Menjahit Keluarga

Untuk membangun sebuah keluarga, bahan yang diperlukan adalah beberapa helai kain, gunting, benang, jarum jahit, pensil, serta jam dinding. Kau harus memilih jenis kain yang paling sederhana dengan warna gelap dan tegas untuk sosok ayah. Sedangkan untuk ibu, kita semua juga tahu tidak ada warna yang sempurna selain merah muda, tapi kau tidak bisa asal memilih jenis kain. Jenis kain untuk ibu haruslah yang sempurna dan mahal. Adapun kain untuk anak—untukmu, boleh dengan kain apa pun sesukamu.

Langkah pertama, ambil pensil dan perhatikan jarum yang berputar di tubuh jam dinding. Gunakan kesabaran untuk menggambar ayah di atas kain berwarna gelap tadi. Bagaimana seorang ayah dibuat? Ayah adalah lelaki. Lelaki adalah makhluk berambut cepak dengan kumis dan tas kerja dan sepatu. Lelaki adalah makhluk terkuat, jadi harus berotot dan memiliki tinju yang besar dan mengerikan. Gambarlah tubuh yang begitu besar dan berotot itu sesuai aturan. Lakukan dengan hati-hati supaya bentuk sejati lelaki itu meyakinkan. Setelah selesai, gunting bagian tepi gambar itu. Kali ini harus lebih hati-hati lagi. Perhatikan jam dinding. Di tubuh jam, hari akan bersembunyi. Jangan biarkan ia meninggalkanmu, tetapi kalau kau terlalu lamban, tidurlah saja dan lanjutkan esok.

Langkah berikutnya, setelah ayah telah siap, kau bisa mulai menggambar ibu pada sehelai kain terbaik berwarna merah muda tadi. Bagaimana seorang ibu dibuat? Sosok ibu adalah perempuan. Perempuan adalah makhluk berambut panjang dengan sepasang tangan yang sigap memegang alat-alat rumah tangga. Perempuan adalah makhluk yang lemah, jadi harus memiliki air mata dan bekas-bekas luka dan memar di sekujur tubuh. Gambarlah tubuh yang begitu ringkih dan kurus sesuai aturan. Lakukan dengan santai, karena biarpun gambarmu buruk, tidak ada juga yang memperhatikan. Setelah selesai, gunting bagian tepi gambar itu. Kali ini hati-hatilah hanya karena kau mungkin tersayat gunting, bukan karena agar bentuk ibu indah sebagaimana mestinya. Perhatikan jarum jam dinding. Di tubuh jam, malam menjelaskan bahwa saat itu waktu yang tepat untuk mengerjakan ibu. Jadi, biarpun seharusnya kau tidur, apabila ibu belum selesai, kau bisa lanjutkan sampai selarut mungkin.

Bagaimana dengan anak? Kau tidak bisa menilai dirimu sendiri, tapi kau diizinkan memilih menjadi apa. Siapkan bahan baru, yakni cermin. Duduklah di depannya, ambil pensil dan kain apa pun. Lalu, kau bisa menggambar bentukmu sendiri sesukamu. Tentu saja kau harus melihat wajah dan dirimu sendiri di cermin, tetapi kau mungkin memiliki tanduk seperti banteng atau kambing. Kau juga bisa saja memilih mempunyai sepasang sayap selayaknya burung. Bayangkan saja apa pun yang kau harap dapat terjadi padamu. Gambarlah tubuh dan dirimu tanpa harus ikut aturan mana pun. Lakukan dengan penuh kesadaran bahwa sebuah angan tak ubahnya doa dan bahwa sebuah doa adalah harapan, dan kelak mungkin Tuhan bakalan menjawab harapanmu. Setelah selesai, gunting tepian gambar itu. Tidak perlu berhati-hati, sebab kau adalah apa yang kau inginkan; apa pun hasil guntinganmu nanti tidak akan buruk, karena tidak ada yang lain selain kau untuk dibuatkan perbandingan.

Setelah semua anggota keluarga terwujud, kumpulkan ayah, ibu, dan anak di atas meja. Siapkan kain lain, berwarna putih cerah, lalu tuliskan delapan huruf yang sudah pasti membentuk satu buah kata, ‘KELUARGA’. Keluarga adalah rumah yang nyaman. Keluarga adalah tempat untuk pulang. Keluarga adalah bagaimana orang kelak mampu mengenali siapa dirimu. Maka gambarlah sebuah rumah. Rumah harusnya sangat besar, sebab di dalamnya bukan hanya ada kata ‘KELUARGA’, melainkan juga ayah, ibu, dan anak, serta beberapa pasang mata, beberapa buah mulut, serta berpasang telinga yang harus terus berfungsi sepanjang waktu. Gambar rumah itu dengan sepenuh hati. Buatlah seindah mungkin. Pajang semua mata, mulut, dan telinga di seluruh ruangan. Lakukan itu tanpa mengeluh sebab memang demikianlah wujud rumah paling sejati. Setelah itu, gunting di bagian tepi gambar sampai kain tersebut menjadi “rumah”. Perhatikan jarum di tubuh jam dinding. Jika itu masih berdetak, ambil jam tersebut, lalu hancurkan. Di dunia ini, rumah adalah tempat berpulang. Waktu tidak seharusnya ada di situ. Maka, kau tidak membutuhkan jam dinding lagi.

Setelah ayah, ibu, anak, dan rumah telah tertata rapi di atas meja, ambillah jarum jahit, lalu jahit tubuh ayah di dalam rumah. Ayah harus nomor satu sebab ayah adalah kepala keluarga. Jahit tubuh ayah di bawah kata ‘KELUARGA’ yang sudah kautuliskan tadi. Jahit dengan teliti agar seluruh bagian tubuh terpasang dengan sempurna di dalam rumah.

Setelah kau selesai dengan ayah, kini gilirannya menjahit tubuh ibu. Tapi, karena ibu adalah orang yang harus mengurus rumah, cukup jahit bagian kepala ibu. Jahitlah selonggar mungkin agar tubuh ibu bisa diputar searah atau berlawanan dengan pergerakan jarum jam dinding. Gunakan kepala ibu selayaknya poros sebuah gasing. Lakukan itu tanpa mengeluh, walaupun sulit, karena bahkan ibu sendiri tidak pernah mengeluh.

Tahap selanjutnya tentu saja adalah anak. Kaulah sosok anak. Kau bisa menjahit tubuh anak di mana pun yang kauinginkan. Kau bisa menjahitnya sebagaimana caramu menjahit ayah tadi, tapi kau juga bisa memilih bagian tubuh tertentu dari anak untuk dijahit, dijadikan poros sebagaimana kepala ibu. Tapi, ingatlah satu hal; kau tidak boleh mencopot lagi jahitan itu. Ayah, ibu, dan anak harus tetap pada tempatnya. Semua tetap di dalam rumah.

Nanti, setelah semua orang dijahit, kau bisa bersenang hati karena telah selesai akan tugasmu. Kau telah mengerjakan sebuah keluarga. Kau menjahit keluarga. Dan, karya indah itu bisa segera kauserahkan untuk tugas terbaru dari guru kesenian.

Masalahnya satu; kau harus memikirkan sendiri bagaimana caranya membawa hasil kerajinan tanganmu ini ke sekolah?

***

“Tapi, Ibu ingin berbicara dengan ibumu. Di mana beliau?”

“Beliau sedang bekerja. Ibu tidak boleh meninggalkan semua tugasnya di rumah ini. Itu yang selalu Ayah katakan.”

“Oke, Ibu tidak meminta ibumu untuk datang ke sekolah. Ibu cuma ingin berbicara di telepon sekarang. Coba panggilkan beliau, Nak.”

“Ibu tidak bisa meninggalkan semua tugasnya, Bu.”

“Baiklah. Bagaimana dengan ayahmu?”

“Ayah tidak boleh diganggu. Itu yang selalu beliau tegaskan. Ayah pusing karena harus mencari uang untuk menafkahi keluarga, jadi tidak seharusnya kita mengganggu beliau, Bu. Sebab, kalau tidak, beliau bisa marah.”

“Jadi Ibu harus bagaimana? Kamu tak masuk sekolah selama lima hari tanpa kabar berita. Masa Ibu tak boleh ke rumahmu? Kalau begitu, nanti sore Ibu akan mampir.”

“Sebaiknya tidak.”

“Dengar, Ri. Ibu tidak marah soal tugasmu yang belum selesai. Ibu hanya mau tahu kondisi murid Ibu. Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita ke Ibu. Bagaimana?”

“Tidak ada apa-apa, Bu. Sebenarnya tugasku hampir selesai, tapi tidak tahu cara membawa kerajinan tanganku ke sekolah.”

“Jangan khawatir soal tugas itu. Kita ketemu nanti sore.”

***

Ibu guru menemukan halaman rumah itu begitu kotor dan berdebu dan sepi, tetapi ia tahu orang-orang ada di dalam cukup dengan melihat barisan sepatu dan sandal di luar pintu rumah sehingga ia pun mengira mungkin seluruh anggota keluarga sang murid ini sakit, tetapi sakit macam apa yang menyerang sebuah keluarga secara bersamaan?

Ibu guru mengetuk pintu itu beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban, dan tentu ia tidak berhenti begitu saja sebab ia telanjur memikirkan tentang penyakit misterius yang menyerang keluarga Ari, yang mungkin saja akan membahayakan nyawa muridnya dan juga kedua orang tuanya apabila ia pergi lagi, karena siapa tahu mereka butuh bantuan medis, sehingga di sinilah kini ia; mengetuk pintu rumah sang murid terus-menerus tetapi tak kunjung dibalas dengan seseorang muncul untuk membukakan pintu.

Seorang tetangga melintas, bertanya apa yang tengah ibu guru lakukan? Wanita itu menjawab bahwa ia mencari sang murid yang tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Ia tuturkan semuanya, termasuk ketakutannya.

Si tetangga dengan enteng menanggapi, “Mereka memang jarang keluar rumah. Itu bukan hal yang aneh.”

“Bukankah harusnya pintu dibuka? Saya bertamu. Tak ada sama sekali tanggapan,” balas ibu guru, bersikeras.

Sejumlah warga berdatangan setelah beberapa menit obrolan berlalu. Ibu guru tak lelah menuangkan segala kecemasannya terkait penyakit yang mungkin menyerang Ari dan kedua orang tuanya. Warga tidak bisa menghentikan kegigihan guru muda itu lantas dipanggillah Pak RT. Setelah berdiskusi sebentar dan memulai sejumlah ketukan sekian kali di pintu, diputuskan bahwa mereka memang harus memeriksa keluarga itu dengan cara membuka paksa pintunya.

Apa gerangan yang terjadi di dalam rumah?

***

Kau tak bisa menjahit ayah begitu saja di atas sana. Tidak ada alat untuk menjahit tubuhnya di lantai dua. Maka kau jahit tubuh itu di tempat tidur. Kau juga menjahit ibu di dapur, tetapi, sebagaimana yang sudah kau ketahui; ibu hanya boleh dijahit di bagian kepala, sebab ibu harus terus bergerak, berputar mengikuti perputaran jarum jam dalam rumah.

“Bagaimana cara menjahit Ayah?”

Kau tahu kau tidak bisa begitu saja menjahit seseorang sebagaimana saat kau dapat melakukannya terhadap kain. Maka, kau memakai sejumlah paku. Kau ambil seadanya, lalu kau tancapkan itu semampumu hanya agar ayah berada di tempat tidurnya.

Ibu? Tidak ada paku yang mampu. Ibu hanya akan duduk terkulai setelah kepala itu tertusuk. Tubuhnya malah bisa bergerak lebih bebas daripada jarum jam selama kau mau menggerakkannya. Tapi, kau terlalu lelah.

“Bagaimana denganku?”

Kau bertanya-tanya, lalu kau ingat kau bisa berbuat apa saja untukmu. Tak ada kata gagal untukmu, apa pun hasil akhirnya. Sisa racun tikus masih ada. Kau tidak memiliki tanduk. Kau juga tidak ditumbuhi sayap. Tapi, barangkali, kau bisa menjadi seekor tikus. Kau bisa menyelinap ke selokan, lalu kabur ke ujung dunia.

Ya, itulah yang kau lakukan. Kau tak bisa benar-benar menjahit keluargamu. Sebab, kau bahkan tak bisa menuliskan kata ‘KELUARGA’ di tembok kamar orang tuamu. Kau hanya perlu melakukannya semampumu. Namun, sebelum itu, kau teringat akan gurumu. Kau pun menulis sebuah pesan singkat sebelum menyelesaikan tugasmu.

“Bu Mita, ini kerajinan tanganku. Maaf tidak bisa ke sekolah lagi karena aku ingin menjadi seekor tikus.”

Dan, kau pun menjadi seekor tikus setelah menenggak sisa racun itu.

Gempol, 2024

Ken Hanggara
Latest posts by Ken Hanggara (see all)

Comments

  1. d4Lb0 Reply

    serem

  2. Pabianjing Reply

    “GILA”

    • Ruhan Reply

      Gokil

  3. Pabianjing Reply

    Twist yang cukup seru

  4. Kinanti Reply

    woylah endingnya ngerii kalii, aku suka plot twistnya, waah benar2 di luar ekspektasi ceritanya! wah wah!

  5. Richa Reply

    Benar-benar plot twist! Keren!

  6. Sri Suharti Reply

    Awal baca mikir, endingnya merinding 😰

  7. naraa Reply

    gilaaa, jadi ini sekeluarganya mati karena racun tikus ga si? soalnya dibilang “sisa racun tikus masih ada”

    • Cak lil Reply

      Sepertinya begitu. Makanya ditegaskan di beberapa kalimat, ia tidak bisa menjahit keluarganya.

  8. awin Reply

    this making me feel sick… in a good way. pretty disturbing with the twist.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!