Puisi Andi Wirambara

 

Irene Belajar Berenang

 

irene bosan jika ke pantai

hanya menggambari pasir dengan telunjuk.

ia ingin berenang, menyeberangi bening laut

mungkin sebelum meraih pulau, ia ingin jadi duyung

hidup di dasar palung, meniru dongeng romantis

lantas jatuh cinta seperti buih-buih yang letih

menepi ke bibir pesisir.

 

teknik bernapas adalah kunci utama, irene tahu.

ia harus menyimpan udara dan mengembuskannya

di waktu yang tepat, berirama, dan harmoni.

tirulah: “um-“ kembungkan pipimu,

dan, “pah!” saat kepalamu di permukaan.

 

irene mencobanya, um-pah! um-pah!

sembari mengecipak kaki berirama, dan harmoni

tubuhnya bergerak mengiris gelombang

berenang-renang riang, membiarkan ombak

memaki-maki mercu suar yang terlambat

menyoroti liuk pengembaraannya.

 

irene mulai pandai berenang, sudah berani

menari di punggung kura-kura

menggelingsir di kilap samudra

sementara matahari musim panas

menjadi merah jambu, memandi kilau

rambut irene nan tergerai segelap hujan

yang urung terjun, hendak bertepuk tangan

menanti irene berlabuh

mencapai tepian.

 

(Pasuruan, 2024)

 

 

Irene Bertemu Alien

 

irene terpukau dengan astronomi

: carina, canopus, sirius

dihapalnya nama-nama konstelasi

berputar-putar sebagai galaksi

meramu semesta di sudut retina

 

dalam gumamnya, irene bernyanyi

tentang bintang pengabul harapan

jatuh ke pangkuannya, sebab bulan

telah dahulu dipetik ibu,

disembunyikan entah di mana

 

namun bukan bintang, yang jatuh

dari langit ialah lelaki paras berbinar

memandangi irene dengan heran

bagai bayi mengenali penimangnya

 

dalam kegirangan, irene menarik

lelaki itu berlarian, membelah padang

dan rerumput yang tak pernah tumbuh

melebihi sopran tawanya

 

usai lelah menari, berlompatan

dan menuntaskan gelak sebagai ritual

datangnya musim panen yang gaib

mereka berbaring memandangi langit

 

pada perbincangan santun

irene kembali gandrung

suatu alkisah dari sang lelaki

tentang tempat asalnya yang indah

dahulu

katanya, konon bernama bumi

 

(Pasuruan, 2024)

 

 

Istirahat Pengembara

 

dahan-dahan bengkok menyembunyikan mulutku

yang terpanggang oleh rasa haus usai menempuh

jauh perjalanan, berbekal beberapa sendok

nasi yang dikuahi omong kosong

 

aku lebih butuh mata air, mungkin sekian tetes

keringat di pepohonan yang sekiranya

cukup untuk kuteguk, dan menandaskan

dahaga akan ketidakpedulian yang telanjur

mengendap di belukar-belukar yang merambat

 

sejak lampau, aku berteduh di bawah pohon ini,

mencabuti letih bersama beberapa daun merah

berbaring di pangkuan, sedikit menggigil

tertidur dalam bebunyi gemerisik kenari

 

pada peristirahatan, usia melihatku

sebagai mangsa yang dibiarkan bermimpi

tanpa henti. membiarkan segala siar khayal

kering berjatuhan tangkai demi tangkai

 

aku pernah mengembara menelusur ngarai

dan padang pasir yang jahil menumbuhi rumput,

menjumpai ujung musim gugur, mengguncang

sisa daun-daun kuning hingga rebah di trotoar

 

kelak, apabila kau tidak melupakanku, lacaklah

alas sandal jepitku yang tercetak di antara

hijau lumut-lumut hutan hingga menghilang

di tangga perosotan, tempat bocah-bocah

bermain dan duduk melingkar

 

mendengarkan dongeng-dongeng lugu

tentang pengembaraanku.

 

(Jember, 2024)

 

 

 

Setelah Sekian Lama 

 

Setelah sekian lama

tak kutulis puisi di beranda

perkataan berayun 

seperti buah pepaya 

yang goyah lalu jatuh 

oleh hujan yang tak patuh.

 

Rindu ranggas, 

lantun harmonika memelas

meminta napas

mencari aku; pada tempias.

 

Padahal, aku di sini 

bersama waktu 

bermain kartu

gemetar dan bertaruh

tentang siapa di antara kami

yang menahan keruh

paling tangguh.

 

(Pasuruan, 2024)

 

 

Andi Wirambara
Latest posts by Andi Wirambara (see all)

Comments

  1. Kayla sinar Reply

    bagus

  2. Budi Reply

    Terus berkarya, Mas Andi! Umpah-umpah!

  3. Ade Reply

    keren mas, teruskan berkarya dan dinantikan hasil karya-karyanya

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!