
Memandang Padi dan Kapas dari Dalam Kelas
suatu kali, selepas lunas semester pertama
dan buku rapor dibagikan
kau membuka buku pelajaran sekolah dasar anakmu
: kelas satu, tema tujuh
kau tak marah, justru sebaliknya
merasa heran atau katakanlah
sedikit tercengang
anakmu yang masih terus mengulang
iqro’ tiganya itu
diberi nilai agama tertinggi
sementara pelajaran subtema
mengenal, memahami simbol-simbol negara
mendapatkan nilai terendah
sekali lagi kau tak marah
peringkat tujuh tentu lumayan
lantas kau melempar sebutir pertanyaan
“apa yang paling sulit memahami lima
simbol itu, nak?”
“padi dan kapas, bu
sebab belum pernah melihatnya.”
masyaallah anakku, aku lupa
kasih tahu rupanya
padi dipanen menjadi beras
baju yang kau kenakan terbuat
dari serat kapas
setelah percakapan demi percakapan
anakmu kembali menggambar
kau teringat sebatang randu tua
dekat sumur di samping kanan dapur
di tanah lahirmu
tiga menit kemudian gambar anakmu selesai
: sebuah ruang kelas, anak-anak riang ke sana
kemari dan sebidang papan tulis bergambar
seuntai padi dan kapas
dengan tulisan kanak-kanaknya;
“apa ibu masih ada beras
aku ingin membantu lagi
memasukkan beras ke dalam panci”
selanjutnya kau hanya diam
memikirkan besok pagi
sebab beras di pendaringan
yang suwung sepi
Ampenan, 2023
Percakapan dengan Elok
selepas subuh sebuah pesan kukirimkan
“maafkan ya, baru sekarang
kuselesaikan membacanya.”
puisi-puisimu yang beberapa waktu
lalu kau kirimkan
“tidak apa, sungguh bukan masalah
aku bahkan belum menengok lagi puisi-puisi itu.”
lalu kita saling berbalas pesan
tiga, empat, lima kali
hingga seterusnya
aku bercerita tentang sebuah ingatan:
kunjungan seorang bernama Timur- seniman yang
seolah sanak sedulur
ke kediaman kami yang lama, yang ternyata adalah
saudara laki-lakimu,
lalu kita tertawa untuk itu
berikutnya kau berkisah sedikit mengenai Bangkalan
lalu anak-anakmu: keluarga yang terus tumbuh,
diri yang menjadi ibu- tubuh yang bergantian
dipeluk luka dan peluh
serupa rasa syukur kau menambahkan
ada sepasang tangan kini setia di sebelah
pundakmu: kukuh, siap menopang merengkuh
menegarkan masalalu yang demikian majemuk
di ujung percakapan, ceritamu sungguh melegakan
“semalam kami keluar, membelikan anak-anak
dan ibu baju baru diakhiri guyuran hujan.”
kukirimkan tanda daun merah bentuk hati itu
sambil membatin bahwa ada sepasang orang tua
juga telah membelikan baju:
atasan putih lengan panjang, celana panjang
warna tanah untuk anaknya
menjelang lebaran, tiga tahun lalu
Ampenan, Ramadhan 2023
Randu
barangkali nanti, setelah perjalananmu sampai
di tanah lahirmu
akan kau kunjungi kembali
sebatang randu di samping sumur itu
di mana buah-buahnya yang telah tua berjatuhan
cangkang keras warna abu kulit kayu
memecahkan dirinya
menyembulkan bergumpal kapas
lembut dan putih sembada
yang dengan hangat dan rapat
akan membalut
di ringkih tubuhmu
beberapa luka yang belum juga menutup
serupa sebatang kembang
dengan tangkai-tangkai segar
terus melahirkan kuncup
Ampenan, Oktober-Desember 2023
Menjadi Petani
sepetak tanah gembur
oleh luku dan garu
menjaga tinggi genangan air
di atas batas mata kaki
sebelum tangan-tangan terampil
menebar biji-biji padi
kelak bukan hama yang harus mati
melainkan rumput-rumput: akar dari gulma
yang mesti dicabut dengan taberi
berpijak di tanah paling tepi
aku belajar membungkuk
menjadi petani
disangga sepasang lutut tua
getar angin memintas punggung
mendesirkan ngilu masa lalu
serupa hujan pancaroba
tiba dan pergi
menjenguk dusun ini
berpijak di barisan paling belakang
kubaca gerak ritus petani tua
jagung dan kacang, katanya
untuk musim berikutnya
Blitar, 8 Mei 2024
- Puisi Lailatul Kiptiyah - 25 June 2024
- Puisi-Puisi Lailatul Kiptiyah - 17 January 2023
- Puisi-Puisi Lailatul Kiptiyah - 25 January 2022
Syarif Hidayatullah
Keren kk. Kapan nih buat buku lagi kk,hee Kata dan Batu Bagus loh kk bukunya.
Dahri
Saya suka puisi 1.
lailatul kiptiyah
InsyaAllah, semoga… terima kasih sudah membaca, ya. Salam🙏
lailatul kiptiyah
@Syarif Hidayatullah; insyaAllah, semoga… terima kasih sudah membaca, ya. Salam🙏
@Dahri; terima kasih sudah membacanya, Salam🙏
Bustanul Arif
Saya selalu suka baca puisinya mbak Kiptiyah. Sederhana tapi sublim. Terima kasih sudah menghadirkan keindahan dalam kesederhanaan.
lailatul kiptiyah
@Bustanul Arif; terima kasih banyak telah membacanya..🙏
Bambang Pinuji
Selalu dan selalu bikin saya hanyut ketika membaca puisi-puisi mbak Lailatul K. Ditunggu buku berikutnya….
lailatul kiptiyah
@Bambang Pinuji; matursuwun sudah membacanya, mas. InsyaAllah semoga…🙏😊