Sungai Malaka
Kapal-kapal niaga menggerakkan layarnya
Angin Malaka
Mengembuskan aroma pala
Juga kotak kayu mahoni
Wanginya menyeruak
Melindungi rempah-rempah yang rahasia
Tiang lampu makin meninggi
Melebihi usia sejarah
Cahaya sepanjang sungai
Sepanjang ingatan
Membayangkan lagi
Bandar-bandar
Dan peti dagang diturunkan
Para awak dari buritan
Kursi-kursi sepanjang tanggul dibangun
Kejayaan makin kelam
Muda-mudi berpeluk ciuman
Menumpulkan jangkar kapal masa silam
Lancip rahang para pelayar
Di Gunung Padang
Telah kutitipkan bayang kesedihan
Gunung Padang
Cintamu
Kasihmu
Seolah tertidur, Siti
Tersimpan dalam langit mimpi-mimpi
Sejak cinta boleh berbalas
Sejak hamparan laut
Keindahan kota lekat di ingatan
Tak dapat kau sentuh buih airnya
Panas tanah di telapak kaki
Kesedihanmu begitu berat
Hampir tak terdaki
Kesedihan melingkar
Mencapai puncakmu
Jalanan tak terawat
Remaja kasmaran
Bersembunyi di rimbunan alang-alang
Seperti masa lalu
Berdesir dalam dekapan
Kuziarahi kesedihanmu
Kupeluk engkau
Bagai saudara sendiri
Masuk ke dalam
Menaiki ketinggian
Sambil merasai gemerisik
Ombak degap jantungmu
Di Atas Feri
Di atas feri,
Rinduku akan karam ke dalam lautmu yang dalam
Dulu aku pernah di sini
Namun kini menjadi asing dan begitu sendiri
Sekarang aku kembali
Dengan warna langit yang lain
Suasana yang asing
Mengapa kapal ini begitu penting untuk ditulis dalam puisi?
Dalam puisi, kapal akan membawamu berlabuh
ke dalam inti diri
Insomnia
Telah lama aku melupakan cara tidur
Karena semakin aku terpejam
Maka langit-langit mataku mengantar
muram yang paling dalam
Kuusahakan banyak cara untuk terlelap
Menelan pil tidur
Meneguk susu hangat
Atau mengingat ciuman terbaikmu
Sialnya membuatku makin terjaga
Sebab tidurku adalah peletakan segala istirah
Puncak pikirku diletakkan
Maka seperti sebelumnya
Aku ingin lelap dengan cepat
Tapi bayanganmu masih sedemikian hangat
Hujan
Seperti seorang remaja
Di sebalik kaca aku memandang hujan
Air jatuh
Mengalir atau meresap
Seperti waktu yang kugunakan
Dengan kurang ajar atau dengan sopan
Apakah pernah kukatakan orang dapat mencintai
Dengan cara yang begitu kondisional
Kadang begitu lekat seperti coklat yang terlalu lama
Dalam genggaman
Kadang begitu longgar,
Jadi bagian dari diri, juga bukan bagian dari diri
Saat hari sepi dan mengingat waktu jauh
Hujan begitu melankolis namun juga dapat sebaliknya
Sambil membayangkan pelukanmu,
Tubuhku perlahan menghangat
Penyelesaian
mungkin sudah saatnya kita benarbenar
menyelesaikan ini
terlalu banyak yang gamang pada hidup kita
warna langit,
arah pandangan dan tautantautan
aku akan menghapus kamu dalam ingatan
dan kau boleh melupakan segala kenangan
menganggap segalanya tak pernah terjadi
melupakan letupan serta ciuman pertama kita
suatu hari,
bila kau bertemu denganku dan kembali
menjadi remaja
perkenalkan dirimu dengan nama lain
dengan silsilah lain
- Sajak-Sajak Mutia Sukma - 18 October 2022
- Sajak-Sajak Mutia Sukma - 13 October 2020
- Sajak-Sajak Mutia Sukma; Sungai Malaka - 10 September 2019