darco deh, dibuat satu buku juga sama JK Rowling.. Belum sempat baca..

      • kadarwati TA Reply

        oh ada juga yg versi itu, jadi pengen baca

    • Sandi Sakuse Reply

      Harry Potter dan The Chronicles of Narnia, alur waktu tiap novelnya terus berganti.
      dan jangan katakan kalau C.S Lewis tidakk berikan kesempatan kpd penulis lain.
      beliau udah puluhan tahun wafat, tak banyak penulis cerita fiksi-fantasy di zamannya.

  3. Frida 'vree' Kurniawati Reply

    Hai, Mbak, saya setuju dengan pendapat Mbak, terlebih bagian Fifty Shades of Grey (untung saya belum baca triloginya, nonton filmnya aja sudah muak, haha). Bagus esainya, Mbak ^^
    Saya mau ikut komen tentang Four-nya Divergent… Setahu saya, Veronica Roth sebelum nulis Divergent yang sudah terbit itu, dengan sudut pandang Tris, dulunya ia menulis dengan sudut pandang Four. Jadi, buku Four itu adalah cerita Divergent yang ia tulis dulu, tapi nggak jadi dilanjutkan. Dan, hmm, saya lebih suka jika Divergent dan Insurgent itu menggunakan sudut pandang Four, bukan Tris. Kalau Mbak sendiri gimana? Hehehe

    • Lelita Primadani Reply

      Terima kasih apresiasinya. 🙂

      Saya baca sudut pandang Four di Allegiant dan sejujurnya saya nggak terkesan… karena penulisan dari sudut pandang dia nggak terlalu beda sama sudut pandang Tris. Menurut saya Divergent sudah cukup bagus menggunakan sudut pandang Tris, soalnya Divergent itu kan buku pertama yang butuh pengenalan faksi dan universe mereka secara keseluruhan. Jadi dari sudut pandang Tris selaku orang yang baru menjalani penempatan di faksi baru, rasanya ceritanya tepat.
      Kalau Insurgent… well… saya agak-agak lupa ceritanya sih, hehe.

Leave a Reply to ido Cancel Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!