Puisi Ilham Wahyudi

 

Tikwan dan Paman Ho

                       :Tikwan Raya Siregar

 

Di bandara Noi Bai

Tak tercium wangi

Rendang nasi padang

Atau lontong medan

Kuah taucho;

Hanya kedai pho

Yang memanggil

Lidah Padang Bolak-ku

Yang tak juga pandai

Menerima daun ketumbar

Dalam kuah panas

Bercampur bawang bombay.

Tapi di Ho Chi Minh City

Sungguh, bukan hanya pho

Yang memanggil-manggil

Saat kakiku berdiri

Di kanan sebuah jalan,

“Hei, kemari! Sini, ke kiri!

Pamanku sudah menunggu

Sedari tadi; di kiri.’’

Di sebuah kedai kopi

Lidahku diselamatkan

Segelas Vietnam Drip

Lelaki itu pun bertanya

”Kau pengagum berat

Ho Chi Minh?”

Sambil mengelus-ngelus janggut

Aku katakan, chinh xac

Dengan logat Mandailing

Yang terbata-bata.

 

(2024)

 

 

Brem

        :Lely Susanti

 

ke Purbaya kutemui kau

kendati lambungku

amat lah khawatir, pada

ketan, pun ragi tapemu

nan acap porak-porandakan

isi dalam perutku

gula, garam, juga air

yang ikat mengikat

dalam rancang fermentasi

begitu ampuh luluhkan

lidah Sumateraku

yang masih juga merindu

pada pedas gurih jajanan pasar

tetapi Brem, oh Brem

ampunilah lidah keluku—

tak juga mampu

melafazkan dengan sempurna

bunyi suara namamu

yang melompat lolos

dari penjara lisan mulutku

 

(2024)

 

 

 

 

Nubuat Arsitek Old Nick kepada Gereja St. Mary

 

Lihatlah, dia hanya tertawa!

Oh, bukan! Itu semacam

Tersenyum. Ya, senyum belaka:

Dan anak-anak berlari

Ke pelukan ibu mereka—

Melihat keriting rambutnya

Juga sepasang tanduknya

Serta bola matanya

Serupa telur mata sapi

Yang ingin melompat

Ke piring sarapan pagi

Anak-anak pengungsi—

Kecuali Nick bocah beringus

Yang giginya compang-camping

Tak karuan dihantam cokelat

Dan permen bertangkai—

Tersenyum kepadanya

Sehingga si arsitek bertambah

Tambah geramnya, Lihatlah,

Anak ini tersenyum! Maka, demi

Kemulian sebuah karya, kuberi

Nama dia Old Nick. Dan ketika

Gereja kalian kelak dihancurkan

dan terbakar habis,

iblisku akan tetap tertawa, di sana!

Tangan si arsitek itu menunjuk

Ke sebuah gedung perkantoran

Di seberang Gereja St. Mary

(Kala itu menurut cerita yang

Beredar luas: Jerman sedang

Bersiap-siap menyerang Inggris Raya)

 

(2024)

 

 

Dalam Tidur

 

Dalam tidurku yang singkat itu: bentala raya

Tampak serupa sebuah taman bermain pasir

Aku begitu sibuk mengumpulkan pasir

Membangun istana, kereta kencana, dan juga

Sebuah taman bermain pasir. Lalu hujan turun

Semuanya luruh seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

 

Dalam tidurku yang singkat; aku merancang bangun

Kematianku dengan indah, dengan tenang

Tanpa seorang pun tahu bahwa aku telah mati

Telah melakukan perjalanan ke sebuah tempat

Yang mereka pikir di luar tidurku. Sekali-kali tidak!

Aku dalam tidurku, serupa kamu yang juga tidur.

 

Dalam tidurku, apakah kita pernah bertemu?

 

(AXA 45th Floor, 2024)

 

 

Ilham Wahyudi
Latest posts by Ilham Wahyudi (see all)

Comments

  1. Sofyan Tanjung Reply

    Aku sangat menikmati puisimu dalam.tidur

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!