Puisi Hartati

 

Lautanmu

 

seputih ombak yang berburu di lautan bebas

aku terapung dan tergulung menyelamatkan dingin

yang hampir menepi dari bibirmu

 

aku hampir mati di lautan bebas

buih-buih seperti lampu-lampu kristal

menggantung di ujung matamu 

yang bekerja memabukkanku

 

di atas pasir putih ini

aku menabung perak kejelitaanmu

yang mencariku di malam hari

karena sedang rindu

 

mampirlah sesekali

dan menetaplah di dadaku yang biru ini

 

Kendari, 2024

 

 

Di Waktu Kapal-Kapal Ditambatkan

 

mungkinkah malam ini

masih bisa kupuisikan dirimu

 

kemarin

aku telah bercerita tentang hujan yang turun

dan dua keping air yang berjaga di lorong matamu

 

adakah kau dengar kerisik napasku

 

angin telah mengupas bunga-bunga di padang ilalang

dan sebentar lagi akan melayangkan matahari di udara

kemudian turun berbisik-bisik di kedua ekor matamu

 

seketika aku teringat pada angin laut

yang terdampar di tepi pulau,

waktu ia pulang untuk menciumi kakimu

yang memaniskan seluruh lautan

 

hujan akan kembali ke langit,

kapal-kapal mulai ditambatkan

di sebuah dermaga

 

bisakah aku bekerja sebagai tanda

yang bisa mengukur getaran kepulanganmu dari jauh

 

Kendari, 2024

 

 

 

Sajak Seombak Laut

 

salah satu nada yang kuyakini saat ini

hanyalah gerak ombak yang menyiasati rimbun bakau

 

barangkali itu alasannya

kau menulis di suatu boks pagi,

lalu kau menyuratinya di sore hari,

saat air laut lebih dalam memahami

 

ceritakanlah

ketika matahari menyerahkan bayangannya kepadamu

 

orang-orang di sana banyak menulis senja

yang tak mereka pahami

 

bisikkan ke telinga mereka

yang kau punya dalam mata, 

lebih berharga dari seribu pulau dan cahaya di langit

 

Kendari, 2024

 

 

 

Dalam Kegelisahanku

 

Di kepalaku, telah tumbuh negeri sajak

dengan perairan yang sangat luas 

dan pulau-pulau yang sudah tua.

 

Aku berbaring menghadap langit

yang mau merebahkan senjanya padaku

 

Aku hampir saja mencuri jantung langit

yang sedang berdebar-debar

dan menyembunyikannya dalam darahku.

 

Di desir yang menyelami perut laut, dan tiap jemari

yang tersangkut pada badan jalan,

aku harus pulang dan membawanya pergi kembali ke timur

 

Dalam kegelisahanku

kubayangkan wajah ibu yang berdetak di matahari

juga di sela malam yang lengang

ketika sungai mengalir dengan halusnya, dan rindang reranting

menembus ke dalam-dalam tubuh pepohonan.

 

Lalu di kedua pintu ia akan menunggu

hari-hari yang setengah berayun dengan lambat.

 

Ambuau Indah, 7 Februari 2024

Hartati
Latest posts by Hartati (see all)

Comments

  1. NE Reply

    Menyala lagi penyair muda💯

  2. L.darma Reply

    Niceee

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!