Sebelum Mati
Sebelum mati..
Aku ingin melihat daun maple yang berguguran di musim semi
Menikmati buah persik berbulu yang tidak tumbuh di tanah tropis
Pasti anginnya akan kencang
Semoga saja aku tak jatuh terbawa angin
Sebelum mati..
Aku ingin melihat jajaran pohon tinggal batang yang terselimuti salju
Merasakan gemerisik tapak kaki masuk ke hamparan es
Secangkir coklat hangat seharga berapa dollar
Lambung ini sudah tak merasakan dopamine yang cukup
Setidaknya sekali saja. Sebelum aku mati..
Aku ingin menghirup sari bunga matahari
Lalu menemukan
Dari manakah datang kuaci yang terpajang di toko kelontong
Tapi, mungkin setidaknya sebelum aku mati
Kaki, tangan, kepala dan badan ini harus beristirahat
Karena aku akan pergi ke Yamanashi
Yamanashi
Aku akan pergi ke Jepang
Tepatnya ke Yamanashi
Tempat di mana bunuh diri adalah hal yang lumrah
Oh, dia bunuh diri?
Pasti hidupnya kelam sekali sampai dia merapel usianya
Aku akan pergi ke Yamanashi
Aku akan ke sana
Menyalahkan segala daya upaya yang sudah tercurah hebat
Pada hidupku yang terus kelabu menuju kegelapan
Tak ada sumber cahaya apapun
Tapi, aku selalu bertanya
Bagaimana akhirnya nanti?
Apakah nanti aku naik pesawat kembali bersama rohku?
Atau berakhir menggantung di pohon Hutan Aokigahara
Hierarki
Aku tak perlu uluran tangan siapapun
Aku tak perlu tangga yang kokoh kuat seperti baja untuk naik
Cukup berikan aku sebuah titian
Nanti juga aku bisa loncat sendiri
Ya, begitu yang mereka pikirkan
Anak baik tak perlu perhatian lebih
Hanya anak nakal yang perlu tenaga ekstra
Tapi, apakah itu berarti juga kasih sayang?
Kurasa kita tahu bagaimana akhirnya
Anak rajin tak perlu ocehan untuk bergerak
Hanya anak pemalas yang perlu diteriaki
Tapi, apakah itu juga termasuk keluhan?
Anak rajin juga akan tetap menerima keluhan
Meskipun itu bukan miliknya
Tak ada yang sempurna
Baik anak maupun orang tua
Orang tua akan selalu menjadi tameng
Tak peduli siapa yang baik atau nakal
Lantas, kenapa aku memegang perisaiku sendiri?
Asap Rokok Bapak
Asap rokok bapak mengantar pagi buta
Mobil tua terpaksa bangun subuh seperti manusia
Kemarin merah lalu ganti abu-abu
Belum sempat napas ditarik, petang sudah berganti jadi kelabu
Gerbang tiang besi berkarat menjanjikan mimpi
Mobil tua merangkak dengan sejarah inap di bengkel
Asap rokok bapak bergerak memunduti
Berharap nanti sang putri bisa menggelar tikar di kebun nikel
Ternyata kelulusan bukan ujung jalan beraspal
Formulir demi dokumen tergopoh-gopoh mengusap peluh
Kegiatan pagi hari bersahutan riuh
Jerih payah orangtua mesti dibayar penuh
1 tahun
2 tahun
3 tahun
Waktu berjalan menahun
Putrinya menyerah sambil mendempul
Dia berkata ingin jadi penyair
Asap rokok bapak tetap mengepul
Mobil tua mengeluh akinya kemasukan air
- Puisi Nida’Ul Farihah - 24 September 2024