Bangunan minimalis berukuran sekitar 3 × 3 meter itu berdiri sejak tahun 2020. Pengadaannya merupakan hasil kerja sama antara para pengurus perpustakaan, yang adalah warga Desa Cokroyasan, dengan kepala desa, ketua BPD, dan para saksi. Di dalam bangunan ini terdapat sekitar 600 judul buku yang terdiri atas buku-buku umum serta buku anak dan remaja. Perpustakaan Mrica namanya. “Mrica” itu akronim dari mari membaca. Niatnya, pendirian perpustakaan ini adalah untuk meningkatkan literasi masyarakat, khususnya di Desa Cokroyasan, Kabupaten Purworejo.
Sebegitu perlukah perpustakaan di Desa Cokroyasan? Kalau menurut saya iya, buat fasilitas literasi gratis di masyarakat. Soalnya tak banyak keluarga yang “investasi” buku di rumah, dan masih rendahnya minat baca warga desa. Melalui Perpustakaan Mrica, harapannya masyarakat dapat memanfaatkan buku-buku yang disediakan sebagai sumber ilmu yang bermanfaat, membuka wawasan, meningkatkan pola pikir serta hiburan. Jadi, pengadaan perpustakaan ini adalah suatu inisiatif yang cemerlang untuk membangun literasi masyarakat, utamanya bagi warga Desa Cokroyasan. Jam baca di Perpustakaan Mrica itu setiap hari, dari pagi sampai sore.
Adanya perpustakaan merupakan satu di antara berbagai indikator yang melukiskan keberhasilan ikhtiar peningkatan literasi masyarakat (Kemdikbud 2019). Gerakan literasi nasional menempatkan kedudukan perpustakaan pada posisi yang krusial. Selain itu, Central Connecticut State University pun menjadikan jumlah perpustakaan sebagai salah satu variabel dalam penilaian tingkat literasi suatu negara.
Memangnya seberapa tinggi sih tingkat literasi masyarakat Indonesia? Nah, kalau kita mau mengulik lebih dalam, ternyata kondisinya cukup mencengangkan! Acara LibTalk Perpusnas pada Desember 2022 menyajikan beberapa data soal ini. Sebut saja data dari PISA (2019) yang menunjukkan bahwa literasi masyarakat Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari bawah, dari total 70 negara. Lalu data dari UNESCO, orang Indonesia yang rajin membaca itu hanya satu dari seribu orang alias seperseribu. Selain itu, BPS (2022) juga mencatat durasi membaca masyarakat kita tergolong rendah, yaitu hanya 4–5 jam per minggu. Tentu saja ini masih jauh di bawah standar UNESCO (4–6 jam per hari) dan rata-rata masyarakat di negara maju (6–8 jam per hari) (Kemdikbud 2017). Maka tak heran kalau tahun 2017 lalu, Kemdikbud secara nasional mencatat kurangnya kemampuan membaca anak SD sebesar 46,83%, serta kurangnya dalam kemampuan matematika dan sains masing-masing 77,13% dan 73,61%. Selanjutnya, Asesmen Nasional tahun 2021 merilis data bahwa 1 dari 2 peserta didik belum menjangkau kompetensi minimum literasi.
Komunitas Literasi Cokroyasan
Perpustakaan sudah ada. Buku tersedia, meskipun koleksinya masih sangat perlu ditambah. Namun demikian, gairah membaca masyarakat belum berkembang. Artinya, ketersediaan fasilitas fisik saja sepertinya tidak cukup. Saya kira perlu dibentuk suatu stimulus berliterasi atau semacam “koagulan” yang berupa aktivitas. Oleh karena itu, sekitar April 2022, dibentuklah suatu komunitas literasi. Proses terbentuknya komunitas literasi ini sederhana sekali. Kami—saya dan sekitar 2 atau 3 anak SD—berkumpul di dekat perpustakaan, lalu kami menyepakati penyebutan nama “Komunitas Literasi Cokroyasan” untuk wadah kegiatan literasi di Perpustakaan Mrica. Saya meminta izin dan restu dari Pak Erwien Sudarmono selaku ketua perpustakaan. Beliau mendukung kami melakukan berbagai aktivitas literasi di lingkungan perpustakaan. Setelah itu, jalan deh kegiatan literasi komunitas.
Komunitas Literasi Cokroyasan dimaksudkan untuk membiasakan interaksi anak dengan buku. Semula hanya 2–3 anak yang saya ajak berkumpul di Perpustakaan Mrica. Read aloud disusul tanya-jawab dan diskusi santai adalah kegiatan rutin yang dilakukan 2–3 kali setiap pekan di sepanjang bulan April 2022. Namun, mulai Juni 2022 sampai tulisan ini dibuat, kegiatan komunitas dilakukan sekali dalam sepekan.
Jika kegiatan hanya read aloud, adik-adik pasti bosan. Rasa bosan ini membuat mereka enggan datang untuk beraktivitas lagi di perpustakaan, kecuali beberapa anak yang cukup suka membaca. Jenis kegiatan di komunitas literasi lalu saya kembangkan. Kegiatannya divariasi dengan belajar bercakap sederhana, mengenal nama benda, dan listening dalam Bahasa Inggris. Lambat laun jumlah anak yang bergabung di komunitas bertambah. Bulan Juni 2022 menjadi titik tolak “gebrakan” aktivitas literasi kreatif di komunitas, yaitu melalui “Berburu Harta Karun di Desa Cokroyasan”. Selanjutnya, kegiatan literasi kreatif dikemas dengan berbagai aktivitas variatif bermain-belajar.
Kegiatan Favorit Anak-Anak: Berburu Harta Karun di Desa Cokroyasan
Acara “Berburu Harta Karun” memiliki unsur menarik, misalnya (1) petunjuk harta karun diletakkan di berbagai tempat. Untuk menemukannya, pemburu harus memecahkan teka-teki, (2) sebagian petunjuk dibuat dalam bahasa Inggris, sehingga perlu latihan membaca kamus untuk mengerti artinya, (3) berpetualang keliling desa untuk menemukan harta karun, dan (4) kerja sama dan saling menyemangati antaranggota tim hingga harta karun ditemukan sebelum waktu acara habis.
Kegiatan berburu harta karun setidaknya mensinergikan dua jenis literasi, yaitu literasi baca-tulis dan literasi sains. Literasi baca-tulis diwujudkan lewat membaca kamus dan membaca petunjuk. Literasi sains ada dalam bentuk berpikir kritis untuk memecahkan kode atau teka-teki di kertas petunjuk.
Adik-adik sangat antusias mengikuti acara “Berburu Harta Karun”. Mereka membawa kamus sambil jalan dan berlari-lari kecil, berdiskusi-bekerja sama, dan berjalan-jalan keliling Desa Cokroyasan sesuai kertas petunjuk agar sampai di tempat harta karun. Total ada 11 anak yang ikut dan dibagi ke dalam 2 tim pemburu harta karun. Masing-masing tim punya kertas petunjuk serta letak harta karun yang berbeda. Beruntunglah, kedua tim pemburu sukses menemukan harta karun mereka sebelum waktu habis. Setelah lama berkeliling desa, harta karun ternyata ditemukan di dekat Perpustakaan Mrica! Apa itu? Uang dan es krim. Setelah berhasil menemukan harta karun, kami cuci tangan dan duduk di perpustakaan. Ngapain? Menikmati es krim hasil buruan, ngemil, dan berdiskusi tentang pelajaran yang didapat dari acara ini. Asik dah!
“Mbak, kapan kita berburu harta karun lagi?” tanya Andika, adik di komunitas.
Karena besarnya kesukaan mereka akan berburu harta karun, maka rencananya akan ada “Berburu Harta Karun Episode 2” dengan variasi unsur literasi dan nilai-nilai kebaikan yang akan disisipkan.
“Insya Allah bulan Januari atau Februari 2023. Mbak perlu nabung dulu buat harta karunnya”, ujar saya sambil terkekeh.
Tentu Saja Ada Literasi soal Lingkungan
Keprihatinan kita akan kondisi bumi akibat sampah yang kita produksi, dan belum cukup baiknya pengelolaan sampah, membuat tebersit dalam hati kita sebuah pertanyaan: bagaimana kondisi bumi saat anak-cucu kita besar nanti? Akan semakin parah kondisinya jika tidak ada kesadaran dan perubahan perilaku manusia terkait sampah. Berangkat dari sinilah literasi tentang sampah dilakukan.
Begitu penting literasi tentang kelestarian lingkungan, maka saya memutuskan untuk membuat literasi kreatif yang bersifat rangkaian kegiatan khusus untuk topik ini. Pengulangan topik kelestarian lingkungan dengan berbagai macam kegiatan dan sinergi beberapa jenis literasi (literasi baca-tulis, literasi sains, literasi digital, literasi budaya, termasuk literasi terapan) diharapkan dapat memberikan kesan atau “rasa” yang membekas pada adik-adik komunitas. Bukankah anak-anak itu Tuhan anugerahi otak bagaikan spons? Jika dari sekitarnya mereka mendengar, melihat, merasakan, lalu meniru melakukan hal positif terkait kelestarian lingkungan, maka otak mereka akan menyerap hal positif tersebut, tertanam, dan semoga akan terbiasa melakukannya.
Tentu setiap manusia, setiap anak, punya perjalanan hidup masing-masing. Bisa jadi mereka terlupa akan hal positif menjaga lingkungan jika tidak didukung pembiasaan di keluarga masing-masing. Namun, yang terpenting adalah adik-adik ini pernah dibekali pentingnya memperbaiki dan merawat lingkungan yang mungkin akan membuat mereka teringat dan tersadar di kemudian hari. Masa depan bumi kita titipkan pada generasi muda yang pernah kita bekali arti penting peduli lingkungan.
Literasi terkait sampah dibuka dengan read aloud dongeng bertema cinta kelestarian lingkungan; “Asal Mula Kunang-Kunang di Bumi” dalam buku Kumpulan Hewan Bersayap, karya saya dan beberapa penulis pemula lain. Pekan-pekan selanjutnya adik-adik komunitas berkenalan dengan kodok darah/merah yang sensitif terhadap perubahan lingkungan dan membuat origami kodok. Selain itu, adik-adik yang notabene adalah generasi alfa, pastinya akan mudah dan senang diedukasi melalui literasi digital. Maka, ada nonton beberapa video di laptop soal kondisi bumi akibat sampah serta video edukasi pengolahan atau pemanfaatan sampah.
Adik-adik diajak menengok beberapa titik selokan di desa serta berburu sampah plastik di jalan-jalan desa untuk melihat dan praktik secara real terkait kondisi di sekitarnya. Pekan berikutnya, adik-adik kenalan dengan jenis-jenis sampah dan membandingkan kemampuan tanah dalam mendegradasi berbagai jenis sampah. Literasi terapan bernuansa budaya dilakukan dengan mendaur ulang sampah menjadi mainan tradisional ‘dam-daman’, selain dibuat celengan dan tikar. Mereka lalu bermain dengan mainan tradisional tersebut. Literasi baca-tulis dilakukan dengan menuliskan pengalaman masing-masing anak dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Bertumbuh Bersama: Literasi Meningkatkan Kualitas Manusia
Tidak terasa sudah 9 bulan kegiatan literasi kreatif berlangsung di Komunitas Literasi Cokroyasan. Instagram @rumah_literasiku01 dan kanal Youtube Rumah Literasi Masyarakat Official juga mulai dikelola untuk wadah kreativitas komunitas serta untuk sarana publikasi dan branding.
Kalau mau menelisik, bukan hanya 11–13 anak di komunitas yang bermain-belajar dengan berbagai jenis literasi. Saya sebagai fasilitator pun ikut belajar dan berbenah diri dalam banyak hal. Upgrading dan literasi diri pada aspek pendidikan, psikologi dan perkembangan anak, kreativitas serta agama itu sangat kental dalam melakoni peran sebagai fasilitator di komunitas literasi. Bukankah Tuhan berfirman yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2–3).
Masih banyak PR—jika berlebihan disebut impian—yang ingin diwujudkan untuk peningkatan literasi masyarakat. Memang sudah diawali dari literasi untuk anak. Namun, literasi untuk anak ini tidak mungkin lepas dari literasi keluarga. Maka, semoga ke depan ada program yang melibatkan secara aktif peran orang tua mereka.
Saat ini, jumlah fasilitator komunitas ada dua, yaitu saya dan Kak Eka Rohmatin. Jumlah relawan atau fasilitator komunitas literasi harus ditambah jika ingin menggaet lebih banyak anak dan akan menjalankan kegiatan yang lebih kompleks, termasuk literasi keluarga. Lalu, saya kira dibuatnya buku panduan kegiatan literasi di Komunitas Literasi Cokroyasan juga sangat penting agar kegiatan lebih terkonsep matang dan berjalan optimal. Pengurus Perpustakaan Mrica dan warga desa senantiasa mendukung kegiatan edukatif komunitas. Di samping itu, menarik juga untuk berkolaborasi dengan lembaga atau komunitas lain yang memiliki agenda sejalan.
Semoga kegiatan Komunitas Literasi Cokroyasan feat Perpustakaan Mrica terus berkembang. Wadah ini berfungsi menjadi sarana pembangunan adab, akhlak baik, wawasan luas dan pola pikir cerdas, serta kreativitas yang positif bagi masyarakat. Dan ini semua insya Allah akan optimal terwujud jika ada sinergi antara pengurus perpustakaan, komunitas literasi, dan setiap keluarga masyarakat Desa Cokroyasan. Yuk hidupkan literasi diri dan lingkungan kita! #salamliterasi
I Bas O'basith
Membuatku meri..
Anggita D. Anindyajati
Meri niku anak bebek😆
Semoga ada manfaatnya nggih 🙂
Tri Prasetyaningsih
Hebat 👏
Luar biasa semangat dan antusias masyarakat Desa Cokroyasan yg mulai sadar Literasi .
Yang lebih hebat lagi penggagas Literasi di Desa Cokroyasan . Jarang anak muda yg perduli dengan literasi di desa. Rata-rata literasi berpusat di kota. Masyarakat desa cenderung tertarik kegiatan selain literasi. Inisungguh hebat penggerak literasi di desa. Sungguh sangat membanggakan , anak muda penggerak literasi di desanya .
Anggita D. Anindyajati
Alhamdulillah, terima kasih banyj atas dukungannya ya, mbak.🌷
Mohon doa untuk kelangsungan kebermanfaatan tersebut, karena ini bisa dikatakan baru memulai 🙂
Btw mungkin sudah banyak juga kegiatan literasi di berbagai daerah, hanya tidak terlalu terekspos. Sebagian mungkin berupa literasi terapan terkait penggerakan ekonomi mikro atau penggerakan cinta alam/lingkungan.
Memang jenis literasi yang dikembangkan bisa beragam sesuai kebutuhan, kemampuan, dan kondisi masing-masing daerah.
Untuk Komunitas Literasi Cokroyasan memang memilih dimulai dari “investasi” pada adab, akhlak, kreativitas anak-anak, semoga ke depan ada perkembangan yang lebih baik.