Setelah Tegar Mati

Tegar tidak menyangka, apa yang dipikirkan semasa dia hidup benar adanya: ketika manusia mati, hanya ragalah yang mati. Sementara jiwa manusia tetap hidup dengan tanpa dibatasi ruang dan waktu. Dengan begitu Tegar bisa pergi ke waktu kapan pun, dan pergi ke tempat mana pun.

Meski begitu, Tegar tidak lantas ingin tahu hal-hal yang dulu pernah menjadi permasalahan besar ketika di dunia. Misalnya ingin tahu kejelasan wabah yang mendunia, atau masalah dalam negeri, misalnya tentang maksud Kominfo memblokir sejumlah situs internet, ataupun setidaknya tentang kejelasan kecelakaan yang mengakibatkan kematiannya.

Apa yang ada di benak Tegar saat itu rupanya hanya hal remeh yang bahkan ketika masih hidup dia telah melupakannya. Adalah tentang Vinda, gadis manis yang kepadanya, dia kali pertama berhubungan badan. Tegar merasa, ingatan perihal kisah tersebut sedang memenuhi otaknya. Karena itu, Tegar mulai mengingat-ingat detailnya. 

Malam itu, sekitar lima belas tahun lalu, Tegar pergi ke taman budaya hendak menonton pertunjukan teater. Sampai di taman budaya, Tegar langsung menitipkan motornya. Dari tempat parkiran, Tegar melihat di depan gedung teater banyak anak muda berkumpul. Pada saat itu tegar melihat jam di pergelangan tangannya. Pertunjukan sudah mulai, mengapa mereka tidak masuk gedung?

Tegar lantas menanyakan perihal keramaian itu kepada tukang parkir. Karenanya Tegar mendapat penjelasan bahwa di depan gedung itu ada perempuan muda sedang menangis, dan banyak anak muda yang ingin memberi pertolongan. Perempuan itu adalah Vinda, di mana saat itulah Tegar pertama kali bertemu dengannya. Ketika ingatan Tegar sampai di situ, dia langsung berserapah. “Ngapain aku pakai ingat-ingat segala,” gumamnya kemudian.

Sedetik usai gumaman itu, Tegar sudah berada di taman budaya, malam itu. Dari tempat Tegar berdiri, dia menyaksikan ada seorang lelaki berjalan dari parkiran menuju kerumunan anak muda yang berada di depan gedung teater. Sampai di dekat mereka, sebagiannya menyapa si lelaki. Karena itu Tegar meyakini si lelaki telah dikenal oleh beberapa dari mereka. Si lelaki mengajak bicara dengan beberapa anak muda tersebut.

Setelah itu Tegar melihat si lelaki dengan percaya diri mendekati perempuan yang sedang menangis, lalu dia jongkok untuk mengimbangi posisi perempuan yang duduk di sebuah tangga teras gedung. Perlahan Tegar mendekat, lalu dengan saksama menyaksikan si lelaki mengajak perempuan itu berbincang. Tak lama kemudian Tegar melihat mereka bergandengan tangan lalu pergi dengan motor yang juga diparkir di penitipan itu.

Usai mereka berlalu, Tegar masih bengong, seakan tidak percaya dulu dia bisa senekat itu. Lama dia memikirkannya. Tegar tersadar, karena dia merasa perlu untuk mengikuti mereka agar bisa tahu lebih jelas apa yang sebenarnya terjadi. Ketika Tegar menyusul mereka, keduanya telah berada di kamar kos dalam posisi bergumul dengan tanpa sehelai kain penutup di tubuh mereka.

Melihat hal itu Tegar bingung, gegas memajukan waktu kemunculannya agar bisa mengerti bagaimana prosesnya hingga mereka bisa sampai pada adegan tersebut.

“Mengapa kamu menolongku?” tanya si perempuan.

“A-Aku tidak tahu. Ya, mungkin spontan saja,” jawab si lelaki.

“Kamu tulus menolongku?” tanya si perempuan.

Si lelaki mengangguk cepat.

“Apakah kamu mau melakukannya?” tanya si perempuan.

Si lelaki melihat perempuan itu telah melepas bajunya, lalu satu per satu pakaian dalamnya pun dilepasnya. Si lelaki bergeming.

Perempuan itu memegang tangan si lelaki lalu membimbingnya untuk merabai tubuhnya. Lelaki itu tak bisa melawan kehendak.

Dada Tegar berdetak semakin cepat ketika menyaksikan kejadian itu. Tegar lantas memejamkan matanya, dia berpikir bahwa dirinya manusia lemah.

“Aku mencintaimu,” ucap si perempuan usai mereka menuntaskan perayaan.

Si lelaki hanya membalas dengan elusan lembut pada rambut perempuan.

“Bawalah aku pergi, agar aku bisa bebas,” ucap si perempuan.

Ketika sampai di situ, Tegar menjauh dari mereka. Tegar tidak tega jika harus melihat wajah perempuan itu untuk yang kedua kalinya ketika si lelaki tidak menanggapi perkataan perempuan, bahkan cepat-cepat ingin pergi karena ada sesuatu yang harus dilakukan.

Setelah itu Tegar memang tidak lagi bertemu dengan Vinda, perempuan itu. Namun Tegar merasa tenang ketika kira-kira sebulan kemudian dia mendengar Vinda menikah. Kabar itulah yang kemudian membuat Tegar tidak mengingat-ingat Vinda lagi, karena dia berpikir bahwa Vinda telah berbahagia dengan keluarganya. Karenanya setelah Tegar mati pikirannya langsung tertuju kepada Vinda, sebenarnya hal itu bukan sesuatu yang istimewa.

Untuk memantapkan rasa tenangnya terhadap permasalahan itu, Tegar ingin mendatangi pesta pernikahan Vinda dulu, dia ingin melihat ketika perempuan itu telah menemukan tambatan hati, sampai akhirnya menikah. Sedetik kemudian, Tegar telah berada di gedung yang sedang dipakai untuk resepsi pernikahan. Tegar datang tepat pada saat prosesi temu pengantin. Bibir Tegar terus mengumbar senyum melihat adegan mereka. Namun mendadak dada Tegar serasa terkena tonjokan ketika dia melihat wajah pengantin lelakinya.

Wajah pengantin lelaki itu mengingatkan Tegar pada wajah seseorang, dan Tegar merasa seseorang dalam ingatannya itu bukan orang baik-baik. Tegar lantas memfokuskan pikiran, dan akhirnya menemukannya. Sedetik kemudian Tegar sudah berada di antara kerumunan orang. Di tempat itu Tegar menyaksikan ada lelaki terkapar karena tertabrak mobil. Tegar juga melihat penabrak menghentikan mobilnya lalu keluar. Pada saat pengendara mobil itu muncul, Tegar baru menyadari bahwa sang penabrak adalah suami Vinda.

Menyadari hal itu, seperti tak ingin menunda, Tegar langsung berulang kali masuk ke dalam kehidupan di rentang waktu pernikahan mereka. Tegar ingin meyakinkan kecurigaan yang dia pikirkan, hingga sampailah pada kejadian ini. Sebuah percakapan Vinda bersama teman perempuannya. Dengan saksama Tegar mendengar percakapan mereka.

“Sudah dari awal, perjodohan itu tidak aku kehendaki,” ucap Vinda.

“Sudahlah, sekarang tidak penting kamu bilang gitu. Toh perkawinanmu telah berjalan hampir lima belas tahun,” sahut seorang perempuan.

“Bagiku penting,” ucap Vinda.

“Apa lagi yang kau cari?”

“Anakku bukan anak suamiku. Dia anak dari lelaki yang sangat kucinta. Sayangnya lelaki itu mungkin tidak mencintaiku. Dulu aku sengaja menjebaknya, karena kupikir saat itu dia akan sudi menolongku,” terang Vinda.***

Yuditeha
Latest posts by Yuditeha (see all)

Comments

  1. Jibril Reply

    Gk manuk di akal

    • Audia Reply

      Ini seru dibaca ama temen. Plot twist nya dapat, kami sempat saling berpendapat tentang Tegar yang tiba-tiba mati atau bahkan ternyata itu anaknya Tegar.

  2. WR Reply

    cerpen apa sih ini wkwk

  3. Cindy Reply

    Keren mas, suka sekali dengan genre ceritamu

  4. Gendhuk Gandhes Reply

    Basabasi.co tempatnya cerpen2 & tulisan keren

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!