Puisi Galeh Pramudianto

 

Menyapa Yasujirō Ozu dengan Good Morning (1959)

 

sekali keheningan kursi tatami
dua kali anak menatap pintu bergeser
tiga tak ada kata keluar dari cerek mendidih

 

uap menempel di kaca jendela
udara sedikit berdebu

 

tetangga menunduk di pagar
membicarakan harga mesin cuci
dan tarif listrik kian naik

 

jemuran bergoyang
angin membawa bau sabun
ke sungai sempit di ujung gang

 

kamera menangkap hujan tipis

tetangga bahagia dalam bergerombol
dan televisi tetap tak ada sumo dan bisbol

 

dua anak menyilangkan tangan
hanya ingin dunia mendengar

 

seekor burung gagak hinggap di kabel
kota bernapas berat
dan pagi belum mengucapkan apa-apa.

 

2024-2025

 

 

Menanam Benih The Grandmother (1970), di Atas Ranjang

 

aku tidak tahu cara meminta pelukan

tanpa membuat seseorang menoleh dengan suara tinggi

jadi aku menggali tanah di belakang kamar

dan menaruh sebutir benih di atas kasur

yang kutemukan di mimpi malam lalu

 

itu bukan biji bunga bukan juga kacang

itu sesuatu terasa

seperti wujud kutunggu selama ini

 

setiap malam kusiram dengan air

dari botol bekas yang kusembunyikan di bawah kasur

airnya kuirit-irit kadang kucampur dengan air liur dan air mata

 

aku tidak tahu apa yang akan muncul dari tanah itu

 

suatu malam aku dengar suara akar merayap

di balik lantai kayu sesuatu pelan sekali

tumbuh dengan bau selimut yang belum dicuci

 

ia tidak punya wajah ibuku atau nada suara ayahku

ia bernafas seperti kucing tidur

ia menyentuh tubuhku untuk memastikan

bahwa aku melahirkannya dari benih

yang kutanam di atas kasur

 

sekarang kalau suara di rumah mulai tumbuh tajam

aku akan bersembunyi di bawah meja

dan memeluk akar yang menjalar ke kakiku

 

aku menyebutnya nenek

karena kata itu tidak terdengar seperti teriakan

ia tidak bicara tapi setiap kali kumenangis

ia mengangguk pelan seperti mengatakan 

kata yang tidak ada

dalam kamus manapun.

 

2024-2025

 

 

Sirkus Jahanam The Elephant Man (1980)

 

Di gang berdebu dekat pasar malam
bau karamel, jerami, dan darah hewan bercampur dalam udara
ia duduk di balik tirai lusuh
kulitnya meleleh seperti lilin lupa bentuk wajah
anak-anak menunjuk, tertawa, lalu lari
seperti mimpi buruk di kerak neraka

Dokter datang membawa cahaya kecil
menyibak kulit, jari-jarinya menyentuh perlahan
antara rasa ingin tahu dan belas kasihan
“Namamu siapa?” katanya
dan udara menjawab lebih dulu
suara itu pecah di antara logam dan napas


Malam tiba di rumah sakit
bau antiseptik seperti doa disetrika berulang kali.
ia melihat gajah raksasa berjalan di kabut
membawa tubuhnya di punggung
belalai itu meneteskan hujan
dingin seperti pengampunan datang terlambat.

 

Lalu sirkus dibuka kembali
lampu sorot menyala seperti mata iblis
penonton menatapnya:
tersenyum seperti patung gereja
menunggu mukjizatnya sendiri


Malam terakhir, ia ingin tidur seperti manusia
bantal putih di bawah kepalanya terasa seperti panggung kosong
napasnya merayap keluar, tenang, panjang
benang tipis menuntun cahaya
dan untuk pertama kalinya
ia tak lagi dipertontonkan
dan itulah segala yang dibutuhkan.

 

2025

 

 

 

Menjalani Paterson (2016)

 

1
Setangkup roti hangus untuk memulai hari
Laura bermimpi jadi penyanyi country
Bus pertama berangkat pelan
penumpang memandang manis juga sinis

seperti kalimat belum ditulis turis
Paterson mencatat:
“bibir kota ini terbuat dari aspal.”

 

2
Anak-anak kembar menunggu di halte
es krim meleleh di tangan mereka
Di jalan suara mesin dan desah sungai
bercampur jadi satu
Ia menulis di jeda lampu merah:
“waktu punya warna di sini.”
kertas itu disimpan di saku seragam.

 

3
Laura menggambar pola lingkaran di gorden
Marvin anjingnya menatap dengan mata malas
Buku puisinya digeletakkan di meja
malam itu tergigit di ujung kalimat
Air liur Marvin mongering jadi noda
huruf a terbelah
baitnya menjadi dua dunia tak utuh.

 

4
Cermin spion retak membelah wajah

seperti puisi tak selesai
Penumpang naik dan turun
masing-masing khidmat dengan kepalanya sendiri
Di halte, seorang perempuan dengan bunga plastik
menatap hujan hampir berhenti
“sebuah kota belajar tenang dari bus.”

 

5
Sungai berkilau setelah hujan

menatap arusnya seperti halaman kosong
Seekor ikan menyentuh bayangannya sebentar
hilang di antara batu dan waktu
Ia mencoba menulis lagi
Seseorang memintanya membaca puisi
“tak semua perlu dibacakan segera.”

 

6
Malam datang lebih cepat
Laura pergi ke pasar malam
membawa mimpi jadi penyanyi di Tennessee.
Paterson pulang melihat puisinya robek di lantai
Marvin telah mendengkur di sofa
Ia duduk lama di meja dapur
di depan gelas kosong dan kata-kata telah luntur

 

7

Sebuah pagi, buku catatan mendarat di tempat sampah
tinta larut oleh embun
Di tepi sungai
seorang penyair menyalami dan berkhotbah:
“puisi tak mati, hanya berganti wadah”
Paterson menatap halaman kosong baru
dan di antara napasnya sendiri
sebuah baris muncul pelan
“air tetap tiba meski berjalan tanpa tujuan.”

 

2024

Galeh Pramudianto
Latest posts by Galeh Pramudianto (see all)

Comments

  1. Delpa saputra Reply

    Sebuah pagi, buku catatan mendarat ditempat sampah tinta larut oleh embun ditepi sungai seorang penyair menyalami dan berkhotbah “puisi tak mati, hanya berganti wadah” paterson menatap halaman kosong baru dan diantara napasnya sendiri sebuah baris muncul pelan “air tetap tiba meski berjalan tanpa tujuan.”

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!