Beliau adalah ‘Abdullah al-Bulyani. Julukannya adalah Auhad ad-Din, satu-satunya agama di masanya. Beliau masih keturunan Syaikh Abu ‘Ali ad-Daqqaq. Urutannya adalah sebagaimana berikut: ‘Abdullah bin Mas’ud bin ‘Ali bin Ahmad bin ‘Umar bin Isma’il bin Abi ‘Ali ad-Daqqaq qaddas Allahu arwahahum.
Nisbat pakaian sufinya adalah sebagaimana berikut. Beliau mengenakan pakaian sufi dari ayahnya Syaikh Dhiyauddin Mas’ud, Syaikh Dhiyauddin Mas’ud mengenakan pakaian sufi dari Syaikh Ashiluddin asy-Syirazi, Syaikh Ashiluddin asy-Syirazi mengenakan pakaian sufi dari Syaikh Ruknuddin asy-Syirazi, Ruknuddin asy-Syirazi mengenakan pakaian sufi dari Ruknuddin as-Sanjani.
Syaikh Ruknuddin as-Sanjani mengenakan pakaian sufi dari Syaikh Quthbuddin Abi Rasyid al-Abhari, Syaikh Quthbuddin Abi Rasyid al-Abhari mengenakan pakaian sufi dari Syaikh Jamaluddin ‘Abdushshamad az-Zanjani, Syaikh Jamaluddin ‘Abdushshamad az-Zanjani mengenakan pakaian sufi dari Syaikh Abu Najib as-Suhrawardi.
Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani menyatakan bahwa pada permulaan memasuki dunia tasawuf, beliau lari dari seluruh makhluk, menjauhkan diri dari mereka. Beliau tinggal di sebuah gunung selama sebelas tahun. Setelah keluar dari gunung itu, beliau memilih untuk bersahabat dengan seseorang yang asketik terhadap dunia, namanya adalah Syaikh Abubakar al-Hamadzani.
Syaikh Abubakar al-Hamadzani memiliki karomah yang luar biasa, kejadian luar biasa yang diberikan oleh Allat Ta’ala kepada para wali, para kekasih hadiratNya. Syaikh Abubakar al-Hamadzani juga memiliki firasat yang selalu benar. Yaitu, membaca hati seseorang yang dapat dipastikan benar.
Yang ditekuni oleh beliau setiap hari adalah setelah shalat ‘Isya beliau bertilikan pada sebuah tongkat yang terbuat dari besi sampai terbitnya fajar yang kedua, yaitu saat manjing waktu shalat subuh. Beliau berdiri dengan sepenuh hati semata karena mengikuti tradisi bapaknya. Pada sebagian waktunya, ia menoleh ke belakang.
Ketika menoleh ke belakang dan melihat dirinya, ia seperti cemburu kepadanya dan bilang: “Pergilah ke tempat tertentu dan tidurlah engkau.” Dalam menghargai perintahnya, beliau lantas duduk. Dan ketika bapaknya kembali ke keadaan rohani yang semula, beliau berdiri lagi hingga akhirnya beliau memiliki sifat seperti sifat bapaknya.
Syaikh Abubakar al-Hamadzani sangat mencintai Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani. Dengan sangat jembar, dia mengatakan kepada Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani: “Wahai pemain musik rohani.” Lalu, dia mengambil sesuatu dari Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani, lalu pergi entah ke mana. Setelah beberapa hari, beliau datang
“Ke mana saja kau, Kawan? Engkau datang membawa apa?” katanya seolah Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani yang menghilang. Padahal yang menghilang selama beberapa hari tak lain adalah dirinya sendiri. Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani hanya menampilkan sikap tawaduk, tidak berkata sepatah kata pun.
Setelah Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani duduk, dia menanyakan suatu hal kepada beliau. Dalam memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut, beliau mengatakan: “Aku bukanlah selain Allah Ta’ala.” Menanggapi jawaban itu, dia mengatakan bahwa kata-katamu menyerupai kalimat Syaikh Husin bin Manshur al-Hallaj. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Abu al-Hasan al-Hamadzani - 13 December 2024
- Syaikh Abu al-Husin as-Sirwani ash-Shaghir #3 - 6 December 2024
- Syaikh Abu al-Husin as-Sirwani ash-Shaghir #2 - 29 November 2024