Puisi Rika Prima Nanda

 

Matahari yang Tidak Pernah Terbenam

 

Di balik kelopak mataku

Ada matahari yang tidak pernah terbenam

Ia menyala tanpa api

Menghanguskan bayanganku sendiri

 

Kutatap cahayanya dengan takut

Namun ia berbicara dalam bisikan lembut:

“Aku adalah awal dan akhir

yang tak bisa kau pahami sepenuhnya”

 

Kusentuh sinarnya

Namun tanganku terbakar oleh waktu

Ia adalah api yang dingin

Dan dingin yang menyala

 

Aku pun menunduk

Mencoba membaca kitab langit

Namun huruf-hurufnya melompat

Seperti doa-doa yang belum selesai

 

Bukittinggi, 2025

 

 

Cahaya yang Memantul di Kulit

 

Cahaya pagi membelai kulitku

Namun bayanganku bukan milikku

Ia adalah utusan langit

Yang menyusup melalui pori-pori waktu

 

Aku berjalan di bawah cahaya itu

Bayanganku tidak mengikuti

Seolah-olah aku telah tercerai

Dari apa yang kusebut sebagai diri

 

Kutanya kepada cahaya:”Mengapa engkau hadir tanpa suara?”

Ia menjawab dalam warna: “Aku adalah cermin bagi hatimu”

 

Dan aku pun menangis

Karena cahaya memantulkan

Kegelapan yang selama ini kusembunyikan

 

Bukittinggi, 2025

 

 

Jembatan di Atas Sunyi

 

Aku berjalan di atas jembatan sunyi

Setiap langkahku bergema

Gema itu adalah suaraku sendiri

Yang terpantul kembali ke dada

 

Jembatan ini terbuat dari cahaya

Namun terasa rapuh seperti angan-angan

Di bawahnya mengalir sungai waktu

Yang membawa cerita tanpa akhir

 

Aku berhenti di tengah jembatan

Melihat bayanganku pecah di air

Lalu kutanya: “Apakah aku serpihan mimpi?”

 

Air itu hanya diam

Menunjukkan wajah langit

Yang selalu berubah

Namun tetap sama

 

Bukittinggi, 2025

 

 

Napas di Antara Langit

 

Dari langit yang hening, kuterima pesan-pesan rahasia

Kudengar desah angin seperti ayat-ayat bersayap

Menyelip di celah daun yang menguning

Setiap hela napas adalah doa yang terbang

Meniti jejak bintang di samudera gelap

 

Apa arti hening yang terjemahannya berlapis ?

Ada cahaya di ujung kelopak mataku

Mencari ruang kosong di jantung waktu

Namun waktu hanya menganga tanpa suara

Seperti lubang hitam yang memakan diriku

 

Langit berkata: “Menjalar adalah cara hidup”

Aku melintasi siluet tubuhku sendiri

Menemukan serpihan janji yang terlupa

 

Lalu kutanya diriku:

“Apakah napas ini milikku atau hanya titipan?”

 

Bukittinggi, 2025

Rika Prima Nanda
Latest posts by Rika Prima Nanda (see all)

Comments

  1. Gitaarra Reply

    Sederhana tapi maknanya sangat dalam.

    • Rika Prima Nanda Reply

      terima kasih kak

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!