Syaikh Abu al-Qasim al-Basyar bin Yasin

Beliau adalah sebagaimana judul di atas. Tidak lebih dan tidak kurang. Saya tidak mendapatkan referensi tentang di mana beliau lahir. Saya juga tidak mendapatkan referensi tentang di mana beliau wafat. Tapi jelas bahwa ketika Syaikh Abu Sa’id bin Abi al-Khair masih kecil, beliau sudah sangat dewasa.

Beliau tinggal di desa Mayhanah, bagian dari desa-desa Khabiran, sebuah desa yang terletak di antara Abyurd dan Sarkhas, dan wafat juga di sana pada tahun tiga ratus tiga puluh delapan Hijriah. Sebuah desa yang termasuk Provinsi Khorasan, Iran.

Syaikh Abu Sa’id bin Abi al-Khair masih sangat kecil ketika mengisahkan ceritanya “bahwa pada waktu itu saya gemar membaca Qur’an. Ayah saya ngajak saya ke masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at. Tiba-tiba kami bertemu dengan Syaikh Abu al-Qasim al-Basyar bin Yasin.”

Beliau bertanya kepada ayah saya: “Wahai Aba al-Khair, anak ini milik siapa?” Ayahku menjawab bahwa “Anak ini adalah anakku.” Beliau lantas “duduk di dekatku. Beliau memandang ke langit. Maka kedua matanya menumpahkan airmata.” Lalu beliau mengatakan lagi kepada ayahku:

“Wahai Aba al-Khair, aku sungguh bingung bagaimana aku bisa keluar dari negeri ini? Sementara negeri ini kosong, betul-betul kosong. Sekarang aku menyaksikan anakmu, hatiku jadi tenang, tentram, damai. Karena sesungguhnya Allah menganugerahkan kepada anak ini kewalian.”

Syaikh Abu al-Qasim al-Basyar bin Yasin berkata lagi kepada bapaknya Syaikh Abu Sa’id: “Wahai Aba al-Khair, setelah shalat nanti, kau kutunggu beserta anakmu di tempat pertapaanku.” Keduanya lantas pergi menuju ke pertapaan Syaikh Abu al-Qasim Basyar bin Yasin.

Mereka berdua duduk di tempat pertapaan Syaikh Abu al-Qasim al-Basyar bin Yasin. Beliau berkata kepada Syaikh Abu al-Khair: “Wahai Aba al-Khair, bawalah anakmu ini di atas kedua bahumu sampai bahumu berbekas dengan pantatnya itu.” Dan betul, di bahunya seperti habis menggendong gandum yang hangat.

Bulatan itu diambil oleh Syaikh Abu al-Qasim al-Basyar bin Yasin dengan tanganku. Airmata mengucur dari matanya. Bulatan itu dibagi menjadi dua. Separuhnya dikasih Syaikh Abu Sa’id yang masih kecil itu. Separuhnya “dimakan” sendiri. “Makan ini,” kata beliau kepadaku.

“Ayahku tidak dikasih apa pun dari bulatan itu,” kata Syaikh Abu Sa’id yang masih kecil itu. Kata Syaikh Abu al-Khair: “Wahai Syaikh Abu al-Qasim al-Basyar bin Yasin, masa aku tidak dikasih bulatan itu?”

Syaikh Abu al-Qasim al-Basyar bin Yasin berkata: “Wahai Aba al-Khair, sekarang sudah tiga puluh tahun bulatan ini berada di sini. Allah Ta’ala berjanji kepadaku bahwa orang yang mengambil bulatan ini dan mendapatkannya hangat, Allah akan menerangi alam semesta dengannya.”

Beliau kemudian menutup pembicaraan itu dengan kata-katanya. “Sekarang sudah jelas bahwa anak ini adalah kabar gembira untukmu.” Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!