“Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya; maka pastilah bangsa itu akan musnah.”
― Milan Kundera
Bagi saya, Pasar Palasari lebih dari sekadar kenangan masa kecil. Lebih dari sekadar rekam jejak hidup. Lebih dari itu. Pasar Palasari, surga buku di Bandung, adalah saksi sejarah puluhan ribu tunas peradaban bertumbuh. Menjadikan mereka seseorang tak terduga di masa depan.
Saya ke Pasar Palasari saat berumur 12 tahun. Kegemaran membaca komik menuntun saya datang ke sini. Sejak SMP kelas 1, saya sudah membuka penyewaan buku di rumah. Itu semua saya lakukan demi memodali saya membeli buku lagi. Saya buat katalog di buku besar bercorak batik, buku tulis klasik tempo dulu. Lalu saya bawa katalog tersebut ke sekolah. Saya edarkan di kelas. Teman-teman akan menuliskan buku apa saja yang ingin mereka sewa. Keesokan harinya, saya bawa buku-buku tersebut di tas yang membuatnya seberat batu. Pesanan kebanyakan adalah buku komik, primadona saat itu Serial Cantik. Tentu saja di sekolah ada aturan yang melarang siswa membaca komik. Untuk mengakali hal itu, saya titipkan tas berisi komik-komik di pos satpam. Tempat paling aman sejagat raya sekolah. Pak Satpam tidak keberatan karena kami sahabat baik.
Saya selalu percaya bahwa karya sastra dapat mengubah peradaban. Dengan membaca buku, membuat kita yang tak tahu menjadi tahu. Yang sudah tahu makin tahu. Dan yang sudah makin tahu merasa tak tahu apa-apa. Itulah kebijakan ilmu.
Saya pernah bertemu dengan Pak Moko. Beliau puluhan tahun meneliti cara membaca. Bagaimana membaca bisa begitu menyenangkan, efektif waktu, dan pesannya sampai. Beliau berujar pada saya, “Bacalah banyak buku. Meski seolah kita lupa, selalu ada ilmu yang menempel dan pada satu waktu akan muncul. Membaca membuat kita lebih bijak memandang hidup.” Saya mengangguk setuju namun diam-diam ada keresahan dalam dada saya, mereka yang mengubah peradaban adalah pembaca yang baik. Dan mereka tidak selalu memakai jalan yang baik untuk mengubah peradaban.
Buku sejatinya pupuk peradaban. Pasar Palasari adalah salah satu alternatif tempat untuk mendapatkan segala macam kebutuhan bukumu. Berdiri sejak tahun 1984, bahkan sebelum saya lahir, pasar ini memang khusus menjual buku. Hanya sedikit jenis jualan lain, seperti rumah makan, jongko es kelapa, dan jongko bakso. Terletak di Jalan Palasari, Bandung. Patokannya dekat GOR Lodaya dan kawasan kuliner Burangrang. Ada berbagai angkot menuju ke sana, terlebih jalannya pun dua arah. Kalau kamu menggunakan kendaraan beroda dua, bisa parkir di depan kios-kios buku. Nah, kalau kamu menggunakan kendaraan beroda empat ada lahan parkir khusus di sebelah pasar.
Pasar ini terdiri dari tiga lapis deretan kios buku. Setiap kios berukuran 1×2 meter, cukup mini namun dapat memuat ribuan buku yang disusun rapi. Ada juga buku-buku yang terpaksa digeletakkan di lantai. Ketika saya masuk ke lapisan kedua dan ketiga, saya seolah melewati labirin dengan tembok-tembok yang tersusun oleh buku. Sensasi menarik tiada tara. Begitu rupa surga dalam benak saya.
Pasar Palasari telah mengalami pemugaran beberapa kali. Sewaktu saya kecil, pasar ini benar-benar selayaknya pasar tradisional. Kios-kios berbentuk jongko dari kayu dan tripleks, papan-papan penyangga menjadi semacam rak-rak buku. Lantainya masih dari tanah. Begitu hujan datang, pasar menjadi becek. Di tahun 2015, pasar ini dipugar. Pemerintah setempat membangun kios-kios dari tembok menjadi bangunan permanen.
Dulu sekali, ketika saya pertama kali mengenal pasar ini, harga buku sangat murah. Kalau sekarang memang tidak begitu jauh harganya dengan buku-buku diskonan di toko buku biasa atau toko buku online. Selayaknya pasar, buku di Palasari bisa kamu tawar. Segala macam buku tersedia. Mulai dari buku baru sampai buku langka. Mulai dari komik, buku pelajaran, nonfiksi, dan fiksi. Banyak sekali pengunjung berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang mencari buku sumber berbagai bahasa.
Dua hal yang kurang dari Pasar Palasari adalah sistem pendataan dan orisinalitas buku. Buku-buku ini belum dikomputerisasi sehingga saat mencari suatu buku, kamu harus sabar. Seiring dengan berjalannya waktu, Pasar Palasari sudah punya situsweb yang bisa kamu akses kapan saja. Belum semua kios melengkapi diri dengan fasilitas internet, beberapa masih manual bahkan tidak ada pencatatan sama sekali. Masih ada kios-kios yang susunan bukunya tidak dikategorikan. Tapi percayalah, si penjual buku akan dengan sabar mengaduk-aduk koleksi bukunya saat kamu mau membeli.
Mengenai orisinalitas buku. Di Pasar Palasari masih banyak buku replika atau buku bajakan. Membedakan buku replika dengan yang asli mudah saja. Kebanyakan buku replika kertasnya kusam, atau putih seperti HVS, cetakannya mudah pudar, dan jilid kovernya tidak sempurna. Sebisa mungkin, saya menghindari buku-buku replika. Sebagai penulis, saya bisa membayangkan rasa sedih ketika buku saya dibajak.
Kios-kios buku di Pasar Palasari menyediakan jasa sampul buku, dihargai sekitar Rp2.000–Rp4.000 tergantung dari ukuran buku. Tidak semua kios menyediakan jasa tersebut. Jangan khawatir, dekat parkiran motor, ada jongko kecil yang khusus menawarkan jasa penyampulan. Biasanya, saya akan langsung menyampul buku di sana. Lebih praktis dan menjaga buku saya tetap awet hingga puluhan tahun.
Jika kamu hanya memiliki sedikit waktu untuk berkeliling dan menunggu penjual mencarikan buku, tulis saja pesananmu di secarik kertas. Tinggalkan nomor ponsel dan tunggulah penjual menghubungimu. Biasanya tidak lama. Pastikan kondisi buku ketika mengambil pesanan. Kalau kamu di luar kota Bandung, minta saja penjualnya untuk mengirimkan ke alamat rumahmu.