Sejak Saat Ini, Kamu Bukanlah Dirimu
Haruskah kami terjun dari ketinggian yang teramat
Dan kami lihat
darah di tangan kami
Agar kami mengerti bahwa kami bukan malaikat,
Sebagaimana yang kami sangka?
Haruskah kami membuka aurat
di depan keramaian,
Supaya tak tersisa hakikat kami, jadi perawan?
Betapa bohongnya kami
Ketika kami berkata:
“Kami adalah pengecualian!”
Membenarkan dirimu lebih buruk
Daripada berbohong pada selainmu!
Berlaku lembut kepada orang yang membenci kami
Dan berlaku keras kepada orang yang mencintai kami—itu adalah
Inferioritas yang angkuh dan arogansi yang rendah diri!
O, masa lalu, jangan ubah kami
Ketika kami menjauh darimu!
O, masa depan, jangan bertanya: “Siapa kalian?
Apa yang kalian minta dariku?”
Karena kami pun tak tahu.
O, masa kini, tunggu kami sejenak
Tiadalah kami melainkan pelintas jalan
Yang terbebani bayangan sendiri.
Cita-cita adalah apa yang kami wariskan
Bukan apa yang kami warisi,
Apa yang kami ciptakan
Bukan apa yang kami kenangkan
Cita-cita adalah cermin rusak
Yang harus kami hancurkan ketika
Pantulannya membuat kami takjub
Seseorang merasa percaya diri dan berani
Lantas membunuh ibunya
Lantaran sang ibu adalah sasaran yang amat mudah
Lantaran seorang prajurit wanita
Menghentikannya dan membuka buah dadanya
Seraya berkata:
Apakah ibumu memiliki buah dada seperti ini?
Andai Muhammad bukanlah pamungkas nabi
Niscaya tiap-tiap kompi adalah nabi
Dan tiap-tiap sahabat adalah milisi
Kami takjub dengan Perang Juni
Dalam peringatannya yang keempat puluh:
Jika kami tidak menemukan orang
Yang menaklukkan kami kembali
Maka kami akan menaklukkan diri kami sendiri
Supaya kami tidak lupa.
Apabila kamu melihat kedua mataku
Tak akan kamu temukan pandanganku di sana:
Ia telah dirampas oleh skandal
Hatiku bukan milikku
Juga bukan milik siapa pun
Ia telah terpisah dariku
Tanpa berubah menjadi batu
Orang yang meneriaki jasad yang dibantainya—saudaranya
“Allahu Akbar!” apakah ia tahu bahwa
Orang itu kafir
Ketika melihat Allah dalam citranya
Ya, citranya: ia lebih kecil dari ciptaan bernama manusia,
Tapi sama persis dalam penciptaan
Seorang tahanan yang ingin sekali mewarisi penjara
Menyembunyikan senyum kemenangan
Dari kamera
Namun ia tidak berhasil mengekang kebahagiaan
Yang mengalir dari matanya
Barangkali.
Sebab teks yang frontal lebih kuat
Ketimbang teks yang dibuat-buat.
Apa pentingnya bunga bakung bagi kami
Selama kami masih seorang Palestin?
Selama kami tidak bisa membedakan antara masjid dan kampus*
Lantaran keduanya berasal dari akar kata yang sama
Apa pentingnya negara bagi kami
Selama negara dan rutinitas masih menuju jalur yang tunggal?
Papan reklame besar terpampang di kabaret:
Selamat datang kepada orang-orang Palestin
Yang kembali dari perang. Masuk gratis.
Dan bir kami tidak memabukkan!
Aku tidak bisa membela hakku untuk bekerja,
Menyemir sepatu di atas trotoar
Lantaran para pelangganku berhak
menuduhku mencuri sepatu—
Demikian seorang dosen berkata kepadaku!
“Saya dan orang asing di atas anak paman saya
Saya dan paman saya di atas saudara saya
Saya dan guru saya di atas saya.”
Ini adalah pelajaran pertama
Di sekolah negeri yang baru
Dalam jubah kemuraman
Siapa yang pertama kali masuk surga?
Orang yang mati karena bedil musuh
Atau orang yang mati karena bedil saudaranya sendiri?
Sebagian ahli hukum berkata:
“Kebanyakan musuhmu
Dilahirkan oleh ibumu!”
Ahli hukum bingung di hadapan
Orang-orang yang tertidur di sekujur kuburan:
Apakah mereka syahid yang merdeka?
Ataukah korban bunuh diri dalam permainan drama?
Mereka bingung dan akhirnya sepakat akan satu hal:
Hanya Allah yang tahu.
Seorang pembunuh adalah sekaligus seorang yang dibunuh!
Seseorang bertanya kepadaku:
Apakah seorang satpam yang kelaparan
Harus mempertahankan sebuah rumah yang ditinggalkan pemiliknya
Demi menghabiskan liburan musim panas
Di Riviera di Prancis atau Itali … tak ada bedanya?
Kujawab: tidak!
Seseorang juga bertanya kepadaku:
Apakah saya + saya = dua?
Kujawab: Anda dan Anda lebih sedikit daripada satu!
Aku tidak malu pada cita-citaku
Ia masih kuanggit
Akan tetapi aku malu kepada sebagian ajaran
Yang tertera
dalam Mukadimah Ibn Khaldun!
Sejak saat ini, kamu bukanlah dirimu!
Catatan:
*) Agar pembaca bisa menangkap maknanya, saya sertakan bahasa Arabnya: masjid = jami’ (جامع) dan kampus = jami’ah (جامعة). Keduanya berasal dari akar kata yang sama: jama’a (جمع) yang artinya menghimpun atau mengumpulkan.
Penerjemah: M.S. Arifin
- Sajak Mahmoud Darwish; Sejak Saat Ini, Kamu Bukanlah Dirimu - 26 January 2021
Annisa A
Terima kasih sudah diterjemahkan, baguus