Dikisahkan di dalam Kitab Nafahat al-Unsi min Hadharat al-Qudsi karya Mulla ‘Abdurrahman al-Jami bahwa setelah mendengarkan ungkapan Syaikh Abubakar al-Hamadzani bahwa pernyataan beliau mirip dengan pernyataan Syaikh Husin bin Manshur al-Hallaj, Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani mengatakan:
“Jika aku sampai mengeluarkan suara, aku sanggup menciptakan seratus ribu Syaikh Husin bin Manshur al-Hallaj.” Setelah Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani menyelesaikan ungkapannya itu, Syaikh Abubakar al-Hamadzani mengambil tongkat dan melemparkannya kepada beliau.
Beliau bergerak dari tempatnya. Dan Allah Ta’ala mengembalikan tongkat itu kepada Syaikh Abubakar al-Hamadzani. Dia murka kepada Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani sejadi-jadinya dan mengatakan: “Mereka menyalib Syaikh Husin bin Manshur al-Hallaj dan beliau tidak lari. Dan engkau karena takut terhadap tongkat, lari.”
“Tidak larinya Syaikh Husin bin Manshur al-Hallaj itu karena kekurangannya. Jika tidak, pasti beliau lari. Karena di sisi Allah Ta’ala, semuanya sama.” Setelah Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani menyatakan hal seperti itu, dia berkata: “Ya, engkau memakan rumput.” Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani menanggapi: “Ya, rumput hakikat.”
Syaikh Abubakar al-Hamadzani mengatakan kepada Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani: “Selamat datang wahai engkau yang sangat menyenangkan. Ke marilah dan duduklah di atas sajadahku. Dan jagalah kondisi rohanimu. Oke, yang maksud dengan tidak larinya Syaikh Husin bin Manshur al-Hallaj termasuk kekurangan, dalilnya apa?”
Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani menjawab: “Orang yang mengaku sanggup menaiki kuda sebagaimana semestinya, kemudian dia naik, lalu tidak sanggup menggerakkannya, bahkan dia lari darinya, apakah orang itu sanggup untuk menaiki kuda?” Tentu saja orang itu tidak sanggup untuk menaiki kuda.
Syaikh Abubakar al-Hamadzani menanggapi kenyataan itu: “Engkau benar. Orang yang tidak sanggup menggerakkan tali kekang kuda, sungguh itu merupakan kekurangan di dalam menaiki kuda. Dan engkau benar. Tidaklah aku melihat orang yang sepertimu di dalam kecerdasan, kecuali engkau pasti mengalahkannya.”
Apa pendapatmu tentang dilempar dengan tongkat dan tidak bergerak? Bukankah hal itu merupakan tindakan kebodohan? Kalau memang hal itu merupakan tindakan kebodohan, kenapa Syaikh Husin bin Manshur al-Hallaj diam saja ketika beliau mau dieksekusi? Kenapa beliau kok tidak menyelamatkan diri?
Saya kira berbeda antara apa yang dilakukan oleh Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani dengan apa yang dialami oleh Syaikh Husin bin Manshur al-Hallaj. Syaikh ‘Abdullah al-Bulyani berada di dalam kecerdasan, bahkan kecerdasan beliau melebihi kecerdasan umat di masanya. Sementara Syaikh Husin bin Manshur al-Hallaj berada dalam kemabukan pada Allah Ta’ala.
Sedangkan dia yang berada dalam kemabukan cinta kepada hadiratNya tidak akan peduli pada apa pun. Termasuk terhadap taring-taring kematian sekali pun, apalagi cuma pedang, kelewang, celurit dan lain sebagainya. Semua itu terlampau kecil di hadapan orang yang mabuk rindu kepada Allah Ta’ala. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Abu ‘Abdillah at-Turughbadzi - 1 November 2024
- Syaikh Abu Muhammad ar-Rasibi - 25 October 2024
- Syaikh Abu ‘Abdillah al-Muqri - 18 October 2024